HE ISN'T MYBROTHER

Bertemu Bocah Kecil



Bertemu Bocah Kecil

0"Apa?! Lo mau jodohin calon istriku gue sama tua bangkotan kayak pak Renar? Yang bener aja, Non! Lo cantik, tapi otaknya cuma sebelah!" Nino menatap tidak suka dengan pada Rachel yang menahan tawa melihat Nino kesal padanya.     
0

"Kalau Lo bukan jodoh Monica. Emang Lo mau apa, hah?"     

"Yaa, gue paksaain lah!" kekeh Nino yang membuat Monica tertawa geli mendengar jawaban Nino.     

Rachel menggeleng tak percaya mendengar jawaban dari pengawal kecilnya itu. Baru kali ini seorang Nino memaknai kepemilikan seperti ini.     

"Jadi, Lo ke sini mau apa?" tanya Rachel yang seakan tahu ada maksud lain dari kedatangan Nino membawa Monica. Padahal tadi Monica sudah bilang bahwa perempuan itu tidak bisa datang menjenguknya karena menghadiri peresmian cafe baru Dani.     

Monica melepaskan tautan tangannya dengan Nino paksa. Ia ingin duduk dengan tenang. Sejak tadi Nino selalu saja membuat tubuhnya berpeluh, meski aktivias panas mereka tadi telah selesai yang hanya menghabiskan waktu satu jam saja.     

Nino tidak masalah dengan apa yang dilakukan kekasihnya itu. Ia menyadari jika dirinya telah membuat perempuan itu kelelahan.     

"Nggak apa-apa. Gue cuma pengen lihat Lo aja. Emang nggak boleh?" tanggap Nino membuat Rachel berdecih. Lalu, memutar pandangan ke arah Monica.     

"Ceritain, Mon. Kenapa Lo bisa balikan sama kadal buntung kayak dia ...." Rachel menunjuk ke arah Nino yang sedang memainkan ponsel tanpa peduli dengan ejekkan istri bossnya tersebut. "Lo harus pikir matang-matang, Mon! Lo pasti kesambet kan?" sambungnya lagi.     

Monica melirik ke arah Nino yang memberinya kecupan jauh. Kemudian pandangan itu beralih pada Rachel kembali.     

"Mungkin, Chel. Gue juga nggak tahu. Kalau dia sampai nidurin jalang lagi, besok-besok gue bakal nyiram dia pakai air panas. Biar jelek sekaliaan!"     

Nino yang sedang duduk di sisi brankar Rachel hanya bisa bergidik ketakutan dengan ancaman calon istrinya tersebut. Karena ancaman seorang perempuan bagi Nino tidak hanya perkataan yang terucap di ujung lidah. Ini semua ia pelajari dari sang master, ibu yang telah melahirkan dirinya.     

Rachel memberi acungan dua jempol ke arah Monica seraya tertawa. "Memang benar sekali. Anda bisa andalkan saya, Nyonya!"     

"Aku padamu, Sayang. Aku 'kan sudah cinta mati padamu. Kalau kata Nona Rachel aku udah bucin," sahut Nino yang diam-diam sedang mengarahkan kamera ponselnya ke arah Rachel.     

"Lo ngajarin Nino, Chel?"     

***     

Di penjara bawah tanah.     

Delon mengulas senyum melihat istrinya yang tertawa tanpa beban di sana. Setidaknya Delon bisa mengundur waktu untuk bisa membawa Rere di hadapan Rachel nanti.     

"Lo lagi apa, Lon? Kenapa senyum-senyum kayak gitu?" tanya Regan yang baru saja membuka pintu ruangan khusus Delon. Dan mendapati sahabatnya sedang tertawa menatap layar ponsel.     

Delon yang mendengar pertanyaan Regan hanya mengarahkan lirikan ujung matanya ke arah tubuh Regan yang berdiri di ambang pintu dan perlahan bergerak ke arahnya.     

"Ada apa sih? Jadi bikin penasaran aja," tambah Regan semakin mengundang rasa penasarannya. Karena pertanyaan Regan tak kunjung mendapatkan jawaban dari mulut sang Boss.     

Delon tidak bisa menghentikan laju Regan yang perlahan mulai mengikis jarak di antara mereka berdua. Karena ia tidak boleh mengeluarkan suara jika tidak mau Rachel curiga.     

Tubuh Regan sekarang berada di samping tubuh Delon. Kepala itu melongok ke arah ponsel yang sengaja dimiringkan oleh sang pemilik, tapi Regan masih tetap bisa melihat apa yang terjadi di sana.     

Setelah iris hitam legam Regan mendapatkan apa yang ingin ia tahu. Seketika tawa itu pecah. Sudah tidak bisa terkendalikan saat jemari Delon juga gelagapan menekan icon merah di layar ponselnya.     

"Lo, kenapa, Lon? Hahaha! Segitu rindunya Lo sama Rachel, ha?" Tawa mengejek itu masih sama keluar dari mulut Regan. Sehingga membuat Delon membanting tubuhnya di atas bangku kebesarannya.     

"Gue emang kangen Rachel. Emang masalah apa buat Lo? Apa pekerjaan Lo udah beres ha?" sengit Delon seraya memijat keningnya. Ia benar-benar kesal dengan kedatangan Regan. Jika, lelaki itu tidak datang, pasti dirinya masih bisa melihat keadaan kedua anak dan istrinya.     

Regan menutup mulut untuk menghentikan tawanya. Perlahan map biru yang tadi berada digenggaman tangannya perlahan meluncur di depan pandangan Delon. Lalu, lelaki berkaca mata itu kembali duduk di bangku tamu di depan meja kerja Bossnya.     

"Laporan panti asuhan. Ada satu anak yang selalu mendapatkan perhatian dari Rere. Sepertinya ini bisa ... dia sudah sejak bayi bersama dengan Rere dulu. Sebelum perempuan itu diadobsi oleh orang tua yang ternyata justru menjual perempuan itu ke kelab malam," jelas Regan yang membuat Delonelirik dengan ujung mata elangnya seraya membuka lembar per lembar laopran yang dibawa asisten pribadinya tersebut.     

"Lalu, bagaimana kondisi anak itu?" Delon mengeluarkan suara dinginnya. Matanya membaca berbagai kegiatan dan data diri dari anak kecil itu dan data diri Rere yang ternyata sudah berada di panti asuhan tersebut sejak umur lima tahun.     

"Melakukan sesuai rencana. Pihak panti juga tidak maslah sedikit berbohong untuk kita. Mereka ikut menyesali dengan perubahan sikap Rere ... dan anak laki-laki itu sudah berada di sini. Apa kau ingin melihat?"     

Delon mengangguk mengiyakan. Kini sampul map biru telah berhasil tertutup kembali dengan sempurna. Laporan sempurna dari Regan selalu memberinya senang.     

"Masukan dia!" Suara Regan membuat seseorang yang berada di depan pintu tadi perlahan masuk.     

Suara langkah kaki berlipat itu membuat Delon mengusap dagunya menatap tajam ke arah bocah laki-laki yang kini juga menatapnya dengan dalam.     

"Boss, kami sudah sampai. Dia sedikit memberontak saat diajak ke sini. Tapi, data sudah aman. Kami tidak melakukan penculikan," kata anak salah satu anak buah Regan yang sedang memegang pundak bocah laki-laki tersebut.     

"Om jahat! Kenapa aku dibawa ke sini? Aku masih mau belajar di panti. Aku gak mau diambil orang jahat," tungkas bocah laki-laki itu menatap menohok ke arah Delon.     

"Sstt! Jaga mulutmu bocah kecil! Itu bisa kami!" sahut anak buah Regan yang mencoba membukam mulut berani dari bocah berumur tujuh tahun itu.     

Delon mengangkat kedua alisnya masih memandang ke arah bocah laki-laki itu, lalu memberi kode tangan ke udara. Yang mengartikan 'biarkan saja dia bicara' dan hal membuat anak buah Regan mengangguk dengan peluh panas dingin yang sudah tercetak kentara di dahi mereka.     

"Namamu siapa?" tanya Delon.     

"Alan!" jawab bocah laki-laki dengan ketus.     

Delon akhirnya mengangguk-angguk karena dirinya juga sedang mencocokkan data yang dibawa Regan tadi.     

"Apa kau mengenal Rere? Oh, bukan! Maksudku kak Rerenmu. Apa kau mengenalnya?" tanya Delon kembali. Dan bocah laki-laki itu mengangguk mengiyakan. "Apa kau ingin bertemu dengannya?" sambung Delon membuat langkah kecil itu tiba-tiba berjalan ke arah kursi kosong di samping kursi yang diduduki Regan.     

Regan membulatkan mata saat melihat tubuh kecil itu berusaha untuk menaikkan tubuhnya ke atas kursi tersebut.     

"Katakan apa mau, Om?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.