HE ISN'T MYBROTHER

Kemarahan Monica



Kemarahan Monica

0Suara tangis terdengar begitu pilu. Wanita paruh baya itu terlihat beberapa kali terjatuh dan tak sadarkan diri melihat lampu ruang operasi tak kunjung berubah warna.     
0

Putra yang selalu ia rawat sejak kecil sekarang sedang bertarung nyawa di dalam sana. Ia sungguh tak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Nino tak bisa terselamatkan mengingat pesan suster yang mengatakan putranya mengeluarkan begitu banyak darah.     

"Nino, kamu harus bisa berjuang. Jangan tinggalkan mama," lirih Sarah dengan tubuh bergetar. Di sampingnya sudah ada Monica yang sedaritadi memeluk wanita paruh baya itu, hanya sekedar menenangkan. Karena dirinya pun tak kuasa menyimpan kepiluan dalam hatinya.     

Buliran kristal jatuh berlinangan begitu saja di kedua pipi putih Monica. Andai saja suaminya tidak ikut untuk mengejar wanita bertopeng itu, pasti Nino masih akan bersama mereka.     

"Kenapa Nino harus ikut mencari wanita itu, Mi? Jika Nino tidak ikut Pak Delon pasti Nino masih ada di samping kita," ujar Monica dengan suara serak.     

Setelah ia mendapatkan telpon dari Regan, dirinya pun sama seperti Sarah. Perempuan itu tak kuasa menahan diri untuk tidak terisak hingga dadanya terasa sesak.     

Delon menatap lekat ke arah kedua wanita berbeda umur itu. Ia juga merasa bersalah karena telah memposisikan Nino dalam bahaya. Namun semua yang terjadi sungguh di luar perkiraannya. Karena ia tahu Nino adalah pemuda terbaik yang selalu ia andalkan di berbagai tugas.     

Tapi, entah kenapa hari ini pemuda itu begitu lengah hingga membuat dirinya terlibat dalam perterungan nyawa.     

"Maaf, Mi ... Mon. Aku benar-benar minta maaf atas kejadian ini," ucap Delon dengan nada sendunya.     

Wanita paruh baya itu hanya menatap dengan bola mata basah dengan lidah Kelu untuk menjawab permintaan maaf dari Delon. Ia tahu jika ini semua adalah resiko yang harus ditanggung dari sebuah pekerjaan.     

Tapi, berbeda dengan Monica. Menantunya itu tidak terima dengan permintaan maaf Delon. Suara tingginya melengking di seluruh telinga orang-orang yang berada di sana. Padahal tubuh Delon juga penuh dengan luka. Namun lelaki itu tidak memperdulikan.     

Monica tiba-tiba berdiri dari duduknya. Ia memandang tajam ke arah lelaki yang berada di depannya. Meski mereka terpaut beberapa dua meter.     

"PERGI!"     

"Jika semua ini tidak karena Rachel, pasti Nino tidak akan pernah tertusuk pisau itu! Kenapa harus Nino yang Bapak perintah? Kenapa tidak orang lain?" tambah Monica dengan tatapan berkilat bercampur kesedihan seorang istri yang begitu dalam.     

"Mon, sudah Sayang. Semua sudah terjadi, kita tidak perlu menyalahkan siapa pun. Kita harus mendoakan Nino," ucap Sarah mencobe menenagkan menantunya yang begitu marah terhadap takdir yang sedang terjadi.     

Delon tidak bisa mengatakan apa pun. Ia cukup tahu apa yang dikatakan Monica memang benar. Seharusnya dirinyalah yang tertusuk pisau itu, bukan Nino.     

Monica menggeleng dengan perkataan mertuanya. Ia tidak bisa begitu saja menerima keadaan suaminya yang masih berada di ruang operasi.     

"Apa hanya karena Rachel seluruh orang harus terluka? Apa kebahagian Rachel harus mengorbankan kebagian orang lain?!" bentak perempuan itu.     

Delon mengangkat kepala mendengar nama istrinya disangkut pautkan dalam kegusaran perempuan di depannya.     

"Jangan pernah salahkan Rachel. Dia tidak pernah tahu semua ini akan terjadi. Bahkan saat ia mengetahui kedua kakinya lumpuh, dia tidak pernah mengizinkanku memberi pembalasan pada orang yang melakukan itu padanya ..."     

"Tapi, ini semua juga menyangkut tentang masalah pekerjaan. Nino adalah bawahanku, dia menandatangani seluruh perjanjian yang telah kami setuju sejak dulu. Jadi, kuperingatkan kau agar tetap menjaga perkataanmu!" balas Delon panjang lebar dengan nada dinginnya.     

Lelaki itu tidak pernah suka siapa pun menyalahkan istrinya. Karena ini semua memang tidak kesalahan Rachel.     

Monica melipat kedua tangan dengan senyum seringai di bibirnya. " Dari dulu bukankah begitu? Kau berani melawan keluarga yang sudah berbaik hati mengangkatmu, dan justru menyakiti hati mereka hanya untuk membebaskan hati Rachel?"     

Delon mengeraskan rahangnya mendengar perkataan Monica. Ingin rasanya ia mencengkram mulut itu hingga remuk di dalam tangannya.     

Satu tepukan di atas bahu kanan Delon membuat langkah lelaki tampan itu terhenti. Ia menoleh ke arah tangan asing itu berasal.     

"Jangan masukkan ke hati. Dia hanya sedang terpukul karena Nino sedang dalam kondisi kritis," ucap Regan yang baru saja selesai diberishkan lukanya oleh suster dan istrinya.     

Sedangkan Sellyn segera berlari ke arah Monica. Ia tidak pernah tahu jika Monica memiliki kemarahan seperti ini. Padahal setiap Rachel ada masalah, pasti Monicalah yang pertama pasang badan.     

"Mon, tenang. Lo harus tarik napas ... terus Lo buang. Lo nggak bisa selesaikan semua ini dengan kemarahan. Lo juga nggak bisa membalikkan keadaan," kata Sellyn sembari mengusap punggung sahabatnya dengan lembut.     

Monica tak bergeming di tempat. Perempuan itu masih memberikan tatapan berkilat pada Dosen yang berada di depannya. Ia melepas tangan Sellyn kasar. Kini tubuh itu berbalik dan kembali duduk di samping Sarah yang masih menangis hingga detik ini.     

Sellyn mendesah frustasi. Ia tidak menyalahkan Monica yang marah pada Delon atau seluruh keadaan karena. Jika dorinya dalam posisi Monica pun akan tetap sama.     

Sellyn mengkode ke arah suaminya untuk membawa Delon pergi dari sini terlebih dulu. Karena kondisi hati Monica sedang tidak baik.     

Regan yang mengerti kode yang diberikan istrinya pun langsung mengangguk paham. Ia kembali menyentuh pundak itu dengan sedikit hentakkan.     

"Lon, lo—"     

"Hem, gue tahu. Gue bakal ke rumah sakit Rachel," ujar Delon cepat seakan tahu apa yang akan dikatakan sahabatnya itu.     

Regan menjadi merasa bersalah karena secara tidak langsung ia mengusir boss sekaligus sahabatnya sendiri.     

'Maaf, Lon!' batin Regan.     

Lelaki tampan itu berjalan ke arah Sarah yang masih terisak tangis. Delon mendekatkan tubuhnya, lalu berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan wanita paruh baya itu yang sedang terduduk.     

"Mami, aku minta maaf telah membuat Nino dalam kondisi seperti ini. Mami tahu, jika tahu tidak mungkin mencelakai Nino ... a-ku sungguh minta maaf," tutur Delon dengan suata tercekat.     

Sarah mengusap punggung tangan Delon dengan senyum simpul penuh lara sebahai seorang ibu.     

"Tidak apa-apa, Delon. Semua telah menjadi takdir. Mami tidak pernah menyalahkan semua yang telah terjadi. Pulanglah, temui Rachel ... dia sedaritadi menangisimu dan segalanya," jawab wanita paruh baya itu.     

Delon meraih tangan Sarah. Lelaki tampan itu memberikan kecupan di punggung tangan tua tersebut.     

"Aku akan segera kembali lagi, Mi."     

Sedangkan Monica masih saja membuang wajah dengan keberadaan Delon di sana. Bahkan ia tidak peduli dengan segala perkataan yang terucap.     

Baginya keselamatan Nino adalah hal nomor satu yang bisa menenangkan dirinya. Ia tidak bisa seikhlas seperti mama mertuanya saat memaafkan Delon begitu saja.     

'Aku tidak akan memaafkan siapa pun jika suamiku terjadi apa-apa di sana.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.