HE ISN'T MYBROTHER

Ada Orang Jahat



Ada Orang Jahat

0Regan bingung bagaimana untuk memberikan tanggapan untuk keputusan yang diambil Martha. Ia hanya bisa memberi pelukan hangat sebagai anak.     
0

"Regan akan mengurus semua ini. Tapi, Regan takut mereka akan milih jalur hukum. Apa Tante dan Om juga akan menerima jika kalian harus berada di sana?"     

Lekai berkaca mata itu masih tak henti-hentinya mengusap lembut punggung tua Martha. Namun setelah mendengar perkataan Regan, wanita paruh baya itu mengurqi pelukannya berjalan ke arah suaminya.     

Jeno nampak murung. Tatapan kedua iris hitam legam itu nampak berkabut.     

"Apa Papa setuju?" tanya Martha lirih. Jeno tidak bereaksi hanya bisa terdiam di tempat.     

Nino menggeleng samar. Ia tidak menyangka dosa mereka serumit ini dan mengakibatkan nyawa beberapa orang hilang dengan tragis.     

"Om dan Tante harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian. Bagaimanapun keputusan dari Anita dan Anin. Percayalah, kami tidak akan meninggalkan Tante dan Om. Sekarang, kita hanya perlu mengatakan semua ini kepada Delon dan Rachel," sahut Nino dengan suara lirihnya namun bisa terdengar jelas di telinga mereka semua.     

Sedangkan di sisi lalin Rachel dan Delon sedang tertawa riang bersama kedua anaknya. Mereka hanya berempat dan tidak ada seorang pun di ruang kamar rawat Rachel.     

"Kapan Mama bisa pulang?" tanya Nefa yang sudah terduduk di pangkuan Rachel. Sedangkan Nathan berada digendongan Delon setelah bermain pesawat terbang kesukaan mereka berdua.     

Rachel memasukkan tubuh kecil putrinya ke dalam pelukan. Ia tidak mampu menyembunyikan kesedihannya jika nanti Rachel sudah sampai di rumah.     

Rachel mengangkat pandangan ke arah suaminya yang sedang menatap dirinya sedaritadi tanpa Rachel sadari.     

"Mama, Nefa nggak minta digendong lagi kok. Nefa tahu kaki Mama sedang sakit. Nefa janji nggak akan nangis minta digendong," ucap Nefa dengan suara menggemaskannya, meyakinkan Rachel untuk tidak meninggalkan dirinya lagi dan juga Nathan.     

Nathan ikut mengangguk.     

"Nathan juga udah membersihkan kamar Mama dan Papa bersama kakek. Jadi Mama harus pulang, tidak boleh tidur di sini lagi," sahut Nathan yang bermanja di pelukan Delon.     

Rachel tanpas sadar mentihkan linangan air mata kebahagiannya telah diberi dua malaikat kecil yang begitu mengerti dirinya.     

"Mama jangan nangis," kata gadis kecil itu seraya menyeka pipi Rachel dengan jemari kecilnya.     

Perempuan cantik itu mengulas senyum bahagia sembari mengangguk. "Terima kasih, Sayang. Tuan Putri Mama memang terbaik," balas Rachel sembari mengecup seluruh inci wajah kecil gembul itu.     

Nathan mendadak menunjuk ke arah luar pintu yang sepertinya ada bayangan hitam sedang berada di depan sana. Netra Delon dan Regan seketika juga tertarik pada apa yang sedang ditunjuk putranya.     

"Siapa, Kak itu?" tanya Rachel juga ikut penasaran. Karena baru kali ini ada orang hanya berdiri di sana dan tidak masuk.     

Nefa tiba-tiba menderatkan jemari kecilnya di depan bibir Rachel membuat perempuan cantik itu sedikit terkejut.     

"Sssttt... diam, Ma! Mungkin ada orang jahat. Ayo sembunyi di balik selimut. Jangan sampai mereka tahu persembunyian kita ...." Nefa memutar kepala kecilnya dengan cemas. Seakan gadis kecil itu sedang bermain seperti mereka berada di rumah.     

Pandangan Nefa berhneti pada Nathan dan Papanya yang terlihat bingung dengan sikap gadis kecil itu. Anak dan ayah itu hanya bisa menatap tanpa memberikan penolakan apa pun tentang perintah Nefa.     

"Turunin Nefa, Pa. Nefa bakal lawan penjahatnya agar tidak menganggu Mama lagi. Ayo cepat turunin Nefa, Pa!" pinta Nefa dengan nada memaksa. Akhirnya Delon menuruti permintaan Tuan Putri Kecilnya, setelah dirinya menurunkan Nathan juga di lantai dingin itu.     

Nathan mengerutkan kening saat melihat langkah Adiknya yang sepertinya sedang menirukan dirinya ketika bermain tembak-tembakan dengan Delon.     

"Kamu ngapain sih?" dengus Nathan yang sudah tak tahan untuk tidak bertanya pada Adiknya.     

Nefa tidak menoleh dengan pertanyaan Nathan. Tapi, langkah kecilnya masih mengayun.     

"Brisik! Nefa lagi mau tangkep penjahat. Lihat Mama disakiti penjahat. Pasti penjahatnya sangat jahat, Kak. Kakak bantu Nefaa sini," kata gadis cantik itu dengan tangan mengayun mengintruksi Nathan untuk ikut misinya menangkap seseoang yang berada di depan pintu itu.     

Nathan yang mendengar perkataan Adiknya membalas dengan berdecak. "Males! Tangkep sendiri sana. Kayak aku nggak ada kerjaan aja," balasnya yang berlalu ingin meninggalkan Nefa.     

Namun, belum juga Natajan berhasil berjalan kembali ke arah Papa dan Mamanya, tangan bocah laki-laki itu sudah ditarik Nefa sembari berlari kecil ke sana.     

"Nefaa, Nathan Sayang. Ke sini, Sayang! Mungkin mereka hanya salah kamar saja," teriak Rachel kencang. Tapi, kedua anaknya masih saja mendongak pada gagang pintu yang begitu tinggi bagi mereka.     

Nefa menunjuk ke arah gagang pintu itu. "Kalau ditarik pintunya pasti terbuka, Kak," ujar Nefa dengan suara menggemaskannya.     

Nathan menghembuskan napas berat sembari memutar bola mata hitamnya jengah.     

"Di mana-mana Gagang pintu itu kalau ditarik terbuka, Nefa. Kecuali pintunya dikunci Papa. Kamu belajar di sekolah dapat nilai berapa sih?"     

Nefa dengan polosnya menjawab dengan hitungan jemari berjumlah delapan. Dan respon yang diberikan Nathan hanya mengangguk dengan tatapan malas. "Pantas aja. Tiru Kakak dong, selalu dapat sempurna. Makanya jangan main pasir mulu!" ejek Nathan berlalu pergi meninggalkan Nefa yang masih mendongak.     

"Kakak, bantuin dulu baru kaburr!" sungut Nefa.     

"Nggak mau!" jawab Nathan ketus.     

Rachel dan Delon saling melempar tawa melihat kelakuhan menggemaskan kedua anaknya. Delon mengangkat kembali tubuh kecil putranya yang sudah melebarkan kedua tangan.     

Delon menggendong terlebih dulu Nathan sebelum ia serahkan kepada Nyonya cantiknya. "Lain kali jangan begitu dengan Adikmu sendiri. Lihat Nefa sedih di sana." Lelaki tampan itu menujuk ke arah putrinya yang sudah menekuk paras menggemaskannya.     

Nathan mengendikkan bahu menatap keberadaan Adiknya. "Nefa lagi main, Pa. Nathan nggak ngapain-ngapain," balasnya masih sama keras kepala tidak mau disalahkan, jika dirinyalah yang membuat Nefa sedih.     

"Bawa sini Putraku, Pa!" pinta Rachel.     

Delon pun dengan senang hati memberikan tubuh putra mereka ke dalam pelukan sang istri. Sedangkan dirinya mengayun langkah ke arah sang putri yang sedang terduduk di atas lantai dengan menopang dagu menggunakan satu tangan.     

"Tuan Putri Papa kenapa?" tanya Delon yang sudah mendudukkan tubuh di atas lantai juga sembari memiringkan wajah menatap wajah menggemaskan itu.     

"Kakak nggak mau main sama Nefa, Pa. Nefa juga nggak bisa buka itu." Gadis kecil itu menunjuk ke arah gagang pintu. Delon mengukuti arah tunjuk putrinya. Lalu, mengangkat tubuh kecil untuk berada di gendongannya.     

Delon berjalan ke arah pintu itu meraih gagang pintu. "Tuan Putri Papa mau buka pintunya?" tanyanya yang diangguki Nefa. "Sini tangannya. Tapi, awas kepala nanti jadi benjol seperti Mama dulu," imbuh Delon dibalas tawa riang Nefa yang seketik mengingat kening Mamanya.     

Gagang pintu itu pun perlahan ditarik Nefa dan seketika memunculkan seseorang yang berada di depan pintu.     

"Papa ada orang jahat!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.