HE ISN'T MYBROTHER

Dosen Tampan Lama



Dosen Tampan Lama

0Ha?     
0

Rachel bingung dengan tatapan teduh dari lelaki di depannya. Satu dua kalimat memang sudah biasa Rachel dengar. Tapi, ia tidak menyangka jika apa yang dikatakan suaminya benar.     

"Chel, nggak usah jawab apapun. Gue cuma mau ungkapin aja. Gue ngerasa terbebani dengan perasaan gue." Kepala lelaki itu tertunduk lemas. Seakan seluruh tenaganya terhisap melalui pengakuannya hari ini.     

Rachel menepuk-nepuk bahu Rendra. Ia tahu bagaimana sulitnya memendam sebuah perasaa selama ini.     

"Gue bukannya gak suka sama Lo. Tapi, gue nganggep Lo cuma teman. Lo baik dan Lo pintar. Harusnya gue emang suka sama ..."     

"Tapi, cinta nggak bisa dipaksa. Sebelum gue kenal Lo. Gue udah kenal sama suami gue." Lanjut Rachel dengan tangan yang mengalihkan tas punggung ke depan.     

"Ini ... gue keluar aja. Gue juga cuma bisa ngebantu nggak jadi bagian terpenting di sana. Jad, gue pikir lebih baik keluar." Rachel meletakkan surat pengunduran dirinya.     

Setelah mendengarkan pengakuan dari Rendra. Rachel semakin yakin dengan keputusannya. Ia tidak mau membuat Delon semakin salah paham dengan perhatian-perhatian lebih yang ditunjukkan Rendra padanya.     

Rachel pikir perhatian tersebut murni perhatian dari seorang teman kepada temannya juga. Namun, ternyata Rendra adalah lelaki yang sama dengan lelaki yang pernah Rachel kenal.     

Kepala Rendra yang menunduk. Kini terangkat cepat saat melihat surat yang sudah berada di pangkuannya.     

"Chel, jang—"     

"Halo, Sayaang!" sahut suara genit itu membuat Rendra menoleh. Dan begitu pun Rachel yang baru melangkah maju tiga langkah dari Rendra.     

"Angelin?" panggil Rendra tanpa minat.     

Sedangkan Rachel hanya menatap sekilas saja adik kelasnya itu. Lalu membalikan tubuh untuk kembali berjalan. Ia lupa jika Angelin dan Rendra berpacaran. Dan begitu tak tahu dirinya Rendra justru malah mengungkapkan perasaannya pada Rachel..     

"Che! Jangan pergi dulu!" teriak Rendra, tapi masih saja gagal mencegah perempuan cantik itu pergi.     

Perempuan yang ada di samping Rendra mendengus kesal melihat Rendra masih saja memendam perasaan pada Rachel. Padahal semua orang tahu jika Rachel bukanlah seorang gadis lagi.     

"Sayaang! Udah biarin aja. Kamu belum makan kan?" tanya Angelin saat tangannya sudah berhasil menarik tubuh kekasihnya untuk kembali duduk.     

Rendra masih saja memfokuskan pandanganmya ke arah jalan yang dilalui Rachel, meski perempuan itu sudah pergi menjauh.     

"Cih, lepas! Gue nggak mau makan!" tolak Rendra seraya menghempas tangan Angelin yang melilit tangannya.     

"Tapi, kamu belum makan, Sayang. Ayolah jangan marah padaku. Aku sudah memasakan ini untukmu. Kamu jangan mengingat Rachel terus, dia udah punya suami, Sayang," ujar Angelin yang menekan kalimat terakhirnya agar membuat Rendra sadar.     

"Rendra!" panggil perempuan itu dengan nada kesal saat tubuh lelaki tampan itu sudah pergi meninggalkan dirinya di sana sendiri.     

Angelin menghentak-hentakan kakinya begitu kesal melihat pesona Rachel selalu saja membutakan siapa pun yang melihat perempuan itu     

"Aggghhh! Apa cantiknya sih si Rachel itu? Perempuan udah punya anak aja masih pada disenengin. Sialaan!"     

Rachel sudah kembali ke dalam kelas untuk kembali menerima kelas yang terakhir. Di sana ia masih melihat kedua sahabatnya sedang bergosip ria. Pasti Sellyn yang mencoba memberi racun pada otak Monica yang baru saja menikah.     

Langkah Rachel semakin teratur ke arah mereka tanpa kedua sahabatnya sadari. Keadaan kelas memang sedang ramai-ramainya sehingga kedatangan Rachel pun tidak akan pernah disangka mereka.     

"DORRRR!"     

"Kaliaan lagi apa sih?" Rachel langsung menempatkan tubuhnya untuk duduk di samping Monica.     

"Ck, sialan emang ibu dua anak itu!" sungut Sellyn tak terima. Jantungnya benar-benar ingin keluar saat suara tinggi Rachel membuat gendang telinganya hampir rusak.     

Hahaha!     

Rachel hanya tertawa mendengar celotehan Sellyn. Sedangkan Monica masih saja meniupkan udara dari kepalan tangannya menuju ke arah telinganya.     

"Emang perlu dikasih racun mulut Rachel! Telinga gue rasanya mau pecah denger suara dia," tambah Monica yang tak kalah kesal dengan perbuatan sahabatnya yang satu itu.     

Rachel meletakkan kepalanya di atas tas punggungnya yang kini sudah berada di atas meja. Kedua kelopak matanya memejam menikmati celotehan-celotehan kedua sahabatnya.     

"Heeh, Lo bangun! Lo kira kita lagi dongengin Lo? Lo pikir kita ibu peri?" Sellyn melotot ke arah Rachel yang sekarang mengukir senyum mendengar suaranya.     

"Siapa yang bilang kalian ibu peri? Kian tuh cocoknya jadi ibu sihir. Saffira nggak beruntung dapet undian ibu sihir," ejek Rachel saat mendapati putri keci Sellyn berada pada ingatannya saat ini.     

Sellyn semakin menggerutu saja mendengar nama putri yang baru saja menginjak usia empat tahun diikut sertakan dalam perdebatan mereka.     

"Selamat siang semua. Apa kalian sudah menyiapkan materi yang sudah saya share lewat email?"     

Sellyn dan Monica begitu terkejut saat kedua bola mata hitam mereka disajikan pemandangan yang begitu menyejukkan mata. Pesona lelaki yang berdiri di depan meja dosen begitu membekukan mata.     

"Chel ... Chel, bangunn!" kata Monica seraya mengunjang tubuh sahabatnya yang enggan mengangkat kepala karena rasa kantuk yang begitu berat.     

Pandangan Monica masih mengarah ke depan saat materi sudah dijelaskan dan mereka hanya bisa menatap dosen tampan itu tanpa membuka ponsel mereka berdua.     

Sellyn sedikit melirik ke arah para teman kelasnya. Mereka juga sama dengan dirinya dan Monica. Tidak ada yang membuka ponsel dan hanya terpaku pada penjelasan yang begitu menghipnotis.     

"Chel bangun! Lihat di depan sana ada apaa!" ucap Monica lagi dengan menekan kalimatnya, berharap Rachel segera bangun dari pekerjaan barunya tersebut.     

Rachel hanya bergumam tak peduli. Ia benar-benar kelelahan. Karena kurangnya tidur, Nefa malam-malam menangis karena tidak sengaja dipukul Nathan saat tidur. Dan hal tersebut membuat Rachel lagi-lagi harus menelan kesempurnaan waktu tidurnya     

"Aaagghh... jangan ganggu gue. Gue bener-bener ngantuk. Materi hari ini juga nggak terlalu penting. Gue udah punya sedikit catatan," tolak Rachel saat kembali membuang tangan yang menyentuh bahunya.     

Monica akhirnya menundukkan kepala untuk mendekatkan bibirnya di telinga Rachel. "Lo bakalan nyesel nggak mau lihat dosen di depan," bisiknya.     

Tapi, Rachel masih saja tidak peduli. Perempuan itu semakin menenggelamkan wajah cantiknya di dalam lipatan kedua tangannya.     

"Kita tahu latar belakang terjadinya perdagangan secara internasional ini didukung karena tidak semua negara mampu memenuhi kebutuhan negaranya berupa barang atau jasa yang begitu krusial di era saat ini ..."     

"Oleh sebab itu, dalam arus perdagangan secara internasional ini menjadi sangat penting dan memiliki berbagai kegunaan antar negara satu dengan negara lainnya sehingga–bisa memenuhi kebutuhan masyarakat." Lanjutnya dengan menelan nada penjelasannya pada kalimat terakhir saat melihat satu mahasiswinya sedang tertidur.     

Kaki dosen itu pun mengayun langkah panjang ke arah pusat perhatian di dalam iris hitamnya. Wajah dingin dosen tersebut membuat para mahasiswa terdiam seribu bahasa. Tidak ada yang berani membangunkan teman mereka yang sedang tertidur.     

"Masih ingin tidur atau keluar?!" Suara tinggi itu membuat Rachel gelagapan.     

"Apa sih, Kak! Ganggu orang tidur aja!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.