HE ISN'T MYBROTHER

Pertemuan dengan Hernandes



Pertemuan dengan Hernandes

0"Ada apa kau membuat janji pertemuan dengan Sekretarisku?"     
0

Suara tua syarat akan kekauasaan itu membuat garis lengkung di bibir Rian. Pandangan mata teduh sengaja lelaki itu berikan untuk membuat lelaki paruh baya utu tertarik lagi bekerja sama dengannya.     

Setelah panggilan tiba-tiba yang Rian terima saat sedang ingin memantau kedua anak Delon sesuai dengan perintah mamanya.     

Sialnya hal tersebut juga bersamaan dengan panggilan dari sekretaris Hernandes yang mengatakan jadwal pertemuan mereka telah disepekati oleh Hernandes.     

Rian tahu jika Hernandes masih membutuhkan dirinya setelah apa yang telah ia lakukan. Pada lelaki paruh baya tersebut. Menurut anak buahnya yang ia tugaskan untuk memata-matai keluarga Hernandes, putri tunggal dari keluarga tersebut masih saja meminta Rian sebagai suaminya.     

Peduli setan dengan kekaurangan yang wanita punyai. Satu hal yang terpenting untuk Rian hanya ingin menghancurkan perusahaan Dinu yang telah diberikan kepada Delon.     

Dan membuat Delon ikut merasakan apa yang ia rasakan dulu. Diusir serta dicemooh seluruh orang.     

"Tuan Hernandes, kita bahkan belum saling menanyakan kabar. Sudah sangat lama bukan, kita tidak saling berjumpa?" ucap Rian dengan gayanya seakan masih memiliki segalanya.     

Hernandes berdecih dengan senyum masam. "Tidak perlu basa-basi. Kita tidak saling menghormati satu sama lain. Kau bahkan sangat berbeda dengan kakak tirimu," sahut lelaki paruh baya itu yang begitu mengutuk ketidak sopanan yang pemuda di depannya lakukan di masa lalu.     

Dirinya tidak menghidap amnesia untuk sekedar mengingat segala yang terjadi di antara mereka dan cacian yang lontarkan dari mulut lelaki itu.     

"Tuan Hernandes Anda sungguh membuatku tersanjung. Dari berbagai janji, kau memilihku untuk bertemu denganmu. Aku akan mengatakan apa yang seharusnya kutakan sedaritadi ..."     

"Aku ingin melamar putrimu yang dulu pernah kau lamarkan untukku. Apa kita bisa membahas pernikahan sekarang?" tambah Rian dengan tubuh yang semakin ia majukan. Bola mata hitam legam menatap lekat lmanik hitam tua tajam di depannya.     

Rian dengan asisten pribadinya menunggu jawaban itu keluar dari mulut Hernandes. Dia pasti tahu akan ada harga di balik semua ini.     

"Kenapa diam Tuan Hernandes? Putrimu masih menyukaiku bukan?" Rian menambah lagi kalimatnya yang membuat Hernandes menggeram.     

"Siapa kau berani melamar putriku dengan cara seperti ini? Dia patut mendapatkan lelaki yang baik, bukan seperti kau!" jawab Hernandes dan seketika tawa remeh terdengar jelas menyebar di seluruh ruangan.     

Rian menyipitkan mata sembari memegang perutnya yang penuh dengan guratan indah di sana. Siapa wanita yang menolak pinangan seorang Rian memang? Dan sekarang Hernandes dengan angkuhnya menolak pinangannya. Apa, Rian tidak salah dengar?     

"Kau bisa pergi dari sini. Aku pikir kau akan membicarakan apa. Ternyata omong kosong seperti ini," sambungnya kembali.     

Asisten pribadi Rian mendorong map biru tua ke arah Rian. Dan lelaki itu menerima dengan semangat. Pandangan yang tadi mengarah pada Hernandes kini ia turunkan pada map biru tersebut.     

"Jangan buru-buru menolakku, Tuan Hernandes. Memang siapa lelaki baik yang akan menikahi wanita cacat yang tak bisa berjalan dan berbicara seperti putrimu? Meski dia sepertiku pasti akan menolak penuh," ujar Rian dengan seringai muncul bibirnya.     

Jari telunjuk Rian sudah berada di atas map biru yang didorong ke arah Hernandes.     

"Tapi, aku tidak akan memaksa. Tarif pernikahan dengan diriku cukup mahal. Atau putrimu menginginkan anak dariku ... ada harga yang berbeda pula. Tuan Hernandes tahu bukan jika aku sedang dalam kondisi yang sulit?"     

Rian bangkit dari duduknya diikuti asisten pribadinya. "Bacalah dulu. Siapa tahu Tuan Hernandes tidak menemukan lelaki baik di luaran sana." Lanjutnya sembari membungkukkan tubuh ke arah Hernandes sebelum kaki panjang itu melenggang bebas meninggalkan ruangan tersebut.     

Hernandes menarik kasar map biru yang diberikan Rian setelah melihat tubuh lelaki itu sudah lenyap dari pantulan pandangannya.     

Tidak membutuhkan waktu lama setelah jemarinya membalik berkas putih itu pada halaman terakhir, Hernandes dibuat semakin geram dengan kontrak yang diajukan pada Hernandes.     

"Bagaimana bisa lelaki itu meminta setengah harta dari keluarga Hernandes? Dasar brengsek!" umpat lelaki paruh baya tersebut yang langsung membuang kontrak konyol Rian ke tempat sampah.     

Jemari Henandes langsung menekan satu nomor pada telpon kantornya yang menyambungkan kepada sekretaris utamanya.     

"Katakan kepada receptionis jangan biarkan lelaki bernama Rian membuat janji denganku!" Panggilan itu pun langsung Hernandes putus tanpa menunggu jawaban dari sekretarisnya.     

Sedangkan di sisi lain Rian berteriak kencang saat mereka sudah berada di mobil. Ia pikir Hernandes akan langsung menyetujui kontrak yang dia ajukan.     

Ternyata salah besar! Lelaki paruh baya itu justru menolaknya dan mencari pengganti lelaki lain.     

"Tuan Rian sudahlah. Kita harus menunggu dua hari lagi. Saya yakin tuan Hernandes tidak biaa mencari lelaki lain," ucap Asisten pribadi Rian menangkan. Jika seperti ini terus gendang telinganya pasti akan pecah.     

"Kau tahu apa, hah?! Bagaimana kalau lelaki tua bangka itu menolak?"     

Di kantor.     

Suasana masih tetap sama, semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Begitu juga dengan atasan utama mereka. Tidak ada henti-hentinya para ketua Devisi saling bergantian masuk untuk memberi laporan pada Delon.     

"Apa kau yang terakhir?" tanya Delon sebelum menerima laporan tersebut. Seorang wanita muda sedikit menunduk takut, lalu mengangguk.     

"Benar, Tuan Delon. Para Devisi sudah melaporkan ... hanga tinggal saya," jawabnya.     

Delon akhirnya menerima dokumen tersebut. Dengan kode jemari mengibas di udara mengkode ketua Devisi tersebut untuk keluar dari ruangannya.     

Dan tidak lama Regan yang masuk dengan tergesa hampir menabrak wanita muda itu yang akan keluar. Beruntung Regan bisa mengendalikan tubuh kekarnya untuk berhenti tepat di depan wanita tersebut.     

"Maaf, Pak Regan," ucapnya merasa bersalah sembari membungkukkan tubuh. Regan hanya membalas dengan anggukan dan langsung memasukkan tubuhnya ke dalam ruangan Delon.     

Wanita itu menoleh ke arah Regan sebelum ia kembali mengayunkan langkahnya.     

"Lon!" panggil Regan dengan tergesa. Sedangkan Delon masih tidak mengalihkan perhatiannya pada dokumen yang sedang ia bubuhi tanda tangan.     

"Boss! Aku atasanmu."     

Suara Delon membuat Regan berdecak. Sudah bertahun-tahun mereka menghadapi suka dan duka bersama, tapi Delon masih saja kaku padanya.     

"Aishh! Gue mau laporan, kenapa wakil gue lo pecat?" tanya Regan menelisik. Pemecatan kali ini memang bukan hal yang pertama. Tapi, jika seperti ini terus rambut hitam Regan akan beruban dengan cepat.     

Delon masih menggerakkan penanya seiring dengan lembaran yang lelaki itu buka.     

"Itu bukan laporan, itu protes. Lain kali kau harus mengikuti ujian sekretaris. Sepertinya ilmumu masih kalah jauh dengan mereka yang baru lulus," tanggap lelaki tampan tersebut.     

Regan lagi-lagi berdecak mendengar balasan dari Delon. Jika gajinya dinaikkan mungkin ia akan bersama mereka melakukan ujian. Tapi, bagaimana dengan tumpukkan dokumen yang seharusnya bukan dirinya yang mengerjakan?     

"Lon, lo gilaa? Bisa tua dini gue kerja sama lo!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.