HE ISN'T MYBROTHER

Kenapa Kamu Di Sini?



Kenapa Kamu Di Sini?

0Sinar sang Surya sudah menampilkan eksistensinya. Seluruh makhluk menyambut suka cita atas kehadirannya. Kicauan burung menambah syahdu pagi ini.     
0

Namun, bias cahaya matahari itu tidak membuat perempuan cantik yang masih memejamkan mata tersebut terbangun. Tidurnya seakan begitu nyaman dari hari yang lalu.     

Martha, Joan, Nino, dan terakhir Monica hanya menatap bahagia pada pulasnya tidur Rachel. Mereka berempat memilih berada di ambang pintu untuk melihat sejauh apa Rachel masih belum menyadari siapa yang sedang dipelukannya sekarang.     

"Lihatlah, putri kita seperti seorang gadis kecil yang bersembunyi di balik guling. Apa dia belum bisa merasakan jika yang dipeluk—"     

"Sssst! Jangan kencang-kencang, Ma. Nanti Rachel mendengarnya. Kita bisa bahaya!" sahut Jeno yang mencoba menahan gagang knop dengan tangan besarnya.     

Sedangkan Nino dan Monica hanya bisa saling pandang dengan tersipu saat berhasil menipu Rachel untuk membuat perempuan cantik yang masih tertidur di atas brankar itu tertidur lebih cepat tadi malam. Sehingga seseorang bisa masuk dan memeluk tubuh ringkih itu.     

"Sayang, ayo keluar. Kita pergi, kamu juga harus istirahat," kata Nino yang langsung menggandeng tangan Monica untuk segera pergi meninggalkan ruang rawat Rachel.     

Nino dan Monica menoleh ke arah Jeno dan Martha. Pemuda tampan itu segera meminta izin kepada kedua orang tua Rachel untuk segera pamit beristirahat pulang. Karena mereka berdua hanya tidur dua jam ditambhak aktivitas di dalam mobil membuat Nino cemas dengan keadaan Monica.     

"Tantee, Om! Kami pamit pulang ya! Monica sepertinya sangat mengantuk. Nanti, kami akan ke sini lagi," ucapnya yang diangguki Martha dan Jeno secara bersamaan.     

"Tante, Om juga harus segera pulang. Biarin mereka berdua bersama, nanti mereka malu kalau mau kecup-kecup." Lanjut Nino yang jelas langsung mendapat pukulan tangan dari Monica di lengan tangan kekarnya.     

Bugh!     

"Maaf, Om Tante! Mulut Nino memang suka nggak ada remnya. Jangan dimasukin ke hati," sahut Monica yang seketika membenarkan kalimat kekasihnya.     

Jeno dan Martha terkekeh mendengar pengakuan keduanya. Mereka juga tahu bagaimana Nino seperti apa, jadi apa yang dikatakan Nino hanya sebagai hiburan bagi Jeno dan Martha.     

Sedangkan Nino masih mengusap kasar bahunya yang terasa begitu panas karena pukulan kekasihnya.     

"Kamu kuat juga buat aku kesakitan kayak gini. Pantes aja aku gak bisa jauh dari kamu," gombal Nino seraya mencium cepat pipi merah merona Monica yang tak berani menatap pemuda itu.     

"Ninoo!" teriak Monica kencang. Tapi, dengan cepat Nino membukam mulut Monica karena teriakan Monica membuat tubuh Rachel bergerak. Dengan cepat Jeno menutup pintu kamar rawat Rachel.     

Kini Rachel benar-benar terbangun karena teriakan kencang dari Monica yang memang selalu membuat telinga Rachel kesakitan.     

"Awwhh... kenapa sempit begi—"     

"Kamu nggak apa-apa?"     

Pertanyaan itu membuat Rachel membulatkan matanya lebar. Bukan pertanyaannya. Melainkan suara dari pemilik pertanyaan tersebut. Dengan perlahan, perempuan itu mengangkat pandangannya. Betapa terkejutnya Rachel mendapati Delon ada di sampingnya sekarang.     

"Ka–mu!" ucap Rachel dengan terbata. Dan dengan cepat dibalas Delon dengan kecupan selamat pagi di kening perempuan cantik tersebut yang reflek memejamkan menikmati sentuhan hangat lelaki tampan itu.     

"Selamat pagi, Sayang? Apa kamu memimpikanku?" Delon mengusap lembut pipi putih Rachel yang sudah lepas dari selang oksigen. Sekarang keadaan pere.ouan itu sudah semakin membaik. Tinggal istirahat beberapa hari kata dokter, maka Rachel sudha bisa melakukan rawat jalan.     

Tubuh Rachel langsung menjauh dari tubuh suaminya. Ia menatap bingung kenapa lelaki itu bisa tidur bersamanya. Jika, ketahuan salah suster pasti Delon sudah diusir dari kamarnya. Tapi, sayangnya. Sepanjang mata Rachel memandang. Perempuan itu tidak menemukan siapa pun kecuali dirinya dan Delon.     

Lalu, mereka ke mana? Termasuk papa dan mama ... mereka berdua ke mana?     

"Jangan menjauh dong, Sayang. Kita sudah lima tidak bertemu. Apa kamu tidak merindukanku? Kedua anakku saja sangat merindukan papanya," bisik Delon saat tubuhnya yang mendekat ke arah Rachel.     

Rachel mendorong wajah Delon untuk menjauh dari wajahnya. Ia masih belum bisa melihat Delon di sini. Hatinya masih begitu sakit dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan Rachel ketahui.     

"Jangan dekat-dekat! Pergi sana! Atau aku akan melaporkanmu kepada dokter?!" ancam perempuan itu, tapi hanya dibalas dengan kecupan kilas di bibir Rachel.     

"Silahkan, Sayang. Mereka tidak akan bisa ke sini. Aku sudah memasang ranjau di depan kamar rawatmu ... siapa pun tidak akan pernah bisa ke sini. Apalagi membuka pintu kamarmu," ujar lelaki tampan itu dengan nada serius. Seakan ingin membuat perempuan itu percaya jika apa yang dikatakan dirinya adalah sebuah kebenaran.     

Karena ranjau yang dimaksud Delon adalah keempat orang yang berada di depan pintu.     

"Maumu sekarang apa agar kamu bisa pergi dari sini?" tanya Rachel yang sudah masuk ke dalam rencana Delon.     

Delon mengulum senyum saat mendengar pertanyaan dari istrinya.     

"Aku ingin kita berciuman. Jangan berhenti sampai aku melepaskannya. Bagaimana?"     

"Ohya satu lagi, Sayang. Aku akan bicara nanti, saat aku bicara jangan sela apapun. Setelah itu aku akan pergi sesuai dengan keinginanmu. Deal?" Delon menyodorkan tangannya untuk memulai permainan ini.     

Rachel nampak ragu dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh Delon..ia takut ditipu oleh lelaki itu. Tapi, jika dirinya tidak menyetujui perjanjian ini. Pasti Delon akan tetap di sini dan hal tersebut hanya akan mbuat hati Rachel sakit saja.     

"Deal!" Rachel menerima jabatan tangan Delon. Lalu, dengan senyum tampannya lelaki tampan itu menelusupkan tangan kekarnya di leher Rachel. Memajukan wajah tampan itu semakin dekat. Rachel sudah menutup mata dengan bibir yang sedikit terbuka untuk menerima ciuman Delon.     

Tapi, setelah Rachel menunggu lama. Delon tak kunjung menciumnya. Perempuan itu pun mulai kesal, dan dengan cepat kedua kelopak mata itu terbuka lebar mendapati Delon yang justru mengulas senyum sumringahnya.     

"Kamu sudah tidak sabar mengigit bibirku?" Pertanyaan itu membuat Rachel semakin mendengus kesal. Ia memilih untuk memunggungi Delon. Tapi, sayangnya tiba-tiba tubuhnya merasa sakit.     

"Aawwhh!"     

"Makanya jangan kebanyakan gerak. Kamu cium aku duluan, aku pasti akan menjagamu agar tidak kesakitan lagi ...." Delon sudah memajukan wajah tampannya bersiap mendapatkan bibir istrinya yang sudah ia rindukan empat hari lalu.     

Cup     

Rachel mencium cepat bibir Delon. Lalu memilih membuang wajah ke samping.     

"Bukan begitu aturannya, Sayang. Poin kamu hilang satu! Begini caranya mencium, Sayang. Nanti aku akan ajarkan kepada perempuan lain agar mereka mengerti bagaimana caranya mencium kekasih mereka," goda Delon yang benar-benar membuat Rachel memutar wajahnya cepat.     

"Apa katam—"     

"Eumbhh! Ak–u belu-m ...." Delon semakin memperdalam ciumannya. Pagutan mereka semakin panas. Rachel tidak munafik jika dirinya juga merindukan Delon.     

Tangan yang masih dipasang selang infus itu sudah berada mengalung di leher Delon dengan erat.     

"Aku mencintaimu, Chel. Sangat mencintaimu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.