HE ISN'T MYBROTHER

Ada Apa Dengan Nino?



Ada Apa Dengan Nino?

0"Anita? Siapa yang kau maksud? Jangan main-main denganku! Kau seharusnya mati di tanganku!"     
0

Delon terkekeh mendengar suara itu. "Kau yang harus mati ditanganku. Sepertinya kematianmu yang lalu harus dilakukan sekarang." Lelaki itu mengarahkan senjata ke arah dada Anita.     

Seluruh orang tadinya sibuk dengan pukulan dan perlawanan mereka sendiri-sendiri. Kini mereka mundur di belakang para pemimpin mereka sendiri.     

Sedangkan Regan begitu terkejut menemukan Nino yang tergeletak di atas rumput liar, sudah tidak sadarkan diri. Dengan cepat Regan memapah tubuh Nino yang sudah bersimpah darah karena sebuah tusukan di bagian perut adiknya.     

Delon melirik keberadaan Regan yang memang ia sengaja untuk mengulur waktu membuat Nino aman dari tempat ini.     

Sekarang waktu dirinya dan Anita. Delon tak akan pernah main-main dengan rasa sakit yang diderita istrinya. Tembakkan kedua meluncur begitu saja di kaki kokoh Anita sehingga membuat wanita itu memekik kesakitan.     

Senyum itu terulas begitu jelas. Rasa sakit tak lagi ia rasakan sebagai pemutus nyawa. Anita justru melempar tanah dar kepalan tangannya.     

"Aagghh!" Delon berteriak saat merasakan matanya begitu perih terkena lemparan tanah Anita. Sehingga membuat lelaki itu kehilangan keseimbangan dari tubuhnya. Dan satu tendangan keras tiba-tiba mengenai perut Delon hingga membuat tubuh lelaki itu terlempar di atas tanah.     

BUGH!     

"Apa yang kau pikir Anita bisa melakukan ini? Apa benar kau mengenaliku sebagai Anita atau orang lain?"     

Anita melepas kulit buatan yang selalu wanita pasang di kedua kaki untuk melindungi tembakan secara tiba-tiba. Dan meletakkan kantong darah di sana agar terkesan dirinya memang sedang tertembak oleh peluru dari musuhnya.     

"Mereka selalu berguna," kata Anita saat membuang begitu saja dua kulit buatan yang didesign khusus untuk dirinya.     

Anita mulai mengayun langkah ke arah Delon yang masih tidak bisa bangun. Kedua mata itu juga masih terasa perih untuk kembali terbuka.     

"Kau pikir bisa mengalahkanku?" tanya Delon dengan nada mengejek. "Beruntung aku dulu tak benar-benar menganggapmu sebagai wanita baik. Dan lihat sekarang? Antoni sangat salah membenciku hanya karena wanita buruk sepertimu!" tambahnya dengan nada menekan, seakan tak mempermasalah apa yang terjadi pada kedua matanya.     

Padahal Delon sekuat tenaga menahan perih yang teramat sangat semakin ia membuka mata.     

Anita tertawa terbahak. Wanita itu perlahan membuka topengnya. Lalu meletakkan topeng itu di depan kedua pantulan mata.     

"Apa kau yang membuat semua ini terbuka?" tanya wanita itu pada topengnya dengan mata memicing. Tetapi senyum seringainya yang muncul membuat tampilan wajah Anita begitu menyeramkan, meski wajah itu nampak sangat cantik.     

DOR!     

Satu tembakkan menembus topeng tersebut. Dan peluru itu juga langsung menembus salah satu anak buah Delon hingga memekik dan terjatuh di atas tanah dengan mata melotot.     

Delon menggeram medengar suara anak buahnya. Ia masih saja belum bisa membuka mata. Tanah yang masuk ke dalam mata harus bisa ia bersihkan dengan air. Tapi, dari mana ia bisa mendapatkan air. Sedangkan untuk berdiri saja lelaki itu tidak bisa.     

"Sekarang giliran kau! Kau ingin menyusul istrimu kan?"     

Anita sudah meletakkan senjatanya di depan. Ia sudah menutup salah satu mata untuk mengarahkan senjata itu di area leher tegas Delon. Namun belum juga tangan Anita berhasil menarik pelatuk senjatanya. Mendadak tubuhnya di pukul seseorang dari belakang.     

"Aagghh!"     

Dan tubuh kecil itu terangkat oleh tangan seseorang.     

Wanita itu sudah tidak bisa lagi berkutik. Tubuhnya jatuh pingsan di tangan lelaki bertopeng hitam tersebut. Dan segera dibawa lari hingga tak ada yang bisa mengerjarnya. Baik dari anak buah Anita maupun anak buah Delon.     

"Lon, pakai ini." Max mengguyurkan air di wajah Delon. Dan berkat bantuan Max akhirnya Delon baru bisa menyegarkan kedua bola matanya yang memerah.     

"Thanks. Ke mana perginya dia?" tanya Delon sesaat saat menyebar pandangan ke seluruh arah. Tapi, ia tidak menemukan di mana Anita. Padahal ia mendengar suara senjata terangkat.     

Max berdehem pelan untuk menyegarkan tenggorakkannya. Ia ikut melempar pandangan ke arah pandang Delon berkeliaran.     

"Tadi ada orang yang tiba-tiba membawa dia lari. Tubuhnya sudah pingsan ..."     

"Sorry, aku tidak bisa menolongmu karena senjata wanita itu begitu dekat denganmu. Aku takut salah melangkah dia tahu dan langsung menarik pelatuk itu," tambah Max yang perlahan membantu tubuh Delon untuk berdiri.     

'Sorry, ada hal yang akan kau ketahui nanti. Tapi, bukan sekarang,' batin Max.     

Delon mengusap wajah basahnya dengan kasar. Ia beruntung tidak mengalami luka apa pun. Tapi, ia menyayangkan beberapa anak buah dan Nino yang harus mengalami luka parah serta beberapa yang meninggal di tempat.     

"Max bantu mereka yang mengalami luka. Aku akan membantu sisanya," perintah Delon yang diangguki lelaki kekar itu.     

Sedangkan di rumah sakit. Rachel tak henti-hentinya menatap arah jarum jam yang bergerak seiring dengan pergantian siang menuju ke malam.     

Jemari itu juga tak henti-hentinya bertaut, berharap seseorang yang ia tunggu masuk dari pintu itu dan berlari memeluknya. Namun sepertinya itu tak akan mungkin mengingat Delon sedang menghadapi orang yang begitu berbahaya.     

'Sedang apa kak Delon di sana? Apa dia baik-baik saj—' gumaman batin perempuan cantik itu terhenti tiba-tiba saat mendengar suara Sarah yang bernada tinggi. Bukan hanya dirinya yang harus mengalihkan pandangan ke arah wanita paruh baya itu. Sepertinya Martha dan Sesil pun ikut terbangun dari tidurnya.     

"Di rumah sakit mana?" tanya Sarah dengan tubuh bergetar.     

Pertanyaan itu membuat Rachel mengerutkan kening. Ia juga ingin tahu apa yang sedang terjadi kenapa suara mami Sarah begitu bergetar.     

Terlihat wanita paruh baya itu sudah berlinangan air mata saat memasukkan benda pipihnya ke dalam tas jinjingnya.     

"A-ku tak bisa di sini. Aku harus pergi," katanya yang membuat seluruh orang semakin mengerutkan kening dengan tebal.     

"Jangan gila, Sarah. Ini sudah jam berapa? Lihatlah ini sudah jam dua malam. Dan tak mungkin kamu bisa pergi sendiri," kata Martha yang begitu mencemaskan sahabatnya itu. Tak mungkin ia tega membiarkan Sarah pulang dengan kondisi ketakuan seperti ini.     

"Ada apa, Mami? Kenapa wajah Mami basah?" tanya Rachel dengan suara lirih namun bisa terdengar jelas di telinga mereka semua.     

Sarah mengarahkan pandangan ke arah Rachel yang juga masih memandangnya dengan lekat. Wanita paruh baya itu ingin membuka mulutnya. Tapi, tiba-tiba tubuhnya terjatuh begitu saja di atas lantai dengan posisi terduduk.     

"Sarah!"     

"Sarah!"     

Martha dan Sesil kompak memanggil nama itu reflek.dan langsing berlari kecil ke arah tubuh Sarah. Kedua mata wanita paruh baya itu terbuka lebar dengan linangan air mata yang masih saja turun tanpa henti.     

"Ni-No ... dia ...." Sarah sengaja memutus kalimatnya karena merasa lidahnya begitu kelu untuk dilanjutkan.     

"Iya, Nino kenapa Sar? Ada dengan Nino kita?" tanya menelisik Martha.     

"Kritis."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.