HE ISN'T MYBROTHER

Hanya Mereka yang Bisa



Hanya Mereka yang Bisa

0Udara segar ini terasa begitu menyesakkan bagi Delon. Ia tak benar-benar bisa menikmati apa yang dulu pernah Rachel katakan padanya. Hidup dan kematian seakan sama saja. Percuma raganya hidup namun hatinya ikut tertidur bersama istrinya di atas sana.     
0

"Tuan Delon ...."     

"Tuan? Apa saya boleh membersihkan tubuh Nyonya Rachel?" Ulang suara hormat itu terngiang di telinga Delon sesaat panggilan kedua sedikit mengejutkan dirinya dalam lamunan kelam.     

Delon mengangkat tubuh dari bangku yang sedaritadi ia duduki. Lalu memberikan tempat untuk suster tersebut melakukan tugasnya.     

Delon masih menatap suster itu yang sedang melepaskan perlahan satu persatu kancing pakaian pasien tersebut. Tanpa sadar sebuh tepukan di bahu kekarnya membuat lelaki tampan itu berjengit.     

"Boy, istirahat dulu. Mama sudah memasakan makanan untukmu. Maaf mama kemarin tidak bisa ikut menjaga Rachel."     

Suara itu membuat tubuh kekar itu berbalik. Iris hitam legam kelam itu seemakin mengecil. Ia seakan mengatakan seluruh baik-baik saja. Tapi entah kenapa kalimat itu tak bisa keluar dari mulut Delon.     

Delon mengangguk, menerbitkan senyum pilunya.     

Martha semakin tersakiti dengan melihat senyum itu. Ini sudah tiga hari tapi menantunya masih saja belum bisa menguraikan kesedihannya sedikit pun.     

"Ke marilah, Boy. Kamu terlalu kuat untuk menahan semuanya," ucap Martha yang menarik tubuh menantu ya g telah ia anggap sebagai anaknya sendiri ke dalam pelukan tuanya.     

Lelaki tampan itu memeluk Martha selayaknya anak yang mengadu kepada ibunya jika dirinya rapuh dan butuh sandaran sejenak. Tubuh Delon bergetar seiring dengan usapan lembut dari jemari lurus diselimuti kerut itu tak mampu menghalau air mata keputusasaan terjatuh.     

Delon memikirkan bagaimana jika nanti ia pulang. Dan jawaban apalagi yang akan ia sampaikan jika Nathan dan Nefa menanyakan keadaan mamanya.     

"Delon tidak berguna menjadi seorang suami, Ma. Seharusnya Delon tidak membiarkan Rachel untuk pergi ke kampus sendiri," lirih Delon yang kembali memutar ingatan saat Rachel sedikit membangunkan dirinya dalam tidur lelapnya.     

Rachel mengatakan ingin menyupir sendiri. Dan pulang pun begitu agar dia bisa cepat pulang dan tak harus menunggunya menjemput. Dan sekarang apa hasilnya? Izin yang ia berikan seakan racun yang ia berikan pada istrinya sendiri.     

"Tidak apa-apa, Lon. Jangan menyalahkan dirimu terus. Kesalahan ini tidak ada akan ada yang tahu. Semua telah terjadi," balas wanita paruh baya tersebut.     

Delon masih menumpahkan air matanya di bahu tua itu. Hanya Marthalah sejak kecil yang selalu memberi pengertian pada dirinya saat Delon benar-benar terpuruk jatuh.     

"Kamu makan dulu. Jangan sampai kamu sakit dan membuat Mama harus mengurus dua anak Mama," tambahnya dengan menepuk-nepuk punggung kekar sedikit lebih bertenaga hanya untuk menyemangati Delon.     

Lelaki itu mengurai pelukan. Tangan besarnya menyeka kasar wajah tegasanya dengan mata mata biru berkaca-kacanya.     

"Baiklah, Ma. Aku memang tidak menghindari masakan Mama. Jika ada Rachel, dia pasti akan pasti akan berlomba denganku untuk menghabiskan makanan Mam—"     

"Dan masih tetap putri Mama yang terbaik. Kamu selalu saja kalah dengan Rachel," sahut Martha dengan cepat.     

Martha menarik menantunya dengan lembut ke arah sofa. Di sana Martha telah menyiapkan makananan yang telah ia masak sendiri. Semua makanan penambahan energi. Ia tahu jika pola makan Delon berantakkan sejak Rachel kembali masuk rumah sakit.     

"Makanlah," katanya sekali.lagi seraya memberikan piring kepada menantunya. Sedangkan mata hitamnya sempat melihat ke arah suster yang sepertinya sudah akan selesai membersihkan tubuh putrinya.     

Delon menerima dengan senang hati. Makanan seperti ini ia bahkan bisa menghitung, terkadang dirinya juga tidak mengisi perutnya dengan apa pun hanya karena tangisan kedua anaknya masih tidak bisa dilerai oleh orang lain hanya dengannya dan Rachel.     

"Bagaimana enak?" Delon mengangguk dengan mulut mengunyah.     

Sedangkan langakh hills pendek semakin mengikis jarak membuat wanita paruh baya itu mengangkat kepala.     

"Ibu saya sudah selesai membersihkan tubuh Nyonya Rachel. Saya permisi pamit," katanya yang diangguki Martha ditambah dengan senyum khasnya.     

Suster itu pun mengayun langkah ke arah pintu. Beranjak ingin kembali menjalan tugasnya kembali. Belum sampai ia mengayun langkah lebih jauh lagi. Suara wanita paruh baya itu memaksa dirinya untuk berbalik dan mengayun langkah ke arahnya.     

"Tunggu, Sus!"     

"Iya, bagaimana, Bu?" Suster tersebut menatap bola mata coklat di depannya dengan penuh arti.     

Martha yang diam-diam berbohong kepada Delon berkata ingin mengambil ponsel yang terlupa di mobil akhirnya ia beruntung bisa mendapatkan suster yang tadi membersihkan tubuh putrinya.     

"Saya hanya ingin bertanya, Sus. Apa tadi Suster memeriksa keadaan tubuh putri saya? Bagaimana keadaannya hingga saat ini?" tanya Martha menelisik. Ia benar-nenar ingin tahu bagaimana keadaan Rachel sebelum dokter datang.     

Setidaknya Martha akan tenang untuk duduk dan menanti keajaiban tersebut.     

Suster tersebut mengangguk, lalu perlahan membuka mulutnya. "Saya hanya memeriksa tekanan nadi Nyonya Rachel. Dan semua dalam kondisi normal. Sudah tidak perlu dicemaskan, Bu ..."     

"Kasus nyonya Rachel memang selalu saya temukan. Menurut saya harus ada seseorang yang sangat terpenting memancing rangsangan otak nyonya untuk perlahan bekerja kembali," sambungnya dengan panjang lebar.     

Martha hanya terdiam diam untuk menerima penjelasan suster di depannya. Ia ingin Rachel segera sadar. Sehingga tidak membuat Delon selalu bersedih seperti ini.     

Suster tersebut masih memandang lekat wanita paruh baya itu. "Apa masih ada yang perlu ditanyakan, Bu? Jika Ibu masih ingin lebih jelas lagi. Sebentar lagi dokter akan memeriksa nyonya Rachel. Semoga semua dalam kondisi sangat baik."     

Martha mengangkat kepala, lallu mengangguk. "Terima kasih, Sus. Saya tahu siapa yang bisa memancing otak putri saya bisa bekerja kembali," sahut wanita paruh baya itu sembari menerbitkan senyum cerahnya. Seakan harapan baru datang padanya.     

Suster itu pun mengangguk membalas senyum Martha tak kalah ramah. "Baiklah, saya permisi untuk kembali ke ruang rawat pasien lain, Bu," ucapnya.     

Martha melihat punggung suster tersebut dengan tatapan berkaca-kaca. Air mata itu turun dengan sendirinya mendengar kesempatan Rachel sadar semakin besar.     

"Hanya mereka yang dapat menyembuhkan Rachel." Martha menyeka air mata kebahagian yang menetes begitu saja di pipi tuanya.     

Wanita paruh baya itu pun kembali memutar tubuh untuk segera kembali ke ruang rawat Rachel. Ia menormalkan seluruh tubuhnya yang lemas tadi untum berhadapan kembali dengan Delon.     

Ceklek     

Langkah itu mengayun semakin ke dalam. Ia melihat Delon masih makan makanannya dengan sesekali sudut mata itu melirik ke arah tempat tidur putrinya.     

"Makanlah yang benar, Lon. Rachel tidak akan terjadi apa-apa. Dia akan baik-baik saja, jika kita di sini," ujar Martha yang perlahan meletakkan tubuhnya di atas sofa di depan menantunya.     

Delon terkekeh kecil menyadari kecemasannya telah diketahui Martha.     

"Delon kemarin melihat Rachel menangis, Ma. Delon takut jika Rachel akan bangun dan dia tidak melihat Delon di sana."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.