HE ISN'T MYBROTHER

Mainan Nathan Rusak



Mainan Nathan Rusak

0"Beruntungnya saya tidak terlambat. Saya tadi ke ruangan bapak, tapi ruangan bapak sudah kosong. Apa bapak hanya satu kali masuk?"     
0

Rachel dan Sellyn masih berada di sana. Mereka berdua ingin mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh dosen yang terkenal senang berkencan dengan para mahasiswanya sendiri.     

"Ada apa, Bu ...." Delon memutus kalimatnya karena lupa nama wanita yang berada di depannya.     

"Bu Cintya." Wanita itu mengulas senyum sumringah saat memaksakan tangannya masuk ke dalam buku tangan Delon.     

Rachel memandang seluruh gerak gerik yang dilakukan suaminya. Saat tangan mereka berjabat tangan pun juga tak luput dari pandangan Rachel.     

"Bu Cintya kenapa repot-repot gitu sih? Biasanya juga nyuruh mahasiswa ibu," sahut Sellyn yang merasa jengah dengan keberadaan wanita tiga puluh tahunan itu yang tak bisa diam di tempat. Seperti ulat bulu.     

Delon yang mendapati tangannya sudah terlalu berjabat tangan dengan waniata di depannya pun Langsung menarik tangan kasar. Lalu, pandangannya mengarah pada sang istri yang menatap tajam.     

'Mampusa guee! Rachel pasti marah lagi,' batin Delon menekan kelopak matanya yang terpejam sebentar.     

Wanita itu menarik tangannya dengan genit. Ia memang adalah dosen baru, baru setahun lalu diterima. Jadi, ia tidak tahu bagaimana hubungan Delon dengan Jeno atau Rachel.     

"Tadi, 'kan Bapak ke ruangan saya. Ponsel bapak ketinggalan. Dan saya tidak sengaja melihat walpapernya ... sangat lucu. Apa mereka keponakan Bapak?"     

Wanita memeringkan kepala untuk meminta jawaban dari lelaki tampan itu. Ia benar-benar penasaran dengan status yang disandang Delon. Meski, ia tahu dosen pengganti untuk pak Tio bukan dosen sembarangan. Tapi, ia akan mencoba menarik perhatian dosen pengganti tampan itu dengan tubuh sempurnanya.     

"Bukan. Mereka anak saya. Terima kasih," balas Delon yang ingin mengambil ponselnya kembali. Tapi, Cintya menariknya lagi ke belakang.     

"Anak? Bapak sudah menikah? Tapi, kenapa ... ah, sudahlah. Tidak masalah. Duda berarti ya?" sahutnya tiba-tiba langung mengambilkan ponsel Delon.     

" Saya kembali ke dalam gedung dulu, Pak. Saya sudah tenang. Haha! Byee!" sambungnya seraya melenggang meninggalkan Delon yang sedang memeriksa benda pipih tersebut.     

Rachel menggertakan giginya. Kepalan kedua tangannya sudah mengepal erat. Tubuh ramping itu bergerak ke arah tubuh Sellyn. "Di mana mobil Lo?" bisiknya.     

Sellyn yang mendengar bisikan Rachel langsung menunjuk ke arah mobil putih yang berada di samping mereka berdu. "Cepat buka kuncinya. Jangan sampai suami gue tahu," tambah Rachel dengan suara begitu lirih.     

Sellyn hanya bisa mengangguk-angguk saja. Lagi-lagi dia harus berada di pusaran bertengkaran mengerikan sahabatnya.     

TING! TING! TING!     

Suara bell kunci mobil terbuka membuat kepala Delon menoleh saat tanpa sadar pandangannya berada pada beberapa file yang dikirimkan sekretaris barunya.     

"Sayaang! Kamu mau ke mana? Kamu harus naik mobilkuu!" teriak Delon kencang. Tapi, tidak diperdulikan Sellyn dan Rachel yang langsung melajukan mobil putih itu melewati tubuh kekar Delon begitu saja.     

"Aaagghh! Shitt!" Lelaki tampan itu memukul udara dengan penuh tenaga.     

"Kenapa juga gue sampai lupa ninggalin ponsel segala!" gerutu Delon seraya menendang kakinya ke arah ban mobilnya sendiri hingga berbunyi.     

Sontak beberapa mahasiswa mulai berdatangan dengan untuk melihat apa yang terjadi. Tapi, saat Delon memberim kode tangan terjulur ke arah mereka. Beberapa kumpulan mahasiswa itu pun langsung membubarkan lingkaran mereka.     

Delon berdesis dengan kedua tangan yang menyentuh tubuh depan mobilnya. Baru saja pertengkaran mereka sudah akan mereda. Kini, masalah baru datang. Lalu, apa yang sekarang dipikirkan Rachel padanya?     

Lelaki itu masuk ke dalam mobilnya cepat. Mobil itu sudah melaju menyusul mobil Sellyn. Ia tahu ke mana mereka akan pergi.     

"Nggak mungkin Rachel cemburu dengan wanita seperti itu kan?" monolog Delon saat tangannya dengan trampil memutar stir mobilnya mengikuti aspal hitam yang menunjukkan jalan ke arah rumah Regan.     

Tidak berapa lama ponsel Delon berbunyi. Ia yang sedang terfokus pada perjalannya, bergerak berat menoleh ke arah nama yang berada di layar ponselnya.     

"Ada apa lagi? Bisa-bisanya menelponku di keadaan seperti ini," gumam Delon saat sudah menekan penghubung panggilan itu ke arah earphone yang sudah bertengger di telinganya.     

Delon tidak mengucapkan satu kalimat pun untuk menyapa seseorang yang berada di ujung panggilan tersebut.     

"Lon? Kenapa kamu sudah sangat jarang menjenguk papa?" Suara lemah itu membuat siapa pun tersentuh. Tapi, Delon sama sekali tidak berpengaruh. Sikapnya yang dingin membuat hubungan Dinu dan dirinya merenggang hingga saat ini.     

"Untuk apa? Bukankah anak tirimu sudah memberikan segalanya?" jawab Delon tak minat. Sebenarnya ia tidak ingin berbicara dengan Dinu seperti ini. Sekali ia bicara pasti akan menyakiti lelaki paruh baya itu.     

"Kamu masih marah dengan papa, Lon? Bukankah kamu yang menolak perusahaan itu? Papa bisa apa ... papa hanya—"     

"Iya, memang tidak masalah. Janga hubungi aku dulu. Aku sedang sangat sibuk," balas Delon dengan cepat. Dan panggilan itu pun langsung diakhiri Delon.     

Delon sejak dulu memang belum berniat untuk mengendalikan perusahaan yang diberikan Dinu padanya. Tapi, saat mengetahui perusahaan itu telah berganti nama atas nama Ryan. Hatinya benar-benar sakit. Delon merasa ia sebagai anak kandungnya tak berarti apapun.     

"Ck, bodoh! Untuk apa aku mengharapkan dia. Aku hanya memiliki mama di surga." Lelaki itu menambah kecepatan laju mobilnya untuk meluapkan rasa kekesalannya selama ini.     

Dinu, orang tua kandungnya sama sekali tidak pernah memberinya hak sebagai seorang anak. Maka dari itu, Delon tidak akan mengulangi semua yang terjadi padanya kepada kedua anaknya. Tidak akan!     

Rachel sekarang sedang menggendong Nathan yang tiba-tiba menangis karena mainan kesukaan bocah laki-laki itu ditarik dua gadis kecil yang sekarang sedang tertawa bersama.     

"Mama kepalanya nggak bisa disambung. Ini lihat ..." kita Nathan yang masih meninggalkan suara sesenggukan saat memperlihatkan kepala robotnya yang sudah terputus dari tubuh.     

Rachel mengusap lembut pucuk kepala putranya, tak lupa memberi kecupan sayang di sana. "Ini bisa disambung, Sayang. Tahu, nggak caranya?" tanyanya yang mendapat tatapan sendu dari bola mata kecil hitam.     

"Dua gadis jelek jahat itu perusak. Nathan nggak suka mereka!" ujar Nathan kembali dengan pandangan yang sudah beralih pada Nefa dan Fira.     

Di sisi lain Sellyn dan Regan mengulum senyum mendapati pertengakaran di antara anak merek terjadi lagi dan lagi.     

"Sudah nggak boleh begitu. Sini mama sambungun." Rachel mengambil alih robot sang putra. Tapi, saat dirinya berniat ingin memasukkan kepala itu. Memang begitu sulit. Seakan lubang dan bagian kepala robot tersebut tidak ingin bersatu.     

Nathan masih menatap ke arah tangan mamanya yang sedang berusaha membuat mainannya utuh.     

"Hikss... mainan Nathan sudah rusaak. Nathan mau maianan itu, Ma. Nathan nggak suka yang lainnya." Isak tangis bocah laki-laki itu pecah kembali. Air matanya kembali berjatuhan membasahi pipi putih gembulnya     

Tiba-tiba suara familiar datang saat Rachel berusaha untuk menentukan sang putra.     

"Cup... cup, Sayang. Jang—"     

"Sini ... biar papa yang benerin."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.