HE ISN'T MYBROTHER

Nathan dan Nefa Bertemu Rachel



Nathan dan Nefa Bertemu Rachel

0Delon sesekali melirik keberadaan kedua anaknya yang sedang tertidur di belakang bangku penumpang setelah permainan yang telah mereka lakukan bersama.     
0

Mobilnya berputar kembali. Ia memang berniat untuk pulang ke arah rumah Martha, namun ia urungkan dan kembali ke arah di mana pikirannya berpusat disertai keraguan.     

"Kalian harus mengahdali ini. Papa yakin kalian akan lebih kuat dan tidak lagi menanyakan di mana mama kalian, Sayang," gumam Delon dengan tatapan serius menatap jalanan, mengemudi dengan begitu hati-hati agar tidak membangunkan kedua malaikat hidupnya.     

Ponsel Delon sedaritadi berdering. Lelaki itu hanya melirik sekilas, melihat nama yang tertera di sana Regan. Pasti dia akan melaporkan sesuatu, pikir Delon namun ia tak peduli. Hari ini ia hanya ingin bersama dengan kedua anaknya tanpa gangguan dari siapa pun.     

Tiga puluh menit berlalu. Mobil hitam mewah dengan ukuran besar itu berhenti di halaman parkiran yang telah disediakan rumah sakit. Delon kembali memutar tubuh, melihat kedua anaknya yang masih saja tertidur.     

Senyum tampan itu tergores di sana. Ia mengangkat tangan untuk melihat arah jarum jam sudah menunjukkan di angka berapa.     

Delon menggeleng melihat jarum jam tersebut mengarah pada angka sembilan. Pantas saja Nathan dan Nefa tertidur. Mereka sudah begitu lincah menghabiskan waktu hingga tiga jam lamanya.     

"Kalian hebat, Sayang. Beruntung mamamu tidak di sini. Jadi, dia tidak bisa mengomeli papa. Lalu pasti mengatakan, harusnya mereka belajar jangan terlalu bermain. Bermain satu jam sudah cukup. Kenapa harus sampai tiga jam?" Delon semakin menggelengkan kepala dengan tawa kekeh yang tak sanggup ia lupakan saat mengingat istri cantiknya mengomel.     

"Eugghh... minum, Mama."     

Delon mengangkat kepala saat telinganya mendengar suara lirih itu yang membuatnya tersadar akan keadaan Rachel di dalam sana.     

Lelaki tampan itu memusatkan pasangan ke arah kelopak mata yang masih terpejam dari kedua anaknya.     

"Nefa merindukanmu, Sayang. Apa kamu mendengarnya?" gumam Delon dengan bola mata hitam berkabut.     

Perlahan tangannya melepas penahan tubuhnya. Tangan itu bergerak kembali membuka pintu mobil, kemudian perlahan kaki itu mulai menyentuh bata hitam yang menjadi dasar lantai halaman parkiran rumah sakit itu.     

"Aku setiap hari ke sini. Tapi rasanya masih begitu asing." Delon meghela napas panjang menatap lalu lalang para pengunjung dan para medis.     

Delon kembali menyadarkan ingatannya. Ia bergerak berjalan ke arah pintu mobil di mana kedua anaknya di sana.     

Perlahan dan dengan penuh kehati-hatian. Nathan dan Nefa sudah berada dalam pelukannya. Langkah pasti itu berjalan lurus mengabaikan setiap pasang mata yang sedang menatapnya dengan penuh arti.     

Delon mengusap punggung kecil Nathan dan Nefa untuk membuat mereka tetap terpejam tak terganggu oleh berisiknya suara dan langkah kaki di gedung besar itu.     

Tidak memakan waktu lama. Delon sudah berada di depan kamar rawat istrinya yang dijaga penuh oleh beberapa anak buah. Ia tidak mengizinkan siapa pun untuk berada di kamar tersebut. Kecuali dokter dan suster yang harus lolos dalam pengecekan ketat.     

"Selamat pagi, Boss!" ucap mereka serempak seraya membungkukkan tubuh hormat ke arah Delon.     

Lelaki tampan itu memutar kepala ke kanan lalu ke kiri untuk melihat kondisi.     

"Apa aman? Apa ada yang mencurigakan?" tanya Delon yang dijawab dengan gelengan kepala.     

"Sejauh ini aman, Boss. Kami belum menemukan sesuatu yang mencurigakan atau akan mengancam keselamatan nyonya. Tapi kami akan menambah pengetatkan pengawasan kami," jawab ketua dari mereka.     

Delon mengangguk. Lalu kembali mengayun langkah untuk kembali masuk ke dalam kamar rawat istrinya.     

Baru saja ia membuka celah pintu kamar rawat itu. Hatinya kembali pilu saat melihat tubuh yang selalu ia dekap masih saja terbujur lemas di sana dengan selang oksigen yang menghiasi hidung istrinya.     

Delon memasukkan penuh tubuhnya. Tangan itu bergerak untuk menutup pintu hingga tertutup tanpa celah. Dan hasil dari bunyi tertutup itu membuat putranya menggeliat, sedikit membuka kelopak matanya.     

"Papa, kita di mana?" tanyanya lirih sembari menggosok kedua mata.     

Delon menderatkan bibir basahnya di kulit putih itu. "Kita akan bertemu mama."     

"Yeee! Bertemu mama!"     

Mendengar perkataan Delon, Nathan yang tadinya masih sesekali menguap kini mata itu terbuka lebar. Tangannya menyenggol lengan tangan adiknya yang sedang memeluk.lwhwr tegas papanya.     

"Adik, bangun! Kita akan bertemu dengan mama! Jangan tidur teruss!" kata Nathan. Tapi Nefa hanya menggeliat pendek, tanpa mau merubah pelukan tangannya.     

Nathan mendengus kesal melihat Nefa yang selalu sulit dibangunkan. Mungkin ada gempa pun adiknya itu tak akan pernah bangun.     

Delon terkekeh melihat bibir Nathan yang mengerucut.     

"Sudah tidak apa-apa, Sayang. Kita akan membangunkan adikmu nanti. Ayo kita ke mama. Pasti mama sangat merindukan kalian berdua," sambung Delon memberi pengertian untuk sang putra agar tidak lagi membangkan Nefa.     

Kaki panjang Delon berjalan semakin dekat dengan tubuh Rachel. Kini wajah cantik istrinya sudah terbuka tanpa disaput perban putih. Wajah itu penuh dengan luka yang sudah mengering. Namun sama sekali tidak memudarkan kecantikan perempuan tersebut.     

"Mama ... Mama kenapa, Pa? Kenapa Mama tidur seperti Nefa? Apa Mama juga kecapekan belajar?" tanya memberondong itu membuat senyum getir Delon terulas. Air matanya berlinang begitu saja.     

"Mama sedang sakit. Nathan harus bisa menjaga Mama agar bisa cepat sehat lagi dan berkumpul dengan kita semua. Apa Nathan mau?" tanya Delon dengan suara bergetarnya.     

Nathan mengangguk tanpa mengeluarkan pertanyaan lagi. Bocah laki-laki kecil hanya menatap sendu wajah wanita yang selalu menggendongnya setiap saat. Ia tahu bagaimana sedihnya lelaki dewasa yang sedang menggendongnya saat ini.     

"Nathan mau turun di sana." Nathan menunjuk ke arah tempat tidur Rachel. Delon mengangguk, mulai menurunkan putranya di sana.     

"Apa yang akan kamu laukan, Nathan?" tanya Delon saat melihat putranya sedang merangkak dengan penuh hati-hati ke arah wajah istrinya.     

Cup     

Nathan mencium pipi putih mamanya. Bocah laki-laki itu memeluk tubuh Rachel dengan panjang tangan kecilnya berharap bisa menyentuh pundak mamanya. Namun sayang, Nathan hanya bisa memeluk leher Rachel yang masih tak sadarkan diri.     

"Mama sudah lama di sini? Kenapa nggak hadir di mimpi Nathan?" tanya Nathan tepat di telinga Rachel. "Nathan nggak apa-apa kok. Nathan baik di sini sama Nefa. Tapi, adik sedang tidur ngorok, Ma," sambungnya.     

Delon menyeka air matanya melihat putranya sama sekali tidak menangis melihat mamanya di sana. Ia pikir Nathan akan menangis dan tidak mempercayai dirinya karena kebohongan yang ia buat.     

"Sayang, Nathan dan Nefa di sini. Mereka sangat merindukanmu. Apa kamu bisa merasakan kehadiran Nathan? Dia sedang memelukmu seperti biasa. Tapi, kal ini putri kita sedang kelelahan bermain tiga jam tadi—"     

"No... no, Mama! Jangan percaya Papa. Kita hanya bermain lima menit saja. Kalau tiga jam pasti Mama akan memarahi Nathan kan?"     

"Iya 'kan, Ma? Mama jawab."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.