HE ISN'T MYBROTHER

Keadaan Nathan dan Nefa



Keadaan Nathan dan Nefa

0"Bisa saja. Tapi, semua itu tidak bisa dilakukan dengan mudah. Semua butuh proses yang panjang. Kenapa jadi kamu yang repot?" sengit Marina dengan tatapan berkilat memandang ke arah Sesil.     
0

Sesil berdesis mendengar jawaban dari mulut Ibu tiri dari Delon. "Delon sudah kuanggap sebagai anakku sejak kecil. Aku bahkan tidak tahu kalau ayah kandungnya sekaya Tuan Dinu ..."     

"Tapi, satu hal yang kalian ingat. Kalian sudah membuang berlian demi sampah tak berguna. Sekarang kalian semua bisa pergi." Lanjut Sesil menunjuk ke arah pintu keluar.     

Sedangkan Delon benar-benar tak peduli dengan apa yang mereka semua katakan. Sesungguhnya arti seorang Dinu di hati Delon sudah perlahan memudar.     

"Kau! Kami tid—"     

"Kita pulang," sahut Dinu dengan cepat seraya menarik tubuh istrinya untuk segera menuju ke arah pintu ruang rawat Rachel. Tatapan Dinu begitu sendu mencuri lirik ke arah putra kandunganya.     

Hanya sakit yang tak bisa Dinu utarakan dengan kata-kata saat anak kandungnya sendiri tak menginginkan keberadaan dirinya.     

"Delon gue pulang! Lo jangan bilang gue nggak peduli sama Lo!" Kalimat peertama dan terakhir yang keluar dari mulut Ryan dengan seringai samar.     

Ryan semakin senang melihat Delon begitu putus asa tidak memiliki apa pun. Istri yang begitu dicintainya juga tengah berjuang antara hidup dan mati. Jika, Rachel benar-benar mati itu akan menambah poin kemenangan bagi Ryan.     

"PERGI!" pekik Delon kencang. Seluruh orang di sana bahkan seluruh orang di sana dibuat terkejut dan ketakutan dengan apa yang dilakukan Delon.     

Marina dengan cepat menarik lengan tangan putranya untuk keluar dari ruangan menakutkan itu.     

Sesil langsung berlari untuk segera menutup pintu ruangan tersebut. Sekarang ia mengayun langkah ke arah Delon yang terlihat begitu dingin. Tapi, ia yakin jika pemuda itu begitu tersakiti dengan apa yang dilakukan Dinu padanya.     

"Are you okay?" tanya Sesil saat tubuhnya sudah berada di samping tubuh Delon yang masih terduduk.     

Lelaki tampan itu mengangguk sedikit mengangkat kepala untuk menjawab segala kecemasan dari wanita paruh baya di sampingnya.     

"Aku tidak apa-apa, Tan. Memang seharusnya begitu. Aku sudah senang melihatnya hidup. Tak masalah," jawab Delon yang mencoba menguarkan seluruh kekesalan hatinya.     

Sesil mengangguk seraya pandangannya mengarah pada sosok yang masih terbaring lemah di atas brankar dengan berbagai selang oksigen yang masih terpasang.     

"Lon, teruslah ajak bicara istrimu. Dia sebenarnya sadar. Hanya tubuhnya saja yang tidak bisa berfungsi sementara. Telinga Rachel masih sangat berfungsi ..."     

"Tante dulu selalu mendengar apa yang dikatakan pamanmu. Dia selalu menceritakan apa yang terjadi hari ini. Dan bagaimana perkembangan Jenny. Tante begitu senang mendengar itu meski tidak bisa membalas. Hal tersebut pasti juga terjadi pada Rachel. Dia menunggu suaminya untuk menarik tangannya keluar dari mimpi panjangnya di sana," sambung Sesil panjang lebar. Sembari mengelus lembut perban yang membalut kening Rachel.     

Delon menatap lemah keadaan istrinya setelah mendengar apa yang dikatakan Sesil. Tapi, baru saja lelaki tampan itu ingin membuka mulut ponselnya sudah berdering.     

Ponsel itu semakin berdering saat ia mencoba menghiraukan begitu saja. Dan betapa terkejutnya Delon mendapati panggilan itu berasal dari ibu kandung sahabatnya, mami Sarah.     

Sesil ikut memperhatikan gerak-gerik yang dilakukan Delon. Ia ingin mendengar apa yang membuat pemuda itu begitu cemas dan nampak tak sabar untuk berbicara.     

"Hallo, bagaimana, Mi?" tanya Delon dengan gusar. Suara tangis bersautan membuat hatinya tersayat.     

Suara mami Sarah mulai bergumam di sana. Wanita paruh baya itu mengatakan jika Nathan dan Nefa tidak mau tidur. Dan hanya memanggil nama Rachel. Mereka berdua sangat merindukan ibu kandungnya.     

Napas Delon tercekat saat mendengar apa yang dikatakan Mami Sarah yang berada di ujung panggilan itu.     

"Aku akan segera pulang, Mi. Aku akan menenangkan mereka. Tunggu aku! Maaf telah merepotkan mami," ucap Delon yang juga mengakhiri panggilan di antara mereka berdua.     

Sesil sudah bisa menebak apa yang tengah menjdi kegusaran dari pemuda tampan di sampingnya yang terlihat akan mendirikan tubuh.     

"Kau mau ke mana, Lon?" tanya Tio dari arah sofa yang menatap penuh arti pada pergerakkan tubuh Delon.     

Lelaki tampan itu mencium lembut kening istrinya. Meski ia tidak merasakan kulit lembut itu menyentuh bibirnya.     

"Om, Tante ... aku titip Rachel dulu. Aku harus menenangkan Nathan dan Nefa yang sepertinya sudah curiga dengan keadaan mamanya. Aku harus pergi sekarang. Maaferpotkan kalian," kata Delon tak sabar. Ia membungkukkan tubuh ke arah Sesil dan Tio yang mengangguk.     

"Ya, segeralah. Cucuku jauh lebih penting," sahut Tio lagi dengan suara pelannya namun dapat terdengar di telinga Delon dan istrinya.     

Delon mengangguk, dan langsung berlari cepat ke arah pintu kamar rawat istrinya. Sebelum pergi lelaki itu sempatkan untuk menatap keberadaan Rachel sebentar, lalu kembali pada tujuannya.     

Lelaki tampan itu melintasi berbagai pengunjung rumah sakit dan beberapa para medis yang sedang berjalan di area lorong rumah sakit.     

Delon yang sedang berlari kencang sontak membuat pandangan para pengunjung rumah sakit tertuju padanya. Karena hanya lelaki itulah yang berperilaku berbeda selain wajah tampan yang dimilikinya.     

Kaki Delon dengan cepat membawa tubuhnya ke arah parkiran. Lelaki tampan itu menyebar pandangan ke arah jejeran mobil mewah yang terparkir di sana. Ia lupa di mana dirinya memarkir mobilnya.     

Namun suara klakson yang berbunyi nyaring membuat pandangan Delon terlaih pada pusat suara tersebut. Dan seketika senyum merekah itu terulas saat melihat supirnya kembali lagi setelah satu bulan berada di desa.     

"Tuaan! Saya di sini!" teriaknya seraya melambai. Dan mobil yang dikendarainya adalah mobil Delon. Bagaimana bisa Pak Yono mendapatkan mobilnya?     

Pertanyaan tak pentingn itu dengan cepat disingkirkan oleh Delon. Ia bergegas untuk segera berlari dan masuk ke dalam mobilnya.     

"Cepat ke rumah Regan. Beruntung kau datang tepat waktu," ucap Delon yang dibalas dengan anggukan lelaki paruh baya tersebut.     

Pak Yono mulai menjalankan mobil hitamewah tersebut menembus lengangnya malam. Jalanan malam ibu kota tidak seperti bisaanya selengang ini setelah turun hujan. Biasanya mereka akan dilanda kemacetan yang sungguh membuat siapa pun mengumpat.     

Jalanan malam ini terasa dikhususkan untuk Delon yang sedang kalang kabut untuk segera menemui kedua anaknya. Tuhan masih memberi yang terbaik untuk lelaki tampan tersebut.     

"Tuan Delon, apa saya boleh bertanya tentang keadaan nyonya Rachel. Saya tidak tahu lagi harus bertanya kepada siapa," tanya ragu lelaki paruh baya itu yang sekarang sudah menciutkan nyalinya.     

Ia tahu, jika Delon tak akan membalas pertanyaannya. Apalagi dengan kondisi sangat terpuruk.     

"Tidak perlu dija—"     

"Istriku masih koma. Karena benturan pada kepalanya begitu keras. Aku akan membunuh siapa pun pelaku dari kecelakaan Rachel!" jawab cepat Delon dengan kemarahan yang memuncak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.