HE ISN'T MYBROTHER

Dosen Tampan Lagi?



Dosen Tampan Lagi?

0"Nonaaa Rachel di sini!" teriaknya saat melihat majikannya seperti sedang kelimpungan mencari keberadaan dirinya.     
0

Lelaki dewasa itu melambai ke arah perempuan cantik itu tersebut. Di tangannya sudah membawa goodie bag berwarna biru tua.     

Rachel yange melihat lambaian tangan tersebut pun langsung bergerak menuju ke luar gerbang kampus. Di sana ia melihat asisten pribadi papanya sudah berdiri tegak sudah menanti kehadirannya.     

"Lama nggak, Non?" tanya Renar saat tubuh majikannya sudah berada di depan mata. "Ini, nih ... titipannya. Buat siapa sih?" sambungnya menelisik.     

Rachel mengambil goodie bag tersebut, sedikit melongok ke arah dalam goodie bag tersebut.     

"Ini sudah semua? Sampai pakaian dalamnya?" tanya Rachel di luar jawaban yang sedang ditunggu Renar.     

Lelaki empat puluh tahun itu mengangguk mengiyakan dengan yakin.     

"Buat siapa, Non? Tuan Delon?" Ulangnya kembali yang tidak gentar pertanyaannya tadi tidak dijawab perempuan cantik di depannya.     

Rachel menggeleng dengan bibir yang sedikit mengerucut. "Buat temanku, Pak. Aku tadi nggak sengaja nyiram bajunya. Kenapa? Apa Pak Renar bertemu dengan suamiku?" tanyanya kembali.     

"Iya, Non. Tadi, di kantor tuan besar. Katanya hari ini sudah masuk kampus. Apa Nona bertemu dengan tuan Delon?"     

Rachel menggeleng untuk kedua kali. "Aku tidak bertemu dengan suamiku. Entah ke mana dulu dia. Kalau di berani macam-macam padaku, lihat saja senjatanya akan kuputus hingga tuntas!" seru Rachel sembari menatap tajam lurus ke depan.     

Pak Renar seketika menelan ludahnya kasar. Bulu lehernya tiba-tiba merinding mendengar perkataan Rachel. Ia yakin perkataan anak tuan besarnya itu tidak hanya isapan jempol saja.     

Reflek lelaki dewasa itu menutup masa depannya dengan kening yang sudah berkerut tebal menatap takut pada peremoayan yang berada di depannya.     

"Hanya ada satu perempuan di dunia ini yang seperti Nona kan?" tanya lirih Pak Renar sontak membuat wajah Rachel memutar ke arahnya.     

"Tanya apa, Pak?" tanya Rachel yang memang tidak begitu mendengar apa yang telah Pak Renar katakan.     

Dengan cepat lelaki itu mengangkat kedua tangan di depan tubuh kekarnya. Ia menggerakkan kepala dan kedua buku tangannya untuk mengatakan 'menolak' pertanyaan nonanya tersebut.     

"Tidak ... tidak! Saya tidak mengatakan apapun. Kalau sudah tidak ada lagi perintah. Saya pamit kembali ke kantor. Karena perusahaan masih dalam pemantauan saya, Nona," ujar Renar yang mendapat anggukan Rachel.     

"Makasih ya, Pak!"     

"Kalau bertemu dengan suamiku. Katakan padanya untuk segera pulang! Ingat sudah punya dua anak!" tambah Rachel dengan nada kesalnya.     

Renar hanya bisa mengangguk dengan berat mengiyakan saja. Daripada hidupnya akan bertambah rumit dengan urusan rumah tangga anak tuan besarnya tersebut.     

Rachel kembi membalik tubuh, berlari kencang untuk segera memberikan baju baru yang dibelikan Renar kepada Aster.     

"Semoga aja nggak kelamaan! Ini semua gara-gara pak Renar yang malah ngajak gue ngegosip!" gerutu Rachel di sela kakinya verlari menyusuri koridor seraya melewati beberapa teman kampusnya yang sedang berada di luar dengan tujuannya masing-masing.     

Jarak antara gerbang kampus dengan taman bunga pertama memang sangat jauh. Maka dari itu Rachel tidak pernah ingin keluar masuk kampus untuk hal yang tidak berguna. Ia sekarang merasakan sendiri betapa lelah dan jauhnya jarak yang ia tempuh.     

"Aduhhh!"     

Tiba-tiba tubuhnya terpental oleh tubuh seoarang lelaki dengan begitu keras. Hingga membuat kening Rachel sedikit berdenyut. Beruntung tubuhnya tidak tersungkur di atas lantai.     

"Chel, Lo nggak apa-apa?" tanyanya cemas. Tangan lelaki itu mulai ingin menyentuh kening Rachel. Tapi, dengan cepat perempuan itu memberikan pembatas dengan buku tangan yang mengarah di depan tubuhnya.     

"Nggak usah, Ren. Gue buru-buru soal—"     

"Astaaagaa!" Lanjut Rachel saat merasakan genggaman tangannya terasa kosong. Pandangan itu turun menatap seluruh pakaian baru itusudah tercecer di atas lantai.     

Dengan cepat Rachel menurunkan tubuhnya untuk bisa memunguti kembali seluruh pakaian tersebut.     

Rendra terpaku saat melihat ada celana dalam laki-laki yang sudah dimasukkan ke dalam goodie bag oleh Rachel.     

"Chel itu pakaian buat siapa?" tanya menelisik Rendra. Ia benar-benar ingin tahu laki-laki siapa yang bisa membuat seorang Rachel rela berlarian dari depan kampus hingga ke ujung kampus lagi.     

"Buat ...." Rachel mengangkat tangan melihat jarum jam di tangannya di saat saat tubuh sudah berdiri sempurna di depan Rendra. "Gue duluan yaa, Ren!" Lanjut Rachel yang sudah kembali berlari kencang menyisakan tanda tanya besar dalam otak Rendra.     

"Cheeel! Tunggu! Lo belum jawab pertanyaan gue!" teriak Rendra kencang hingga membuat para mahasiswa yang sedang berjalan di dekat Rendra menatap penuh arti.     

Rachel benar-benar seperti seorang atlit lari yang berlari kencang sekencang kekuatannya yang tersembunyi. Napasnya terengah saat mendapati taman bunga pertama tak kunjung ia gapai.     

"Udah tiga puluh menit aja. Apa baju kak Renar udah kering?" monolog perempuan cantik itu di sela kakinya yang beradu dengan cepatnya jarum jam berdetik.     

Tidak menunggu lama, Rachel benar-benar sudah sampai di mana Aster yang sedang terduduk di bangku putih taman mengarahkan kamera ponselnya ke arah bunga-bunga yang bermekaran.     

"K–ak Aster! Kelamaan yaa?" tanya Rachel dengan napas tersendat. Kaki jenjang itu sudah berada di depan kamera ponsel Aster. "Heey, Lo denger gue nggak?" sambung ya saat merasa tidak mendapat jawaban dari lelaki tampan tersebut.     

Aster menatap ke arah layar ponselnya sebentar. Lalu senyum sumringahnya tercetak di sana. "Denger dong, Cantik. Lo mau ngomong apa?" tanggapnya.     

Rachel menyodorkan goodie bag yang sudah sedaritadi ia pegang.     

Aster menaikkan pandamgannya ke arah pemilik tangan tersebut. Lalu, mengambil alih godie bag itu.     

"Gue minta maaf, Kak. Lo bisa ganti, nanti takutnya nggak bisa syuting. Fans Lo pada nangis," ucap Rachel seraya mengambil tasnya yang berada di samping tubuh Aster.     

"Thanks, Chel. Lo emang yang paling ngertiin gue," balas Aster dengan ssenyum tampannya. Kini tubuh Aster sudah bergerak ke arah kamar mandi terdekat.     

Apa yang dilakukan Rachel diam-diam di lihat oleh dua orang laki-laki yang sama-sama mendengus kesal melihat kedekatan Rachel dengan Aster.     

Rachel berjalan ria untuk kembali menjalankan hukuman yang terakhir setelah tiga taman bunga telah tersentuh dengan kebaikannya hari ini. Ia ingin segera pulang untuk bisa menjemput kedua anaknya di rumah tetangganya.     

Sat Rachel ingin menghampiri tukang bunga tersebut. Tiba-tiba punggungnya di tepuk oleh seseorang dari belakang. Sehingga kini Rachel memutar tubuh menghentikan sementara langkahnya untuk masuk ke area kebun bunga.     

"Kak Rachel, kakak dipanggil dosen Ekonomi Bisnis Internasional ke ruangan," kata seorang perempuan yang begitu muda di depan Rachel. Ia bisa menebak dia masih mahasiswi semester awal.     

Rachel mengerutkan keningnya saat mendengar perkataannya. "Kita sekelas 'kan ya?" tanya Rachel untuk memastikan. Dan perempuan itu mengangguk mengiyakan.     

"Kata pak dosen tampan hukuman yang terakhir untuk besok. Tapi, laporannya diminta untuk segera diletakkan di meja."     

"Pak dosen tampan? Memang ada dosen seperti itu di sini?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.