HE ISN'T MYBROTHER

Rere Menyerah



Rere Menyerah

0"Bagaimana kau sudah paham apa yang harus kau lakukan?" Regan menggendong anak laki-laki tersebut. Setelah Delon melakukan kesepakatan yang tidak bisa dibayar murah.     
0

"Yaa! Om kuda!" sahutnya singkat.     

Regan membulatkan mata saat mendengar panggilan itu tercetus kembali dari mulut lemes bocah kecil tersebut. Padahal sudah berulang kali Regan mengatakan dirinya sangat tampan. Bukan seorang 'om kuda' bagaimana bisa wajah sesempurna dirinya disamakan dengan kuda.     

"Mulutmu itu memang harus dimasukkan cabe sekilo yaa! Sudah aku bilang panggil 'om tampan' jangan 'om kuda!' dengar?" balas lelaki berkaca mata itu dengan sorot mata yang serius. Ingin rasanya dirinya memakan bocah ini dengan sekali lahap saja.     

Kekesalan Regan semakin membuncah saat melihat jawaban dari Alan hanya menggeleng. "Om pakai itu sama kayak kuda di panti. Jadi, aku suka manggil Om kuda," jelasnya yang semakin membuat Regan Mengger tanpa mau memperpanjang lagi.     

Karena initinya dirinya sudah tahu asal usul dari pemanggilan 'om kuda.' Cih, dasar! Lihat saja nanti jika bocah ini sudah besar. Regan pasti akan mengajaknya bergulat di atas ring tinju.     

"Sudah diem. Mulutmu memang sangat pedas!"     

Beberapa anak buah Regan yang berada di belakang tubuh lelaki itu diam-diam mengulum tawanya melihat Regan yang dibuat kesal oleh anak kecil berumur tujuh tahun.     

Beruntung tawa mereka tidak diketahui Regan. Jika, lelaki berkaca mata bening itu tahu sudah tamat riwayat mereka.     

"Udah berhenti, Woy! Lo mau kepala sama tangan Lo misah?" Salah satu dari mereka menyenggol lengan tangan temannya yang masih tidak bisa berhenti menghentikan tawa tertahan mereka.     

"Iyaa, iyaa! Bawel Lo! Sedari dulu kepala sama tangan 'kan udah misah," jawbanya lirih.     

Sedangkan Rere masih menerima siksaan dari anak buah Delon yang masih juga menolak untuk menuruti perintah. Kedua tangannya terborgol terbentang di kedua sisi. Kedua kakinya pun sama.     

Kini rambut panjang hitam legam yang selalu dijadikan mahkota bagi Rere untuk mendapatkan pelanggan kelas atas kini terpotong tak beraturan karena perintah Delon. Lelaki itu memang selalu memberi siksaan yang luar biasa kejam untuk bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.     

"Katakan apa yang kau inginkan. Sepertinya nyawamu sudah tidak terlalu penuh untuk menjalani hari selanjutnya," ucap salah satu anak buah Delon yang membawa gesper panjang yang selalu memakan korban puluhan orang. Termasuk darah Rere yang mengalir di gesper tersebut.     

Tanpa mengangkat kepala, perempuan itu masih kuat menarik sudut bibirnya. Baginya melihat Rachel putus asa adalah kebahagian bagi Rere. Ia tidak peduli jika harus mati untuk menyimpan kebenaran ini.     

"Bo–doh! Sampai kapan pun kau memukuliku. Aku tidak akan pernah sudi memberikan pengakuan! Katakan pada tuan kalian. Dia akan melihat istri dan anaknya mati! Hahaha... mati!"     

"AWKHHH!" teriak Rere kencanh saat sebuah pecut tajam mengebas tubuhnya hingga membuat tubuh itu melonjak kesakitan. "Bo–doh, dasar bodoh!" Lanjutnya dengan nada bergetar. Seakan memperovokasi anak buah Delon untuk segera memberi pecut yang lebih kencang dan menyakitkan.     

"Kau, main-main denganku?! Rasakan in—"     

"Berhenti!" Suara tegas itu membuat langkah tangannya yang sudah mengayun di udara terhenti. Lalu, perlahan mulai turun kembali.     

Tubuh kekar laki-laki itu membungkuk seketika saatelihat siapa yang datang hari ini. "Selamat siang, Pak Regan! Anda di sini," katanya yang hanya dibalas lelaki berkaca bening itu dengan menggeram saja.     

Regan mengayun langkah ke arah tubuh Rere yang masih memperlihatkan gerakkan di sana. Bahkan kelopak mata yang terbuka menyipit itu sudah menatap pergerakkan Regan.     

"Apa Lo masih bisa hidup?" Pertanyaan Regan tak dibalas oleh Rere. Melihat kondisi yang mengenaskan dari tubuh perempuan di depan Regan, maka orang buta pun akan tahu jika keadaan Rere tidak akan mungkin bertahan lama.     

"Oke-oke, gue gak akan bertanya lagi." Regan mengangkat kedua tangannya ke udara. Lalu, langkah kakinya mulai mundur tiga langkah. "Kita buat kesepakatan oke? Lo denger suara ini?" sambungnya dengan meletakkan satu tangan kanan di dekat telinga.     

Rere pun mengikuti apa yang sedang dikatakan Regan saat ini.     

"Kakak Reren!"     

Kedua mata hitam Rere yang telah berubah memerah itu terbuka lebar seketika. Perlahan wajah penuh luka itu terangkat dengan tertatih, kini tatapan lemah itu mengarah kepada seorang lelaki berkaca mata di depan pantulan iris hitamnya.     

"Ja–ngan sa–ki–ti di–a!" Suara terbata itu membuat Regan mengusap dagunya yang yang ditumbuhi sedikit jambang.     

"Gue nggak tahu. Gue juga nggak mau tahu, Rere! Bagi gue, ada uang ada perintah. Kalau boss gue bilang bunuh ya harus dibunuh, bukan?" Lelaki berkaca mata bening itu memilih mendudukkan tubuhnya di atas kursi kayu di sana.     

Regan bisa melihat kasih sayang yang dicurahkan perempuan itu untuk bocah laki-laki bermulut lemes tersebut. Akhirnya dirinya bisa mendapatkan kelemahan dari seorang Rere, jika kematian tidak bisa membuat hatinya melunak.     

"Jangan sakiti dia. Kumohon, lakukan padaku! Aku akan rela mati asal dia selamat. Jangan sentuh diaa!" teriak Rere sekuat tenaganya. Ia mencoba memberontak untuk pertama kalinya. Tapi, sia-sia saja. Kekuatan perempuan itu sudah habis karena luka yang terukir disekujur tubuhnya.     

Regan menggerakkan jari telunjuk yang diletakkan di depan wajahnya. "No... no! Penawaranku tetap sama. Lakukan semuanya, dan kau akan mendapatkan bocah kecil itu ..."     

"Atau kau ingin mendengar suaranya sekali lagi? Kau pasti sudah lama bukan tidak melihatnya?" tambah Regan yang kembali memberi kode dengan satu tepukkan tangan.     

Prok!     

"Hikss! Aagggh! Sakittt! Kakak Rereen!" Isak tangis bocah itu membuat Rere menitihkan air matanya. Ia benar-benar tidak bisa mendengar adik pantinya menangis dengan merintih kesakitan.     

Sebenarnya apa yang sedang mereka lakukan kepada Alan? Kenapa suaranya seperti mendapat luka yang begitu dalam. Apa yang dia rasakan apa mungkin Alan juga terima?     

Jika, benar! Rere tidak akan bisa membiarkan kekejaman mereka membuat Alan terluka. Ia bahkan tidak pernah membiarkan nyamuk menggigit adiknya. Apalagi sebuah cambukkan yang begitu menyakitkan.     

"BAIKLAH ... BAIKLAH! LEPASKAN DIA! AKU AKAN MENGATAKAN SEMUANYA!" teriak Rere yang membuat Regan mengulas senyum tajamnya.     

Jika, melihat betapa mudahnya mendapatkan kelemahan perempuan itu. Seharusnya Regan dari awal menculik saja bocah kecil tersebut. Tanpa harus memperlama waktu Delon dan Rachel berpisah. Ia juga begitu kasihan melihat keputus asaan seorang Delon yang berjauhan dengan anak dan istrinya.     

"Nahh begitu! Lo akan bertemu dengan adik pantimu segera."     

Regan sudah menyiapkan kamera video untuk pengakuan Rere. Sekarang ia sudah bisa memberi laporan pada Delon.     

Sedangkan di dalam sebuah ruangan. Bocah laki-laki kecil itu membuat sengsara dua anak buah yang ditinggalkan Regan untuk menjaganya.     

Alan meminta kedua anak buah Regan menjadi seokor kuda yang sering dia naiki di panti.     

"Ayo kuda besar. Berkeliling! Kamu harus banyak berolah raga biar sehat!"     

"Nak, kita istirahat dulu ya? Kita sudah berputar sepuluh kali. Paman capek!"     

"Enggak! Alan masih mau kudaa!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.