HE ISN'T MYBROTHER

Penjelasan yang Tertunda



Penjelasan yang Tertunda

0Delon akhirnya memilih memutar keahliannya seperti saat membujuk istrinya yang merjauk padanya. Hanya menggunakan kue bikinannya pasti Nefa juga bisa kembali ceria.     
0

Sejenak Delon memang ingin melupakan masalah pelik yang melanda mertuanya. Namun, ia tetap akan berusaha membujuk Anin untuk bisa memberi pilihan lain.     

"Jangan seperti itu, Pangeran Papa! Harus sesuai ukuran," ucap Delon pada sang putra yang kini sedang bersama dirinya.     

Delon masih tidak menyangka dirinya memiliki dua anak yang selalu memberi kebahagiaan setiap waktu padanya. Ia merasa baru kemarin berada di dapur seorang diri, bertanya pada ponselnya dan sesekali bergumam. Tapi, sekarang ia menoleh, sudah ada putranya yang memakai celemek mini seperti dirinya.     

Laki-laki tampan itu menggeleng sembari senyum. Kehidupan Delon memang tidak bisa ia tebak. Yang ia tahu dirinya akan bahagia bersama dengan Rachel bagaimana pun keadaannya.     

Namun, Tuhan berkata lain. Mereka berdua diberi dua anak sekaligus dalam satu waktu, dan hal itu semakin menambah kebahagian dirinya dan Rachel.     

"Papa udah, ini ...." Nathan memberikan tepung yang telah ia timbang. Ia pikir tadi tepungnya hanya dimasukkan ke dalam wadah tanpa ditimbang dulu. Ternyata perkiraan Nathan salah.     

Delon mengangguk sembari menerima apa yang telah diberikan putranya.     

"Sekarang kita bikin adonanannya. Apa kamu yang membuatnya?" tawar Delon yang diangguki Nathan. "Kamu harus tekan-tekan adonannya terlebih dulu. Nah, seperti ini, Sayang," sambungnya yang sangat diperhatikan Nathan dengan seksama.     

Sedangkan di sisi lain Rachel yang sudah berada di kamarnya kini sedang memeluk Nefa di atas tempat tidur. Rachel bingung, kenapa sedaritadi putri kecilnya masih saja menangis. Padahal ia sudah membacakan dongeng kesukaan Nefa.     

"Putri kesayangan Mama kenapa? Jangan menangis terus nanti wajahnya jadi jelek mau?"     

"Kakak Nathan hanya berpindah kelas, Sayang. Kakak masih satu sekolah bersama Nefa. Tidak meninggalkan Nefa sendiri," tambah Rachel berharap sesenggukan itu berakhir. Bisa bahaya jika Nefa semakin membuat wajah kecilnya memerah.     

Nefa semakin memasukkan wajah ke dalam pelukan mamanya. Ia masih ingin satu kelas dengan Nathan, tidak mau dipisah dengan Kakaknya yang hanya berbeda selisih lima menit itu.     

"Nefa mau sekolah sama Kakak satu kelas. Tidak mau beda kelas, nanti kalau Nefa dinakalin teman sekelas Nefa nggak ada yang jagain Nefa, Ma." Suara kecil mengadu itu semakin tipis dan teputus-putus.     

Rachel semakin mengusap punggung kecil putrinya. Ia tahu apa yang dirasakannya saat ini.     

"Kakak harus mengejar cita-citanya, Sayang. Nefa juga harus rajin belajar agar bisa seperti kak Nathan. Tidak boleh sedih lagi. Ingat nanti kulitnya gatal, dan Mama nggak mau lihat Nefa semakin kesakitan," bisik perempuan cantik itu di telinga kecil putrinya.     

Perlahan tangis Nefa memang mereda. Tidak lagi getaran tubuh kecil setelah Rachel mengatakan dengan suara sedikit meninggi. Sebenarnya Rachel tidak mau seperti ini. Tapi, ia tidak mempunyai pilihan. Ia tidak akan pernah tega melihat putrinya menangis sepanjang malam karena rasa gatal yang Nefa rasakan.     

Pelukan itu sedikit merenggang ketika gendang telinganya mendengar suara dering ponselnya yang begitu nyaring.     

Rachel sedikit mengangkat kepala, mengarahkan pandangan pada benda pipih yang sengaja Delon letakkan di dekat kepalanya. Ia melongok untuk melihat siapa yang menelponnya sore ini.     

Kening Rachel berkerut sesaat mendapati nama yang tertera di sana adalah nama mamanya, Martha. Setelah pengakuan dan bukti yang telah Anin tunjukkan padanya. Rachel memang sudah tidak pernah mengangkat panggilan dari Martha beberapa hati ini karena dirinya kecewa.     

Rachel mencoba mengabaikan saja seperti biasa, ia harap panggilan itu akan berakhir secepat mungkin.     

"Mama," panggil lirih Nefa yang sudah mengeluarkan wajah kecil itu dari pelukan Rachel.     

"Ada apa, Sayang? Mama peluk Nefa sampai tidur. Ayo tidur, Tuan Putri Cantik Mama," tanggap Rachel sembari mengecup sayang di pucuk kepala gadis kecil itu.     

Nefa menggeleng sembari menyeka wajah basahnya. Tubuh Nefa berbalik, tanpa aba-aba membuat kedua mata Rachel membulat seketika saat ia melihat panggilan dari mamanya diangkat oleh putrinya.     

"Sayang, apa yang kamu lakukan? Ayo berikan ponsel Mama," kata perempuan cantik itu sedikit memaksa. Tapi, Nefa kembali menggeleng.     

"Ponsel Mama bunyi terus. Kata Mama kalau ada yang telpon, orang yang kita kenal harus segera diangkat." Ulang Nefa yang menirukan perkataan Rachel dulu. Tapi, kali ini beda cerita Rachel sedang benar-benar ingin menenangkan pikirannya. Namun putrinya justru berpikiran berbeda dari Rachel.     

'Astaga, bagaimana ini,' batin Rachel bergumam.     

Rachel mengusap wajahnya frustasi. Ia tidak tahu bagaimana cara merebut ponselnya dari tangan Nefa tanpa gadis kecil itu bertanya macam-macam.     

"Ini, Nenek Mamaa!" seru Nefa dengan antusias. Tangis yang sedaritadi mendera gadis kecil mengggemaskan itu seakan sirna sudah berganti dengan kebahagiaan ketika mendengar suara Martha di ujung panggilan mereka.     

Rachel bergeming dengan alis menegang seketika.     

Nefa dengan lincahnga berbicara tanpa beban. Gadis kecil Rachel menanyakan apa saja yang tidak perlu ditanyakan hingga membuat Rachel mendengar suara tawa riang dari ujung panggilan mereka.     

"Nenek kapan ke rumah Nefa? Nefa sudah rindu sekali. Apa Nenek juga rindu, Nefa?"     

Dalam suara panggilan tersebut terdengar. "Nenek dan Kakek sangat rindu pada Nefa dan kakak Nathan. Tapi, Nenek sedang ada pekerjaan dan belum bisa mengunjungi cucu Nenek yang sangat cantik ini," katanya.     

Nefa terlihat menekukkan wajah kecilnya sembari menggerakkan jari telunjuk dengan gerakkan memutar di atas kasur.     

"Apa, Nenek boleh bicara dengan Mama?" tambah Martha yang dibalas Nefa 'iya' tanpa semangat.     

Nefa menyodorkan ponsel yang sedang ia pegang dan masih terhubung dengan Martha kepada Mamanya.     

"Mama, Nenek mau bicara. Katanya sangat penting," kata Nefa mengulangi apa yang dikatakan Neneknya tadi.     

Rachel menghela napas dalam saat tangannya menerima benda pipih itu dari tangan mungil Nefa.     

"Sayang, hallo?" Suara itu membuat perempuan cantik itu semakin sedih. Hatinya begitu sakit mengingat kembali apa yang telaj ia baca.     

"Apa kamu di sana? Tapi, Mama tahu kalau kamu sedang mendengarkan suara Mama. Mama dan Papa di sini minta maaf padamu dan Delon. Mama dan Papa tidak bermaksud membohongimu ..."     

"Kami benar-benar takut dan menyesal dengan dosa itu. Bukan Mama dan Papa tidak mau menceritakan terlebih dulu, tapi—"     

Perkataan Martha mendadak terhenti saat suara Rachel menyahut di pertengahan kalimat.     

"Tapi, Mama lebih percaya pada kak Regan daripada Rachel? Apa Rachel tidak bisa dipercaya? Apa Rachel memang sejahat itu di mata Mama dan Papa?"     

Rachel menahan sekuat mungkin ketwguhan hatinya. Meski bola mata matanya bergetar, ia tidak bisa begitu saja menjatuhkan linangan air mata dari pelupuk mata Rachel. Dan hal tersebut akan menjadi pertanyaan yang besar lagi dari putrinya yang sedang menatap dirinya lekat.     

"Dengarkan Mama dulu, Sayang. Bukan begit—"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.