HE ISN'T MYBROTHER

Mimpi atau Kenyataan?



Mimpi atau Kenyataan?

0Suara berderit membuat telinga seseoang terjaga. Dengan kelopak mata yang memberat ia perlahan mengangkat kepala, menoleh ke arah pusat suara.     
0

Beberapa orang masuk dibalik cahaya yang begitu terang. Kedua mata Delon memicing berusaha untuk terbuka, namun tetap saja ia tak bisa melihat wajah beberapa orang tersebut.     

Delon akhirnya membuka mata lebar saat mendapati kenanagnnya dirinya dan Rachel nampak jelas di mata. Ia takut, jika ....     

"Tuan Delon? Apa kami bisa meminta waktunya?" Suara hormat itu membuat Delon memutar kepala dengan tatapan dingin. Ia melihat di sampingnya sudah ada wanita paruh baya memakai jubah putih.     

Delon kembali menatap keberadaan istrinya yang masih terbaring di atas brankar.     

"Tuan Delon, saya hanya ingin memeriksa keadaan Nyonya Rachel." Ulangnya membuat Delon tetap sama membeku di tempat.     

"K-ak ...." Suara lirih itu membuat napas Delon kembali terlepas. Keringat dingin yang sempat keluar telah membasahi kening hingga rahang.     

"Chel, aku pikir. Astaaga! Aku sungguh takut," ucap lelaki tampan itu yang langsung mengahmbur ke dalam pelukan istrinya. Delon sesenggukan di sana. Ia benar-benar takut jika kenangan manis yang telah mereka lewati hanya semu belaka.     

Rachel tertawa lemah diiring beberapa orang yang telah berada di sana. Perempuan cantik itu menepuk-nepuk lembut punggung kekar suaminya.     

"Jangan takut, aku masih di sini."     

"Mamaa!"     

"Mamaa!"     

Teriakan nada kecil menggemaskan itu membuat peluakan Delon melemah. Tubuh kekar bergetar kini menoleh ke arah dua anak kecil yang menengadah ke arah mereka membuat Delon kembali memasukkan wajah sembabnya di dalam pelukan Rachel.     

"Papaa! Kenapa Mama dipeluk lagi? Nefa juga mau peluk Mama," ucap merajuk gadis kecil itu dengan rambut teracak seraya membuka kedua tangan kecilnya.     

"Nathan juga mau peluk, Mama," timpal Nathan semabari mengangguk meski ia tak peduli dengan tampilannya sekarang dengan mata berlipat dan beberapa jalur kereta di pipi gembul itu.     

Rachel menerbitkannya senyum cerah ke arah kedua malaikat hidupnya untuk sekedar memberi pengertian sebentar. Sedangkan Rachel kembali mengalihkan pandangan ke arah dokter untuk meminta maaf karena telah mengulur waktu.     

"Mas, ayo bangun. Itu Nathan dan Nefa sudah merengek. Kamu nggak dengar?" bisik perempuan cantik itu dibalas dengan anggukan.     

"Sebentar, Sayang. Aku malu." Delon benar-benar malu dengan mata sembabnya terlepas dari pelukan sang istri. Apalagi di belakang dokter dan dua suster tersebut ada lagi seseorang yang akan menertawakan dirinya hingga ke dasar jurang.     

Perlahan ia mengendurkan pelukan itu. Lalu mengambil satu persatu anaknya untuk bisa memeluk sang mama.     

"Sudah?" tanya Delon yang diangguki keduanya dengan kompak.     

"Nefa mau bersam Mama. Nefa tidak mau jaih-jauh sama Mama lagi," rengek gadis kecil Delon yang perlahan dibawa pergi dari sisi Rachel.     

"Mama akan diperiksa Ibu dokter. Jangan diganggu dulu. Tuh, ada Om Nino sama Tante Monica," kata Delon menunjuk dua orang yang sedang menahan tawa sedritadi.     

Delon mencebikkan bibirnya melihat pasangan itu. Jika Rachel tidak sedang sakit dan kondisinya masih begitu lemah. Lelaki itu pastikan akan memberi Bogeman mentah kembali pada wajah tampan itu.     

"Aduh, sini gadis manis. Biarkan Papamu membersihkan ingusnya. Kasihan pagi-pagi udah nangis," ejek Nino saat mengambil alih tubuh kecil Nefa di dalam gendongannya.     

Nefa lebih menyukai digendong oleh lelaki tampan daripada dengan Sellyn ataupun Monica. Karena itu Delon bagaimana mengalihkan perhatian gadis kecilnya.     

"Apa perlu tisu, Pak?" timpal Monica yang semakin menambah tajam saja bola mata hitam legam tersebut.     

"Kau absen berapa? Jangan lupa nilamu padaku." Delon berucap dingin. Ia pun punya senjata untuk membungkam mulut istri anak buahnya tersebut.     

Monica melebarkan mata mendengar ancaman Delon. Dengan cekatan perempuan itu melebarkan senyum cantiknya, dan mengarahkan tisu itu pada wajah Nefa.     

"Bapak ini bisa saja. Ini tisu maksudnya untuk Nefa yang cantik. Mana mungkin untuk Pak Delon. Hahaha," imbuh perempuan itu lagi dengan tertawa takut.     

Monica mencubit perut suaminya untuk membantu membujuk lelaki berwajah arca di depan mereka. Bisa bahaya jika Delon akan menurunkan nilainya yang pas-pasan itu menjadi lebih anjlok lagi.     

"Aduh!" Nino mengaduh dengan tubuh menjengit merasakan panas dari kode istrinya yang selalu saja bisa membuat dirinya bertekuk lutut, menurut.     

"Boss, DNA itu telah keluar hasilnya. Seluruh darah yang menetes di hutan itu sama. Itu artinya wanita bertopeng itu benar-benar tertembak oleh anak buah kita dulu." Lapor Nino dengan penuh hormat meski keadaan mereka sangat kacau.     

Delon terlihat berantakkan dengan kemeja dan rambut. Sedangkan Nino masih merasakan sakit dari cubitan Monica.     

"Cepat berikan padaku. Aku akan memeriksa sendiri dan melakukan penelusuran lebih dalam," balas lelaki tampan itu.     

Nino menggeleng sebagai jawabannya. Sontak hal tersebut membuat Delon menautkan kedua alisnya. "Jangan turunkan nilai istriku dulu. Baru aku berikan laporan itu, bagaimana?" tawar Nino yang sepertinya akan sangat mempengaruhi otak cerdas Bossnya.     

Nino sudah memberi kode kepada Monica jika semua akan berada dalam kontrolnya. Perempuan itu sudah melegakan napas. Tidak lucu jika dirinya akan tidak lulus dalam mata kuliah Delon yang akan diperbarui setelah Rachel bisa lelaki itu tinggal.     

Delon menggeleng, kemudian memiringkan wajah ke arah putrnya untuk mewakili jawabannya.     

"Tidak bisa, Nino! Kau sungguh lancang!" Dengan suara menggemaskan Nathan membuat seluruh orang di sana tertawa terbahak begitupula dengan Rachel yang sedang diperiksa oleh Dokter tersebut.     

Nino menggaruk kepala belakang dengan senyum masam tergores di sana. "Nefa, Sayang. Kamu tidak akan membiarkan Om tampanmu ini dipermalukan kan?" Lelaki itu berharap jika fans kecilnya akan menolong dari dinginnya sentuhan angin malam.     

Tetap sayangnya gadis kecil itu justru mencium kedua rahang Nino dengan kecupan gemasnya. "Sudah! Apalagi yang harus Nefa bantuin? Bilang aja. Cium lagi?"     

Nino menepuk kening. Ia bahkan tak berpikiran jika Nefa akan menolongnya dengan cara ini.     

"Awas kamu. Jangan peluk aku nanti malam. Nggak ada jatah!" bisik Monica dengan senyum merekah menatap ke arah Nefa yang juga menatap ke arah perempuan cantik itu.     

'Mampuss guee! Sialan bener mulut generasi anak raja iblis itu,' batin Nino dengan membalas memelas pada tatapan istrinya.     

Suara langkah beriringan menuju ke arah mereka membuat Delon menegakkan kepala. Senyum merekah kembali.terukir di sana. Tangan tua itu menyentuh kepala kecil Nathan.     

"Hallo Ibu Dokter! Nathan anak pintar, Nathan tidak akan membuat Mama bersedih lagi," ucap bocah laki-laki itu dengan kepercayaan tingginya.     

Dokter dan para suster menahan tawa mereka. "Apa Nathan takut Ibu ddokter suntik?"     

Nathan menggeleng dengan senyum kecil yang terbit juga di wajah tampannya. "Nathan tidak pernah menangis kalau disuntik," jawabnya yang kembali mendapat usapan lembut di kepala kecilnya.     

"Bagus, Nathan memang anak pintar."     

"Bagiamana dengan keadaan istri saya kali ini?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.