HE ISN'T MYBROTHER

Special Part Of Anita Anin



Special Part Of Anita Anin

0Ruangan asing dan beberapa perlakukan yang tak asing membuat wanita itu merengut kesal. Ia sudah lari sekencang mungkin kenapa bisa secepat ini tertangkap lagi. Bahkan tanpa ia sadari dirinya terperangkap oleh orang yang selalu ia percaya.     
0

"Lepaskan Aku Anin! Kamu kenapa menjadi musuhku? Aku ini Kakakmu, seharusnya kamu membiarkan aku menghabisi mereka dengan tanganku sendiri."     

Anita masih saja memberontak berbagai rantai yang memperangkap dirinya saat ini. Rasanya ia menyesali dulu tidak jadi menembak mati saudara kembarnya. Jika kejadiannya akan berbalik seperti ini, seharusnya Anita tak memberi hati.     

Anin semakin mengayun langkah semakin dekat dengan tubuh saudaranya. Ia memang menggunakan cara licik untuk menangkap Anita. Tapi, hanya ini yang bisa ia lakukan untuk menghentikan aksi gila Anita.     

"Hentikan aksi balas dendammu. Mama dan papa sudah meninggal. Dan paman juga sudah tidak mempermasalahkan tapi, kau terus saja mencari masalah," ujar Anin tak kalah tajam dengan apa yang dikatakan Anita.     

Anin sadar jika Anita adalah Kakaknya. Namun cara yang digunakan adalah salah. Sudah banyak nyawa melayang hanya karena menuruti perintah Anita. Dan kali ini Anin tak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.     

Setelah anak buahnya memukul tengkuk Anita hingga pingsan. Dan ia juga sudah menyiapkan helikopter kecil agar tidak membuat orang-orang di sana curiga dengan kedatangan dirinya.     

"Dendam tetaplah dendam. Aku menjadi sengsara dan tidak bisa menik.ati hidup karena mereka. Dan sekarang aku yang masih hidup harus membalaskan dendam itu. Mereka tidak boleh makan dan minum dengan seenak hatinya ..."     

"Lepaskan aku, Anin. Kumohon, kau adalah Adik yang selalu penurut. Kenapa sekarang kau menjadi pembangkang? Apa karena lelaki itu?" sambung Anita yang langsung mendapat sorotan tajam dari Anin.     

Anin tidak memberikan balasan apa pun. Ia menggerakkan jemari di udara. Mengkode beberapa orang di luaran sana untuk masuk.     

"Nona, makanan yang dipesan sudah siap." Suara itu membuat kepala Anin mengangguk dengan posisi tubuh yang tak bergerak.     

"Terima kasih," ucap Anin kepada mereka.     

"Sama-sama, Nona."     

Anita masih menatap Anin dengan kebencian. Ia pikir hanya adiknya saja yang gila memperlakukan Kakak kandung seperti ini.     

"Kau harus makan dulu. Aku bukan Adik yang tega dengan Kakaknya. Hingga membiarkan dia mati," katanya yang perlahan mengambil meja dorong yang berisikan beberapa makanan yang diantar oleh beberapa pelayan tadi.     

Anita berdecak melihat salah satu piring sudah berada di tangan Anin. Tangan Anin sudah menyendokkan makanan itu, dan bersiap diayun di udara menuju mulut Anita.     

Namun respon mengesalkan ditunjukkan Anita yang tiba-tiba membuang ludah begitu saja pada sisi kiri tubuhnya.     

Ciuh!     

"Aku tidak sudi makan makanan seperti itu. Singkirkan semua makanan itu dariku!" bentak wanita itu masih dengan memberontak.     

Anin menghela napas panjang. Ia memang sudah biasa menghadapi sikap saudara kembarnya. Tapi, kenapa penolakan Anita selalu melukai hati Anin. Andai Anita mendengar sendiri pesan yang disampaikan kedua orang tua mereka. Pasti Anita tak akan seperti ini.     

Anita sungguh jauh berbeda dengan Anita yang Anin kenal dulu. Anita kecil yang begitu cantik dengan senyum yang selalu meneduhkan membuat seluruh orang jatuh cinta.     

Kini semua itu hilang karena hanya kebencian dan dendam yang membuat seorang Anita berubah menjadi sosok yang lebih menyeramkan dari seorang pembunuh.     

"Anita kau sudah membuat beberapa orang kehilangan sosok tulang punggung keluarga mereka ..."     

"Ada beberapa anak harus menjadi yatim piatu karenamu. Apa sekarang kau tidak cukup membuatku pusing?" tanya Anin dengan penuh arti. Tatapannya berkabut, ia ingin mengungkapkan segala kelelahan hati kepada Anita.     

Tapi, lihatlah ... wanita justru tertawa terbahak dengan juntaian rambut berantakan menutupi wajah putihnya.     

Anin mengerutkan kening dengan tawa yang terdengar di telinganya begitu nyaring. Ia penasaran apa ada perkataannya yang lucu sehingga membuat wanita itu menganggap apa yang ia katakan begitu menggelikan.     

"Mereka yang tidur denganku harus mati. Konsekuensinya memang begitu. Ada imbalan untuk diriku. Itu adalah permainan yang menyenangkan Anin. Apa kau ingin mencobanya?" tawar Anita dengan tawa terbahak tak henti.     

Sedangkan Anin meletakkan piring putih itu di atas kasur dengan napas beratnya. Ia sudah tidak tahu akal sehat Anita masih berfungsi atau tidak. Nyawa seseorang dia jadikan sebagai bahan permainan.     

"Kau sebaiknya harus mempertanggung jawabkan segala perbuatanmu di Inggris. Aku akan menyerahkanmu ke polisi ..."     

"Setiap penjahat harus segera dimasukkan ke dalam penjara. Meski kau Kakakku sendiri, Anita." Lanjut Anin sembari bangkit dari duduknya.     

Wanita cantik dengan pakaian serba putih itu membawa piring berisi makanan itu kembali diletakkan di atas meja dorong.     

Mendadak Anita menghentikan tawanya. Wajah itu berubah menjadi berubah datar dan dingin. Tatapan berkilat dan tajam mengarah pada sosok wanita cantik yang kini sedang berdiri menatap dirinya dengan dua tangan memegang pegangan meja dorong tersebut.     

"Anin, jangan lakukan itu. Apa kau ingin seumur hidup dihantui dengan rasa bersalah?"     

Anin yang mendengar perkataan Anita justru tertawa ringan sekarang. Ia sudah tidak bisa menghadapi seorang Anita tanpa bantuan polisi. Kejahatan saudara sudah tidak bisa termaafkan.     

Dirinya masih bisa memberikan sekolah pada anak-anak yang menjadi yatim piatu. Tapi, bagaimana mereka mempelajari makna kehidupan tanpa seorang ayah?     

Anin terkadang ingin sekali membunuh Anita untuk menebus segala dosa-dosa Kakaknya. Namun, semua itu sia-sia saja. Jika, ia melakukan hal tersebut. Sama saja dirinya sebagai cerminan dari seorang Anita.     

"Aku bukan Tuhan Anita. Aku ingin memberimu pelajaran sesuai dengan hukuman dunia. Aku juga tidak bisa menahan amarahku, jika aku mengingat betapa kejamnya kau!" seloroh Anin dengan nada meyakinkan.     

Anin memutar tubuh untuk berjalan keluar dari kamar Anita. Tapi, belum juga wanita cantik itu menarik gagang pintu. Suara teriakan kencang membuat Anin membalik tubuhnya kembali.     

"AAAAGGHH!"     

"KAU AKAN MENYESAL, ANIN!" teriak Anita sekuat tenaga.     

Anin menggeleng, ia kembali mengayun langkah untuk keluar. Pintu itu langsung ia tutup dengan kuat, bahkan Anin menambah dengan menguncinya.     

Wanita cantik itu menggulirkan linangan air matanya untuk mencoba membuat dirinya kuat berdiri dan bertahan menanti Anita untuk kembali padanya. Tapi, sepertinya usaha Anin akan terasa sulit melihat gangguan jiwa yang sekarang sedang dialami Anita.     

"Apa yang kulakukan lagi, Ma ... Pa. Kakak sudah tidak ingin aku mencampuri hidupnya ..."     

"Hidup Anita sekarang sangat hancur. Dia tidak pernah merasakan cinta. Bahkan dia menolaknya. Hikss... aku butuh kalian di sini," sambung Anin seraya menangkup wajah basah itu dengan kedua tangannya.     

Tubuh Anin bergetar hebat seiring dengan goresan ingatan manis mereka yang pernah tercipta. Ia hanya ingin Anin kembali, dan mempertanggung jawabkan semuanya. Anak-anak tak berdosa itu selalu saja menjadi mimpi terkelam seorang Anin.     

"Kapan kamu kembali, Kak?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.