HE ISN'T MYBROTHER

Kabar Gembira Dari Nathan



Kabar Gembira Dari Nathan

0Rachel tak bisa berkata lagi. Ia hanya bisa bergeming di kursi rodanya. Pandangan itu menatap lurus ke depan setelah lima hari berlalu. Dirinya masih mengingat apa yang dikatakan Anin padanya.     
0

"Mamaa!" panggil Nathan yang berlari ke arah Rachel dan seketika membuyarkan lamunan perempuan cantik itu. Garis melengkung menghiasi bibir bersaput lipstik peach tips itu menyambut kedatangan sang putra.     

Rachel mengecup pucuk kepala Nathan yang memeluknya erat.     

"Ada apa Sayang? Mama di rumah nggak ke mana-mana kok," kata Rachel kembali, ia tahu bagaimana kecemasan yang tercetak di garis wajah putra kecilnya.     

Setelah kepulangan dirinya dari rumah sakit seluruh orang seperti cemas jika dirinya akan pergi tanpa sepengetahuan mereka. Bahkan penjagaan diperketat oleh suaminya.     

Tidak ada yang boleh masuk ke dalam area rumah kecuali kelurga dan staf kantor yang terkadang diperintah Delon untuk mengambil berkas jika Regan ia perintahkan untuk perjalanan bisnis.     

Nathan mengangguk kecil. Meski ia paham akan tekhnologi, tapi tetap saja bocah laki-laki itu tak akan bisa mencegah mamanya untuk keluar dari rumah ini dengan berbagai cara. Dan hal tersebut yang Nathan takutkan.     

"Mama, Nanthan mau duduk di sini," ucap Nathan kecil sembari menunjuk ke arah pangkuan Rachel.     

Dengan senang hati Rachel mengiyakan sembari berusaha mencodongkan tubuh untuk mengangkat tubuh kecil putranya. Tapi, ia sungguh terhalang dengan kaki yang menjadi tumpuan dirinya, justru tak bisa ia gerakkan.     

"Tidak bisa ya, Ma?"     

"Tidak apa-apa, Ma. Nathan di sini aja, di sini juga enak," sambungnya yang tetap berada dipijakan kaki kecil Nathan sesudah tubuhnya gagal diangkat Rachel.     

Perempuan itu menatap pilu putranya. Ia memang memberi goresan garis melengkung di bibirnya lagi. Namun, sesungguhnya hati Rachel menangis. Ia menyesali kerapuhan hati yang belum juga bisa mengatakan 'ikhlas' dalam nalurinya. Meski lidah itu telah berulang kali berucap.     

"Kamu tadi belajar apa, Sayang?" tanya Rachel mencoba melupakan ketidak mampuan dirinya.     

Nathan menepuk dahi kecilnya. Ia melupakan sesuatu yang ia letakkan sementar di atas lantai di samping kursi roda mamanya. "Nathan lupa, Ma!"     

Bocah laki-laki itu memundurkan tubuh, kemudian berjalan ke arah di mana kertasnya berada. Nathan membungkuk, lalu mengambil dengan antusias.     

"Nathan ada berita bagus, Ma! Lihat ini ...." Nathan menyerahkan kertas yang tadi ia genggam kepada Rachel.     

Rachel menerima dengan kerning berkerut sembari mengarahkan pandangan ke arah wajah kecil tampan putranya. "Ada apa sih, kok seneng banget gitu. Dapat nilai sempurna lagi ya?" tebaknya yang tidak dijawan oleh Nathan.     

Nathan menggoyang-goyangkan tubuh dengan tangan tertaut di belakang. Senyum menggemakan itu juga sama sekali tidak luntur.     

Dan tidak berapa lama suara langkah kaki berlari dengan cepat membuat Rachel mengangkat pandangan, tidak jadi membaca kertas yang diberikan Nathan.     

"Mamaa! Nefa pulang!" teriaknya membuat sekali lagi kebahagian Rachel bertambah. Tapi, seketika senyum itu agak mengendur saat mendapati keanehan dalam perbedaan kepulangan kedua anaknya.     

"Aduh, manisnya Tuan Putri Mama," ucap Rachel saat tubuh kecil putrinya memeluk dirinya yang sudah membungkuk.     

"Mmuah...." Suara kecupan di pipi putih Rachel begitu terdengar membuat Rachel mencubit gemas kedua pipi gembul putrinya. "Mama, jangan dibuka itu," sambungnya menunjuk ke arah kertas yang berada di pangkuan Rachel.     

Rachel menunduk ke arah yang ditunjuk Nefa dan tidak beberapa lama suara pintu tertutup membuat Rachel hanya melirik begitu saja.     

"Ada apa dengan kertas ini?" Rachel semakin penasaran dengan kertas yang sekarang ia genggam.     

Nathan yang tidak terima langsung meletakkan kedua tangan kecilnya di pinggang. "Ada masalah apa kamu sama aku? Jangan nakal, aku ini Kakakmu!"     

Nefa yang mendengar perkataan Kakaknya hanya membalas dengan menjulurkan lidah. "Bodo amaat!"     

"Kakak cuma mau pamer, Maa!" tambah Nefa lagi.     

Rachel melipat kedua tangannya di depan dada. Sentuhan basah di kening tidak membuyarkan mode galak yamg Rachel nyalakan.     

"Kenapa kalian berdua pulang dengan waktu yang berbeda? Apa Nathan dihukum lagi? Kali ini siapa lagi yang dibuat nangis?"     

"Tidak ada, Sayang. Putramu itu tidak sedang berbuat nakal. Bahkan sebaliknya, kau bisa membacanya terlebih dulu." Suara berat itu membuat Rachel mengangguk menurut. Ia memulai membuka lipatan kedua tangannya.     

Sedangkan Nefa yang sekarang melipat kedua tangannya sembari mengerucutkan bibir memunggungi Delon yang sedang terduduk dengan satu lutut menyentuh dinginnya lantai.     

Delon terkekeh melihat putri kecilnya yang sedaritadi meminta digendong sekarang merajuk padanya.     

"Jangan ngambek sama Papa dong Tuan Putri," rengek Delon yang masih membuat Nefa bergeming, semakin mengangkat lipatan kedua tangannya hampir menyetari tinggi leher.     

Rachel terperangah melihat pemberitahuan hasil nilai putranya yang sangat di luar ekspetasi dirinya. Bahkan, satu kalimat yang membuat linangan air mata Rachel jatuh dari pelupuk mata.     

'Selamat Putra Bapak/Ibu naik satu kelas lebih dulu dibanding teman sekelasnya. Karena kemampuan otak Nathan Gee Jeeicho telah mampu berada di kelas di lanjutan.'     

"Apa ini, Sayang? Kamu naik kelas lebih dulu? Ya Tuhan, sepintar apa kamu? Sini peluk Mama lagi," ujar Rachel yang sudah mencodongkan tubuhnya kembali untuk bisa memberi selamat kepada putranya.     

Nathan tertawa kecil menyambut pelukan Rachel. Kedua tangan kecil itu telah bertaut di leher mamanya. "Nathan sangat pintar, Ma! Itu buktinya, sekarang Nathan berada di kelas bersama kakak kelas."     

Rachel mengangguk percaya. Ia memang selalu percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar dari kedua anaknya. Perkembangan yang tak pernah ia lewatkan membuat Rachel bangga terhadap pola didik yang selama ini ia dan Delon berikan pada kedua anaknya. Termasuk, Nathan.     

"Ayo beri selamat pada Kakakmu, Sayang! Nilaimu masih jauh di bawah Kakakmu. Kamu harus belajar private sama Papa. Tapi, ada syaratnya," tangga Delon dengan senyum tampan yang tergores di sana. Kedua alis lelaki itu bahkan sudah terangkat naik-turun.     

"Tidak mau!" jawab Nefa kesal.     

Nathan tertawa terpingkal melihat Adiknya masih saja merajuk pada Papa mereka. Ia melepas pelukan dari leher Rachel. Lalu, memeluk dengan gemas tubuh Nefa.     

"Jangan nakal kalau nggak ada Kakak. Jangan nangis kalau pensilnya hilang," bisik Nathan yang semakin tak bisa membuat Rachel dan Delon tertawa terbahak.     

Nefa memang sudah terbiasa ada Nathan di sampingnya. Saat gadis kecil itu sedih atau menangis diam-diam di dalam kelas, selalu Nathan yang akan membuat perhitungan pada teman sekelas mereka yang membuat adiknya menangis.     

Hiks!     

Nefa mulai menangis sesengguk. Tubuh kecil itu bergetar. "Nefa juga mau pindah. Mau ikut Kakak!"     

Dibalik itu semua Nefa sangat menyayangi Nathan. Ia memang tidak bisa jauh dari saudara kembarnya meski mereka sering berselisih paham dan mengejek.     

"Tidak boleh, Sayang. Kamu tahu sekolah kalian sangat ketat dan tidak sembarangan memindahkan siswa. Kakakmu memang salalh satunya yang beruntung. Kamu harus be—"     

"Tidak mau, tidak mau! Nefa mau satu kelas sama Kakak!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.