HE ISN'T MYBROTHER

Satu Tahun Berlalu



Satu Tahun Berlalu

0Satu tahun berlalu. Rachel sering mengikuti terapi yang selalu dokter jadwalkan untuknya. Tapi, apa hasilnya? Rachel masih saja tertatih. Ia tidak bisa merasakan seluruh permukaan yang ia sentuh oleh kedua kakinya.     
0

"Aku tidak bisa. Kakiku sakit, aku tidak mau melanjutkan."     

Kalimat itu membuat Rachel menggegam erat kedua besi yang menyanggah kedua tangannya. Tubuh Rachel bergetar, ia sudah tidak sanggup lagi melakukan terapi ini.     

Sudah setahun lamanya, tapi Rachel masih saja belum bisa menopang tubuhnya. Latihan ini terasa sia-sia bagi Rachel. Pikiran buruk mulai mengantuhui, ia ingin kembali menemani kedua anaknya untuk bisa melakukan apa pun. Namun, sepertinya harapan itu harus Rachel kubur dalam-dalam.     

"Sayang, jangan menangis. Aku tahu kamu sudah berusaha. Kamu bisa lebih dari ini," kata Delon yang terkejut mendapati istrinya sudah tersungkur di atas karpet hitam yang digunakan untuk pengiring latihan Istrinya.     

Rachel menggeleng tangan yang tadi genggam Delon, ia hempas kasar. Rachel bukan kecewa dan marah kepada Suaminya. Tapi, ia marah pada dirinya sendiri yang tak bisa berkembang sama sekali.     

Delon mengerutkan kening melihat penolakan yang dilakukan Rachel. Ia menarik paksa tubuh istrinya untuk masuk ke dalam pelukan.     

"Menangis boleh, asal jangan menyerah. Kamu tahu aku selalu di sini ... sudah berbagai hal kita lewati bersama. Apa kamu benar akan membiarkan anak-anak kita melihatmu duduk di kursi roda?" Pertanyaan Delon membuat Rachel semakin mengeratkan pelukannya.     

Ia jelas tidak ingin membuat kedua anaknya kecewa. Dan ia juga tak bisa melihat kedua orang tuanya juga merasa kecewa di dalam penjara. Lima bulan yang lalu ia merasa begitu tak berguna saat melihat papa dan mamanya dibawa paksa oleh beberapa polisi.     

Rachel hanya bisa tersungkur di bawah lantai melihat kedua orang tuanya menangis meninggalkan Rachel sendirian. Andai kedua kakinya masih bisa berfungsi, mungkin pelukan terakhir akan sedikit mengurangi luka di antara mereka.     

"Aku yang bodoh. Tubuhku tak tidak ingin kembali, Kak. Aku benci kedua kakiku! Aku benci!" Rachel memukuli kedua kakinya dengan kasar.     

Rachel membenci seluruh takdir yang harus ia tanggung. Hari demi hari berganti membuat Rachel semakin sulit menerima keadaan.     

"Nyonya Rachel bersabarlah. Semua mempunyai proses untuk penyembuhan, Nyonya. Kita harus selalu berusaha dan berdoa ..."     

"Apa yang dikatakan Tuan Delon benar, Nyonya. Tidak ada doa yang tidak berhasil tanpa usaha. Saya percaya sebentar lagi Nyonya akan mendapatkan anugerah itu," sambung Dokter tersebut mencoba memberi semangat pada Rachel yang masih saja menangis terisak.     

Delon mengusap punggung istrinya lembut. Tak henti-hentinya lelaki tampan itu menderatkan kecupan sayang di pucuk kepala Rachel.     

Satu jam berlalu setelah melakukan konsultasi seperti biasa. Rachel masih saja terdiam tanpa bersuara, hal ini tidak seperti biasanya. Suasana mobil begitu hening, Delon hanya mampu berkali-kali menoleh untuk memastikan bahwa Rachel baik-baik saja.     

Delon menghentikan mobil hitam mewahnya di pinggiran jalan. Ia tidak bisa melihat istrinya seperti ini. Pasti kedua anak mereka akan bertanya mengenai perubahan Rachel.     

"Sayang ..." panggil Delon seraya menggegam tangan yang tergulai begitu saja di atas paha Rachel.     

Kedua mata sembab dan wajah memerah itu masih mefokuskan pandangan ke depan tanpa berpengaruh pada panggilan lembut tersebut.     

"Sayang, aku tahu ini berat untukmu. Tapi, mengertilah semua pasti akan ada hasilnya. Jangan biarkan Nathan dan Nefa sedih ..." tambah Delon berharap jika istrinya juga tahu bagaimana hatinya juga hancur.     

Delon mengecup punggung tangan Rachel berkali-kali untuk memberi kekuatan pada perempuan cantik itu. Ia tidak peduli beberapa kali Rachel menolak dirinya, ia akan tetap memberi kasih sayangnya.     

"Sayang, dengarkan aku. Semua orang tidak terlahir dengan sempurna. Lihat mereka yang berjalan melewati mobil kita." Delon menunjuk ke arah seorang anak perempuan dan ayahnya yang mengalami gangguan jiwa sedang didorong di dalam sebuah dorongan sampah.     

Baju anak dan ayah itu compang-camping seperti sudah lama tidak berganti baju. Anak perempuan itu memang sempurna dalam hal fisik, tapi dalam segi takdir anak perempuan itu sungguh sangat kurang beruntung.     

"Dia memang pernah mengeluh, tapi dia selalu mensyukuri takdir. Lihat tawa yang mereka perlihatkan ... anak perempuan itu sama sekali tidak terluka mendapati ayahnya tak kunjung bisa berjalan seperti lelaki dewasa pada umumnya. Apa juga salah memberimu harapan jika suatu saat nanti kamu akan sembuh?"     

Rachel memperhatikan apa yang diperlihatkan Delon padanya. Linangan kepiluan hati Rachel kembali terbuka setelah satu tahun belakangan dirinya sangat bergantung pada terapi ini.     

"Tapi, aku bukan mereka. Aku butuh menjadi Istriku yang sempurna. Aku butuh menjadi Mama yang terbaik dan tidak membuat Nathan dan Nefa diejek. Kamu tahu, mereka diejek karena aku yang mengantar mereka ke sekolah," balas Rachel di tangis.     

Rachel mengingat bagaimana kedua anaknya begitu diejek teman-temannya karena dirinya. Rachel tidak bisa melihat saat putri kecilnya menangis dan hanya bisa berlindung di belakang tubuh Nathan.     

Delon tidak bisa berkata kali ini. Ia juga melihat bagaimana ketidak adilan itu terjadi. Dan kenapa putrinya sangat tidak menyukai jika Nathan pindah ke kelas lain. Karena Nefa selalu saja diejek di kelasnya.     

"Apa kamu bisa membayangkan bagaimana terlukanya aku melihat Nefa menangis? Aku benci dengan diriku sendiri." Ulang Rachel membuat Delon menarik tubuh itu ke dalam pelukan.     

Rachel meremas baju depan Delon dengan erat. Ia tidak bisa membuat segalanya menjadi sempurna seperti apa yang seperti ia inginkan. Ia juga tidak bisa melihat putrinya diperlakukan seperti itu, hal tersebut sangat menyakitkan untuk Rachel.     

"Aku telah membereskan semuanya, Sayang. Nefa tidak akan pernah diganggu lagi. Aku janji," ucap Delon yang diangguki Rachel.     

Lima belas menit lelaki tampan itu menenangkan Rachel. Dan semua sudah kembali menjadi seperti semula, ia bisa melihat senyum itu terbit dengan begitu cerah seakan mentari telah berpindah di sana.     

"Aku sangat menyukai senyummu, Sayang. Apa kamu masih ingin menemaniku ke kantor?" tanyanya yang kembali mendapat anggukkan perempuan cantik itu.     

"Aku janji tidak akan lama. Aku hanya mengambil beberapa berkas saja," tambanya sembari memberi kecupan hangat pada kening kecil Rachel.     

Mobil kembali melaju di tengah kelengan jalan, karena hari ini memang hari libur. Maka dari itu Delon hanya datang untuk dokumen yang tah disiapkan oleh Regan.     

Ia sungguh begitu repot saat harus mengurus kembali perusahaan Mauren yang harus bangkit dari nol. Setelah seluruh harta diambil oleh Anin. Dan Rachel hanya mendapatkan rumah dan beberapa mobil yang memang tidak dibeli dengan uang perusahaan.     

"Tunggu ya, aku akan mengeluarkan kursi roda," ujar Delon saat mobil itu sudah berhenti di parkiran.     

Delon perlahan menurunkan tubuh Rachel untuk beralih pada kursi roda tersebut. Namun, saat lelaki tampan tersebut ingin kembali mengecup kening Istrinya. Suara wanita membuat Delon berjengit.     

"Tuan Delon?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.