HE ISN'T MYBROTHER

Chel, Lo Nyariin Gue?



Chel, Lo Nyariin Gue?

0Rachel sudah sampai di dalam kelasnya. Ia tidak benar-benar terlambat karena Delon hanya menginginkan satu lagi permainan. Dan jelas Rachel tidak bisa menolak permintaan sang suami.     
0

"Lo kemana aja woyy!"     

"Banyak adek gemess yang nyariin Lo. Apalagi Rendra yang masih aja kekeh nunggu Lo tadi di gerbang," sambung Sellyn dengan tangan masuk ke dalam tas punggung yang sudah berada di atas meja.     

Rachel menyanggah dagu setelah dua buku telah berada di meja.     

"Bodi amatlah. Suami gue lebih penting," balas Rachel dengan nada tak acuh. Sedangkan perempuan yang ada di sampingnya hanya bisa menggeleng tak percaya.     

"Lo olah raga dulu berarti?" tanyanya lagi dan tanpa berdosa Rachel mengangguk dengan senyum cantik yang sudah mengukir wajah cantiknya.     

Sellyn berdecih melihat jawaban Rachel. Hari ini dia benar-benar kesal dengan dua sahabatnya yang seakan memaksa dirinya untuk mengeluarkan tenaga lebih untuk menanggung perbuatan mereka di organisasi.     

"Gue diamuk masa gara-gara Lo berdua. Seenaknya aja main gak datang ke meeting," protes Sellyn menunjuk ke arah Rachel dan Monica yang sekarang menatap ke arahnya. "Iya. Tadi Rendra marah-marah gara-gara banyak nggak tanggung jawab. Padahal penyambutan mahasiswa baru udah sebentar lagi," Lanjutnya dengan sorot mata berkilat.     

"Ya, gimana dong. Orang Nino juga baru pulang dari luar kota," tanggap Monica.     

Rachel meletakkan penanya tepat menyentuh keningnya. Ia juga merasa bersalah tentang tanggung jawab itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Delon dalam dosis cemburu yang tinggi. Dan hal itu tak akan berpengaruh baik untuk sekitar suaminya.     

"Nanti gue bicara deh sama Rendra. Gue juga nggak enak sama dia," sahut Rachel menghela napas panjangnya.     

Tidak lama suara langkah sepatu pantofel membuat ketiga perempuan itu mengalihkan perhatian.     

"Selamat pagi semuanya. Mari kita buka dengan persentasi kelompok pertama. Tidak ada alasan untuk tidak mengerjakan. Dan laporkan siapa saja yang tidak berpartisipasi dalam pembuatan makalah," ucap Pak Hilno seraya mengetuk-ngetuk meja dengan penggaris.     

"Baik, Pak!" jawab seluruh mahasiswa dengan kompak.     

Sedangkan di sisi lain Rendra melampiaskan rasa kekesalannya dengan mengacaukan berbagai atribut yang akan digunakan untuk menyambut mahasiswa baru.     

Ketiga sahabatnya saling menatap penuh arti. Mereka bertiga juga tidak tahu kenapa bisa Rendra begitu marah. Padahal seorang Rendra sangat bisa menjaga emosinya. Maka dari itu Rendra dijadikan sebagai pemimpin dari mereka.     

"Lo, kenapa Ren? Lo nggak kayak biasanya. Ada masalah apa?" tanya salah satu dari mereka yang memandang lekat ke arah Rendra yang kini sedang mengatur napasnya berulang kali.     

"Palingan juga gara-gara Rachel," sahut Zul yang sedang meneguk minuman botolannya.     

Rendra hanya menatap ke arah Zul saat lelaki itu menyebutkan nama Rachel. Ini memang semua karena rasa cemburunya yang sudah tidak bisa dikendalikan. Rendra sudah keluar dari jati dirinya. Ia tidak pernah merasakan cemburu yang seperti membakar hatinya.     

"Iya, kayaknya. Tuh, lihat! Dia udah tenang gara-gara Zul nyebutin nama primadona kita," tambah Abu.     

Rendra mulai mengayun langkah ke arah sofa panjang yang terdapat di ruangan khusunya. Di sana memang sudah ada ketiga sahabat barunya masih penasaran dengan sikap Rendra hari ini.     

Aby menepuk bahu Rendra. Dengan bola mata hitam menatap lekat ke arah lelaki tampan itu yang sudah memejamkan mata, menengadah ke langit-langit atap.     

"Lo, harusnya nggak kini, Ren. Lo tahu sendiri Rachel udah punya suami. Dan kabarnya dia cuti setahun buat kehamilannya ..."     

"Kemarin juga ada anak-anak yang bilang kalau ketemu sama Rachel sama suami dan kedua anak kembarnya. Lo harus bisa ngilangin perasaan Lo. Kita harus profesional." Lanjut Aby yang penuh keyakinan.     

Aby berharap jika Rendra bisa mengalihkan perasaan salah itu kepada perempuan lain. Rachel bukan lagi perempuan sendiri dan Rendra memang seharusnya begitu.     

Rendra melepaskan tangan Aby dari bahunya, melempar dengan kasar.     

"Gue tahu. Lo nggak usah ngasih tahu gue," tanggap Rendra dengan ketus.     

Kenyataan perasaannya kepada Rachel memang begitu melukai Rendra. Tapi, ia juga sudah mencoba untuk melupakan dan berpura-pura menerima Angelin sebagai pengalih perasaannya. Namun, apa daya, Rachel terlalu sempurna untuk ia lupakan.     

"Bukan gitu, Ren. Lo tuh baru setahun di sini. Ada senior kita yang udah lama kenal sama Rachel dari SMA aja nggak pernah diterim. Apalagi Lo ... Angel Lo ke manain?" sahut Reno sedikit kesal dengan sifat Rendra.     

"Kalau Lo mau. Ambil aja!" Rendra langsung bergegas mendirikan tubuh, meninggalkan ruangan itu seraya membanting pintu keras.     

BRAK!     

Aby mengerjapkan mata melihat bayangan hitam Rendra sudah menghilang. Lalu, dengan cepat lelaki gendorong itu mengalihkan pandangannya ke arah Reno yang tak memperdulikan kekesalan Rendra.     

"Gue tahu Lo suka sama Angelin. Tapi, Lo lihat sendiri 'kan? Angel yang ngejar-ngekar Rendra. Jangan pernah Lo nyalahin Rendra. Dia cuma mau ngelepasin perasaannya ke Angelin," jelas Aby panjang lebar. Ia ingin Reno tahu jika bukan Rendra yang salah menerima perasaan Angelin.     

Reno berdecak kesal mendengar penjelasan Abby. Jika, bukan karena orang tua Rendra baik pada keluarganya. Ia juga tidak akan mau berhubung dengan Rendra. Dirinya sudah lama mengejar cinta Angelin. Tapi, dengan datangnya Rendra seluruh perhatian Angelin tiba-tiba menghilang untuknya.     

"Beelain aja teruss! Gue udah sahabatan sama Lo berdua hampir tidmga tahun ini. Tapi, Lo berdua cuma nganggep Rendra sahabat Lo! Oke, gue keluar dari keanggotaan!"     

Reno membanting bantal sofa yang tadi dia pangku. Sekarang tubuh itu mulai berjalan ke arah pintu dan tak kalah keras membanting pintu itu dibanding Rendra.     

Zul mengelus-elus kedua telinganya mendengar hantaman keras pintu itu yang membuat telinganya begitu panas.     

"Aaaggghh! Gue jadi bener-bener gilaa!" teriak Abby yang sudah melempar punggungnya di senderan sofa.     

Sedangkan di sisi lain. Rachel sudah keluar dari kelasnya. Kelas hari ini sudah selesai. Tinggal melanjutkan kelas setelah jam makan siang. Perempuan cantik itu sedang menyebar pandangan ke seluruh sudut kampus. Untuk mencari Rendra.     

Rachel benar-benar merasa bersalah telah mengabaikan meeting tersebut. Seharusnya Rachel tidak mengikuti kegiatan itu. Karena mengingat semester akhir akan ia jalani dan kegiatan pengajuan skripsi pastinya akan menghabiskan waktunya.     

Sellyn adalah biang masalah dari semua ini. Jika dia tidak kalah dalam permainan mungkin ia tidak akan terlibat dalam organisasi jurusan.     

"Ke mana dia? Kok tumben nggak ada di perpustakaan," gumam Rachel saat melongok dari depan pintu perpustakaan.     

Pandangannya masih menyebar pandangan ke arah dalam perpustakaan. Ia tidak peduli dengan pandangan penuh arti dari para pengunjung perpustakaan.     

"Rachel, kau sedang apa di sana? Kenapa nggak masuk?" tanya dingin petugas perpustakaan itu yang melihat kelakuhan aneh Rachel.     

Rachel mengangkat kedua alisnya seraya menoleh ke arah wanita bertubuh tambun tersebut.     

"A–nu itu, Bu ... saya sedang—"     

"Chel, Lo nyariin gue?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.