HE ISN'T MYBROTHER

Apa Kamu Janjian Dengan Dia



Apa Kamu Janjian Dengan Dia

0"Apa aku terlihat begitu?" tanya Rachel sembari membingkai kedua pipi putihnya sendiri.     
0

Nadia mengangguk dengan suara tawa kekehan kecil."Memang susah ya punya suami tampan. Pasti godaannya banyak."     

"Suamimu lebih tampan. Banyak pramugari cantik di sana. Sepertinya aku yang akan memberimu kalimat itu, Mbak," sahut Rachel membalikkan keadaan.     

Siapa yang tidak tahu kehidupan seorang pilot yang akan selalu di kelilingi wanita cantik bertubuh proposional? Bahkan ia harus lebih banyak berguru pada sosok wanita tegar di depannya. Melihat senyum dan tawa selalu dia tunjukkan kepada semua orang. Kita tidak tahu apa yang sedng Nadia rasakan saat ini.     

"Aku sih nggak peduli, Chel. Hidupku hanya bersama dengan Bimo. Asal dia bisa senyum saja aku sudah sangat bersyukur," balas dengan mengusap pucuk kepala putranya yang sedang cekikikan bermain dengan Nathan.     

Rachel menatap sendu pada sosok di depannya. Kenapa lelaki setampan dan sebaik suami Nadia sampai tidak memperdulikan kehidupan wanita secantik Nadia.     

Itu terdengar sangat aneh, padahal Rachel selalu melihat kebersamaan yang terlihat begitu mesra beberapa bulan yang lalu.     

"Tidak perlu membahasnya. Aku juga akan segera mengajukan perceraian. Hidupku akan benar-benar bebas mencari papa yang lebih tampan lagi. Contohnya seperti suamimu itu. Hahaha!" Tawa terdengar nyaring di tengah kebisingan anak-anak kecil yang sedang berlarian menata meja untuk bazar nanti.     

"Enaak sajaa! Cari yang jauh! Ini suamiku sampai akhir hayat!" tolak Rachel yang sudah memeluk lengan kekar Delon erat.     

Nadia mengibas-ngibaskan tangannya di udara melihat kemesraan di depan matanya yang seperti racun untuk dirinya yang selalu kesepian selama ini.     

"Kalian berdua benar-benar membuat mataku sampai jereng! Sana cepat pergi biar mereka aku jaga. Sekalian tinggalin makanan yang mau dijual," ucap Nadia sembari mengusap air matanya yang menitih di ujung matanya karena asik tertawa tadi.     

Rachel menurunkan pandangannya melihat Nathan dan Nefa yang sudah sibuk dengan teman mereka masing-masing.     

"Nathan Nefaa, sini dulu Sayang," panggil Rachel sembari menggerakkan jemarinya di udara mengkode kedua malaikat kecilnya untuk mendekat.     

Seketika kedua bocah kembar itu berbalik dan berlari kecil ke arah sang mama yang memanggil mereka.     

"Ada apa, Ma? Mama sudah mau pulang ya?" tanya Nathan.     

Rachel mengangguk sembari memegang tangan kecil kedua anaknya. Membawanya ke depan bibir perempuan cantik tersebut. "Janji sama mama nggak boleh nakal? Nggak boleh bikin repot Tante Nadia ya? Dan satu lagi belajar yang pintar, okay?"     

Nathan dan Nefa saling menatap dengan tatapan berbinar. Lalu, mengangguk dengan kompak.     

"Siap, Ma! Nathan nggak akan nakal. Tapi, paling Nefa yang cengeng suka minta dipeluk Tante Nadia," ucap bocah laki-laki kecil itu mengadu pada sang mama sesuai dengan kenyataannya.     

Nadia hanya menutup mulut menahan tawa suapaya tidak keluar dan membuat Nefa semakin malu.     

"Itu 'kan karena Nefa jatuh. Masak gak boleh nangis. Nefa jatuh sampai berdarah, Kak!" balas Nefa tak kalah sengit saat melihat kakaknya mulai berulah padanya.     

Delon akhirnya ikut menurunkan tingginya. Kini putri kecilnya itu sudah berada di dalam pelukannya.     

"Menangis tentu boleh dong, Sayang. Princess papa tidak boleh menahan luka apapun harus bilang kepada ibu guru atau ke Tante Nadia. Paham, Sayang?" Delon berbisik pada sang putri yang terdengar sedang sesenggukan, lalu mengangguk mengiyakan perkataan papanya.     

"Iya, papa," jawabnya lemah.     

Delon tidak mau ambil resiko jika nantinya putrinya terjadi apapun dan karena ledekan putranya. Nefa tidak mau mengatakan kepada siapa pun tentang luka yang dirasakannya.     

"Cium papa dulu kalau jawabannya iya," pinta lelaki tampan itu yang sudah mengurai pelukannya dengan sang putri. Jemari besarnya menyeka lembut pipi gembul Nefa yang basah.     

Cup     

Nefa mencium lembut di rahang tegas Delon. Lalu, tidak lama pemandangan manis membuat semua orang tersentuh. Nathan memeluk Nefa dengan erat seraya mengusap-usap punggung adiknya.     

"Kakak minta maaf Nefa. Jangan nangis lagi, nanti jadi jelek kayak Bimo," kata Nathan dengan suara kecilnya yang terdengar jelas ditelinga mereka semua.     

"Aku enggak jelek yaa! Aku tampan!" sahut tak terima bocah laki-laki di samping tubuh Nadia sedang menggulung tali dari layang-layang besar tersebut.     

Rachel, Nadia, dan Delon pun tertawa melihat kelakuhan lucu anak-anak mereka. Mereka sangat menggemaskan, dan akan ada masanya di mana mereka tidak akan bisa melihat keindahan ini lagi.     

Cup ... Cup!     

Delon mencium pucuk kepala kedua anaknya dengan dalam. Ia ingin melihat kehangatan kedua anaknya seperti ini terus meski harapan itu sepertinya akan menguat karena melihat mulut Nathan yang sama saja seperti istrinya.     

"Aku ke kampus dulu ya, Mbak. Tolong jaga mereka berdua ya, Mbak. Maafin aku, aku selalu ngeropotin, Mbak," ucap Rachel yang sekarang sudah mensejajarkan tingginya dengan wanita dewasa di depan mata.     

Nadia mengangguk sembari menepuk-nepuk bahu Rachel dengan senyum terukir di sana.     

"Pekerjaanku cuma nemenin anak-anak jadi nggak usah merasa nggak enak. Aku sudah menganggapmu sebagai adikku sendiri," balasnya.     

"Terima kasih," tambah Delon dengan sedikit membungkuk ke arah Nadia.     

Delon pun menggandeng Rachel untuk kembali ke mobil. Meski ia masih marah dengan perempuan cantik itu, tapi ia tidak bisa memperlakukan Rachel sebagai orang lain di depan orang lain.     

"Mau digandeng terus?" Suara itu membuat Rachel sadar jika dirinya sudah berada di depan mobil. Sedangkan tangannya masih menggegam erat tangan lelaki tampan itu.     

Dengan cepat Rachel melepaskan genggaman tangannya. Lalu, menatap kesal ke arah Delon.     

"Kamu sengaja ya?" tuduh Rachel.     

Delon menahan tawa di dalam hati melihat wajah menggemaskan istrinya yang sekarang menatap dirinya seperti seorang musuh.     

"Ayo masuk. Aku tidak punya waktu," perintah Delon dengan suara dingin yang disengaja. Ia inginelihat wajah istrinya bertambah marah padanya.     

Rachel menghentakkan kakinya saat melihat Delon yang masuk begitu saja ke dalam mobil tanpa membukakan pintu mobil seperti biasanya.     

"Iih, kenapa sih? Dasar lelaki gak punya perasaan!" dengus Rachel memeberikan dua kepalan tangan kesal ke dapan mobil mewah suaminya.     

Rachel melangkah dengan kesal ke arah mobil, membuka pintu lalu membantingnya dengan keras.     

Delon tak peduli dengan kemarahan Rachel, ia melajukan mobil untuk segera pergi ke perusahaan, lalu memberi sedikit sambutan. Lalu, harus ia alihkan pada Regan.     

"Kamu mau aku turunin di mana?" tanya Delon yang akhirnya bisa mengeluarkan suara setelah perjalanan mereka hampir sampai di kampus A di pusat kota.     

Rachel bingung harus menjawab apa. Sedangkan dirinya sebenarnya ingin bersama dengan Delon, meskipun mereka sedang dalam keadaan perang dingin.     

"D-i depan sana. Lihat sudah ada yang menungguku. Kamu, selamat kerja sampai malam ..."     

"Atau mau langsung ke kampus?" sambung Rachel yang sudah bersiap untuk turun.     

Delon memicingkan mata saat melihat siapa yang sedang berada di depan gerbang kampus. "Kamu sengaja janjian dengan dia? Iya!?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.