HE ISN'T MYBROTHER

Aku Harus Pergi, Chel.



Aku Harus Pergi, Chel.

0Delon memutar bola mata hitamnya seiring dengan ponselnya yang baru saja menutup layar. Ia mengarahkan pandangan ke arah senyum istrinya yang tergores begitu cantik.     
0

Lelaki itu mulai mengayun langkah ke arah Rachel yang sedang dilingkari oleh para wanita paruh baya. Dengan langkah yang semakin dekat, Delon membungkukkan tubuh di sela celah tubuh mereka yang terbuka.     

"Hallo, apa aku bisa berbicara dengan istriku?"     

Seluruh orang di sana memutar kepala ke arah asal suara itu termasuk Rachel sendiri.     

Martha terkekeh kecil sembari menutup mulut. Wanita paruh baya itu mencolek Sesil dan Sarah untuk segera meninggalkan mereka berdua kembali. Padahal baru saja Rachel dan Delon bersama setelah menyelesaikan makan siang.     

"Ayo-ayo, kita pergi! Dasar anak muda sukanya berduaan terus," ejek Martha seakan menirukan perkataan mertuanya dulu saat Jeno selalu ingin dekat dengan dirinya.     

"Ayolah! Delon takut istrinya takut diambil orang," tambah Sesil yang beranjak pergi. Disusul dengan Sarah hanya tergelak seiring dengan langkah terayun.     

Rachel yang semula menatap punggung para wanita paruh baya itu pun akhirnya memutar kepala ke arah suaminya sembari memajukan dagu.     

"Aku tidak bisa berjalan. Jadi, aku hanya bisa terduduk di sini. Ada apa?" tanya Rachel.     

Delon mengecup bibir itu sebelum menjawab pertanyaan Rachel. Hingga membuat kedua bola mata coklat itu melotot. Lalu, ia melirik ke arah seluruh orang yang sedang melihat dirinya dan Delon.     

"Kak, aku sudah bilang jangan lakukan itu. Di sini masih banyak orang," protes permpuan cantik itu yang membuat Delon gemas dan memberi kecupan cepat di seluruh inci wajah Rachel.     

Delon semakin tertawa melihat Rachel terhadapnya.     

"Jangan pernah katakan kamu tidak bisa berjalan. Kamu masih mempunyaiku untuk berjalan. Kakiku adalah kakimu. Di mana pun aku berada, itu akan ada kamu di sana," ucap Delon membuat Rachel mengangkat kepala. Menatap lekat ke arah suaminya.     

"Sayang, aku harus pergi. Mereka membutuhkanku. Apa kamu bisa membawa kepercayaanku untuk tetap menungguku pulang?" Lanjut Delon semakin membuat iris coklat bening itu berkaca-kaca.     

Rachel mengulurkan kedua tangan di atas bahu lelaki tampan itu. Ia menggegam kuat kemeja itu hingga Delon merasakan sedikit sakit di sana.     

"Jangan menangis. Aku belum berangkat, Sayang. Aku masih di sini."     

Delon menyeka linangan air mata Rachel yang tergenang di sana. Ia mengingat saat Regan meminta bantuannya untuk menghadapi kelicikan wania bertobeng itu. Karena mereka semua yang berada di sana kualahan.     

Bahkan banyak anak buah Delon yang harus terbunuh karena lincahnya wanita itu memainkan senjata dan berbagai hal tipuan lainnya.     

"Aku ingin menangkap siapa pun yang telah menyakiti istriku. Dia harus mendapatkan balasan yang setimpal. Kau tidak boleh pergi dari sini. Apa kamu mengerti, Sayang?" Delon kembali mengulangi kalimatnya.     

Delon tidak bisa semakin lama di sini. Ia harus bisa cepat menyelamatkan mereka semua. Karena hanya lelaki itulah yang dapat menyamai kemampuan menembak dari wanita bertopeng tersebut.     

"Nggak, nggak ... kamu nggak boleh pergi, Kak. Aku tidak mau kamu terluka di sana. Kumohon jangan," ujar Rachel memohon. Ia sudah cukup merasakan duka yang begitu dalam mendapati kedua kakinya lumpuh.     

Rachel benar-benar tidak mau sampai nyawa suaminya terenggut hanya karena ingin menangkap wanita misterius itu. Linangan air mata Rachel semakin deras.     

"Sayang, aku akan kembali. Bukankah aku sudah berjanji?" balas lelaki tampan itu yang sudah memasukkan kepala istrinya ke dalam pelukannya.     

Delon mengusap lembut kepala belakang Rachel mengecup pucuk kepala itu dengan sayang. Namun tetap saja tangis istrinya tidak bisa terhenti.     

"Sayang kamu ingat sahabat-sahabatmu? Suami mereka berada di sana. Apa kamu bisa melihat mereka akan berakhir sendiri?"     

Kalimat Delon membuat Rachel membuka mata basahnya lebar. Ia juga tidak ingin itu terjadi. Tetapi, untuk melihat suaminya harus bertarung nyawa, Rachel juga tidak bisa.     

"Apa ada yang lain? Anak buahmu?" Rachel mulai bersuara kembali dengan suara seraknya. Tatapan sendu itu masih saja tak bisa mengiyakan apa yang dikatakan Delon tadi.     

Delon menggeleng. Karena seluruh anak buahnya sudah ia turunkan untuk membunuh seluruh anak buah wanita misterius itu. Tapi, sayangnya sang pemimpin justru lari dari bidikkan Regan.     

"Mereka sudah terbunuh, Sayang. Aku akan segera pulang. Aku akan membawa wanita itu," ucap Delon sekali lagi. Lelaki itu mengecup dalam kening Rachel dengan berat. Lalu, perlahan tautan kedua tangan itu Delon lepaskan secara paksa.     

Tubuh Rachel semakin bergetar, perempuan itu menggeleng saat tubuh suaminya semakin jauh darinya.     

"Kak, jangan pergi!" teriak perempuan cantik itu sekuat tenaga hingga seluruh orang menatap ke arah mereka dengan penuh arti.     

Delon mendekati ke arah Martha yang ikut menatap tak berkedip ke arah mantu dan putri yang tadinya terlihat begitu mesra kini berlinangan air mata. Sebenarnya ada apa?     

Sarah menyenggol lengan tangan Martha saat Delon sudah berada di depan wanita paruh baya tersebut. Tubuh Martha berjengit saat ia melihat bola mata hitam itu nampak terlihat begitu berkaca-kaca.     

"Ada apa, Lon? Papamu akan sangat marah jika melihat putrinya kau buat menangis seperti ini," kata Martha yang membalas genggaman tangan menantunya.     

Delon tak.kuasa menahan air matanya untuk tidak membasahi kedua rahang tegasnya. Keputusan ini memang berat dengan segala resiko yang memungkinkan akan sangat berbahaya. Tapi, ia harus melakukan ini untuk menyelamatkan orang-orangnya yang masih tersisa.     

"Aku harus membantu Regan dan Nino, Ma. Aku akan membawa wanita yang membuat Rachel lumpuh. Tapi, sebelum aku pulang, aku titip istri dan kedua anakku, Ma ..."     

"Aku akan segera pulang. Aku janji," tambah Delon dengan nada penuh kesedihan. Apalagi ia tidak bisa mencium ataupun memeluk kedua anaknya karena Jeno membawanya pulang.     

Marthan mengernyitkan kening mendengar perkataan Delon. Pantas saja putrinya begitu terisak hingga tak bisa berkata-kata lagi untuk menahan lelaki yang berada di depannya.     

Wanita paruh baya itu menepuk.bahu kekar Delon dengan senyum simpul tergores di sana.     

"Pergilah, Boy. Mama akan memberi pengertian pada istri dan kedua anakmu. Tapi, kau harus menempati janji mama ..."     

"Pulanglah dengan selamat dan jangan terluka. Mama tidak mau menerima menantu yang tidak tampan. Jangan sampai mama menggantikanmu dengan lelaki yang lebih tampan untuk menjadi suami Rachel," sambungnya.     

Delon mengangguk dengan Isak tangisnya yang sudah tak bisa terbendung. Ia menoleh ke arah istrinya yang masih menatapnya dengan penuh pilu.     

Lelaki itu kembali lagi berlari ke arah Rachel. Entah kenapa kepergiannya ini terasa begitu berat. Seakan dirinya juga sangat sulit berpisah dengan Rachel.     

"Katakan kamu mencintaiku, Sayang. Aku akan membawa kalimat itu hingga aku kembali." Delon memeluk erat tubuh Rachel yang semakin memeluknya erat juga.     

"A-ku sangat mencintaimu, Kak. Kembalilah, atau aku akan benar-benar membencimu seumur hidupku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.