HE ISN'T MYBROTHER

Pesan Asing



Pesan Asing

0"Papa sereeem! Nathaan—"     
0

"Jangan kabur kamu!" sahut Delon cepat. Tapi, langkahnya tecekal karena keberadaan sang Tuan Putri Kecilnya.     

Delon menggeleng kepala melihat putranya yang memilih untuk menggulung tubuh kecilnya di balik selimut tebal daripada terlibat debat dengan dirinya.     

"Kakak nakal ya, Pa? Beruntung mama sedang belajar, jadi mama tidak tahu kalau kakak main komputer Papa terus bikin nangis Nefa," kata Nefa yang sudah menempati pangkuan Nathan.     

Delon mengusap lembut pipi gembul putrinya yang menengadah ke arah wajahnya. "Nanti jangan diberi ice cream. Biar Papa saja yang makan. Sekarang Nefa tidur, besok sekolah," titah lembutnya yang akhirnya diangguki gadis kecil tersebut.     

Lelaki tampan itu mulai menidurkan putrinya, usap tak henti-hentinya ia beri pada pecuk kepala Nefa. Sampai akhirnya Delon bisa melihat bibir kecil itu sedikit terbuka, napas teratur mulai terdengar.     

"Selamat malam Putri Kecil Papa. Papa akan smenjaga hati kalian sekuat mungkin."     

Perlahan Delon mulai mengangkat tubuh Nefa untuk ia letakkan di tempat tidur Rachel. Sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk menarik selimut tebal yang menggulung tubuh putra kecilnya tadi. Ia hanya ingin melihat Nathan masih terjaga atau tidak.     

Baru saja tarikan selimut itu terbuka. Delon sudah disajikan mata memerah Nathan menyambutnya serta yang amat membuat lelaki itu tertawa kecil adalah aliran cairan bening yang sudah merambat di pipi gembul itu.     

Sejak kapan Nathan sudah tertidur lelap? Hanya karena menghindari pertanyaannya, Nathan sampai rela ketiduran di balik selimut.     

"Kalian selalu saja membuat hari-hari papa berwarna. Papa janji, apa yang sudah papa rasakan tidak akan pernah terjadi pada kalian. Kalian berhak bahagia, Sayang," tambah Delon sembari memberi kecupan sayang pada kedua putranya.     

Delon menyelimuti kedua tubuh kecil itu yang ia beri penghalang bantal besar di pinggir mereka masing-masing. Ia menoleh ke arah ponselnya yang sedaritadi bergetar, tapi lelaki itu tak peduli. Sekarang Delon penasaran. Sebenarnya siapa yang menghubunginya. Apa Regan?     

Tapi, jika Regan ... dia pasti akan langsung menemuinya.     

Delon menyenderkan pungunggung kekarnya di senderan ranjang. Tangannya terulur untuk mengambil benda pipih tersebut. Napasnya terhela panjang melihat notifakasi kampus dan balasan izinnya yang tidak bisa mengajar terlebih dulu. Setidaknya sampai kedua anaknya bisa dijaga orang lain.     

Jemari Delon masih bergerak untuk melihat pesan baru yang begitu banyak masuk. Begitupula dengan panggilan gagal masuk dari Regan dan Nino.     

Ada satu pesan yang membuat manik hitam legam Delon menajam. Sehingga menuntun jemari itu untuk membuka. Umpatan lirih terbuka dari mulut itu.     

'From Unknown     

Bagaimana rasanya? Sedih? Tentu. Aku akan memberi kejutan yang lain dari kedua anakmu. Setelah ibunya, anakmu sepertinya harus menyusul dia ke Neraka. Beri tahu aku alamat kuburan istrimu. Aku akan memberi sedikit air mata di sana.'     

Delon meremas ponselnya. Ia lagi-lagi mendapatkan seperti ini setelah pertengkarannya dengan Antoni beberapa tahun lalu. Apa ini semua juga ulahnya?     

"Brengsek! Dari mana dia mendapatkan nomorku!" geram lelaki tampan itu. Suara gemertak ponsel itu membuat Delon tersadar dari kemarahan yang memuncak.     

Kini pandangannya beralih pada kedua malaikat hidupnya dan Rachel. Mereka terlihat tertidur dengan begitu pulas seakan sudah melupakan kejadian tadi.     

Delon bergerak untuk meninggalkan tempat tidur itu. Perlahan ia turunkan kakinya satu persatu untuk tidak meninggalkan pergerakan yang berarti di sana.     

"Papa hanya di luar sebentar," ujarnya lirih sembari mencodongkan tubuh. Kembali memberi kecupan hangat di kedua kening kecil kedua bocah itu.     

Delon kembali menegakkan tubuh. Kakinya melangkah ke arah pintu kamar. Tangannya terulur untuk meraih gagang pintu, celah itu pun terbuka.     

Delon perlahan menutup pintu itu saat tubuhnya sudah berada di luar. Langkahnya mengayun ke arah Monica dan Sellyn yang sedang menonton tv. Entah kenapa kedua perempuan itu masih saja terjaga di waktu malam seperti ini.     

"Pak Delon ... Nathan dan Nefa bagaimana?" tanya cepat bercampur dengan kegelisahan melihat kondisi kedua anak sahabatnya itu hampir tak mau ditenangkan.     

Delon menatap serius ke arah kedua perempuan itu. Terutama pada pemberi pertanyaan, Sellyn. "Mereka sudah tidak apa-apa. Apa aku bisa minta tolong menjaga mereka? Aku akan pergi ke rumah sakit lagi," katanya penuh pengharapan.     

Sellyn dan Monica mengangguk kompak. Sebab memreka tidak bisa tidur juga karena penasaran dengan keadaan Nathan dan Nefa.     

"Pergilah, Pak. Kami akan menjaga Nathan dan Nefa. Mereka pasti tidak akan terbangun di tengah malam. Mengingat mereka sudah kelelahan menangis," sahut Monica mencoba meyakinkan lelaki tampan di depan mereka berdua.     

Delon mengangguk sembari mengusap kasar wajahnya kasar.     

"Terima kasih. Maaf merepotkan kalian. Kalian bisa menelponku jika Nathan dan Nefa kembali mengingat mamanya," tambah lelaki tampan itu yang kembali membuat Sellyn dan Monica mengangguk pelan.     

Delon kembali mengayun langkah untuk bisa kembali menemanj Rachel di rumah sakit. Ia tidak bisa membiarkan Tio dan Sesil di sana lebih lama. Karena kondisi tubuh Tio juga tidak dalam kondisi baik.     

Baru sampai di depan rumah. Pak Yono sudah menyambut dirinya dengan membungkukkan tubuh.     

"Selamat malam, Tuan. Apa sekarang?" tanyanya yang dijawab anggukan dari Delon. "Ini sudah jam dua belas malam. Apa Tuan Delon tidak ingin beristirahat dulu?" sambungnya menatap iba pada wajah lelah itu. Meski ditutupi dengan pesonan ketampanan Tuannya.     

Delon memasukkan tubuh ke dalam mobil. Dan langsung diikuti Pak Yono yang berlari memutari mobil hitam itu hingga sampai di tempat kemudi.     

"Aku tidak bisa membiarkan diriku istirahat. Sedangkan istriku sedang kesakitan di sana. Aku akan tidur di rumah sakit." Lanjut Delon, memutar kepala ke arah jendela untuk mengurangi sedikit kecemasannya.     

Perlahan mobil itu melaju meninggalkan halaman rumah mami Sarah. Pemandangan lampu menjadi penyegar dalam otak Delon. Kini, ia bisa melihat bayangan Rachel yang tertawa lepas dalam otaknya.     

"Apa pakaian Rachel sudah dibawakan bi Rani?"     

Pak Yono yang harus saja menguap. Langsung menutup mulutnya mendapati pertanyaan Tuannya terlalu mendadak setelah keheningan yang terjadi di antara mereka berdua.     

"Su-dah, Tuan Delon. Ada di bagasi," sahutnya cepat.     

Delon kembali diam menikmati aspal hitam dan lengangnya jalanan kota. Tidak berapa lama ponsel kembali bergetar di dalam saku celana. Lelaki itu segera merogohnya dan melihat panggilan itu dari asisten pribadinya.     

Icon hijau telah tergeser. Kini mereka berdua berada dalam satu panggilan.     

"Ada apa?" tanya Delon dingin seakan tak berniat untuk mengangkat panggilan tersebut.     

"Boss, aku sudah berhasil mendapati keberadaan Antoni. Sekarang dia mengirimi panggilan video langsungnya. Dia bukan di sini." Perkataan Regan di dalam panggilan itu membuat satu alis terangkat.     

"Apa kau sudah memastikan? Lalu dia siapa?" tanya Delon semakin ingin mengetahui siapa dalang dari yang berani menabrak mobil istrinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.