HE ISN'T MYBROTHER

Ini Suamimu Bukan?



Ini Suamimu Bukan?

0"Kamu membayar mereka pasti kan?"     
0

"Aku gak mau di sini. Aku mau bertemu dengan Rachel. Aku ga percaya padamu ... bisa saja semua adalah perintahmu. Lihat, Molly saja gak mau mengiyakan rekaman itu," sambung Monica yang sudah memberikan kembali benda pipih itu kepada sang pemilik.     

Sedangkan Nino menarik tubuh Monica untuk semakin mendekat pada tubuhnya. "Kita tunda dulu ke rumah sakit. Rachel pasti sudah baik-baik saja. Banyak orang yang menjaga tuan putri itu ..."     

"Aku ingin bersamamu. Aku merindukanmu, Mon ... Aku tidak pernah membayar mereka. Kecuali gaji," tambah Nino seraya mengalihkan seluruh rambut hitam Monica samping kiri depan.     

Nino tidak mendapat penolakan. Bibirnya semakin mensesap leher putih Monica. Ia sudah benar-benar meninggalkan para jalang untuk bersama Monica.     

Termasuk Molly yang sudah tidak lelaki itu pakai karena ia sungguh sudah lelah dengan berbagai tubuh jalang yang hanya bisa membuatnya bergairah tanpa cinta.     

"Aku gak percaya padamu. Benar-benar tidak percaya!" Suara Monica dengan nada tinggi. Tapi, dari penolakan itu Nino mengulas senyum tampannya. Dan seketika menghentikan aksinya.     

Nino meletakkan dagu di atas bahu Monica. Pelukan pada perut rampingnya semakin erat. Nino sepertinya tidak memberinya akses untuk bergerak. Hanya untuk meraih ponselnya yang berdering saja Nino tidak memperbolehkan.     

"Ayo menikah, Sayang. Aku sudah lelah sepeerti ini. Aku juga ingin seperti kak Regan. Sepertinya hidupnya semakin baik saat menikah," kata lelaki itu yang membuat Monica memiringkan wajah ke arah wajah Nino yang berada di bahunya.     

Monica menerbitkan senyum cerahnya setelah beberapa hari dunianya begitu gelap karena kehidupan malam Nino yang membuatnya kecewa. Dan hari ini semua terungkap. Bahwa kesungguhan hati yang diucapkan Nino tempo hari adalah nyata adanya.     

Nino kembali membawa kepercayaan Monica.     

Monica mencoba melepaskan pelukan tangan Nino sebentar. Tapi, lelaki itu menggeleng untuk menolak apa yang dilakukan Monica. "Sebentar saja. Ayolah, No! Aku tidak suka duduk seperti ini," bujuknya.     

Akhirnya setelah bujukkan yang dilakukan Monica. Akhirnya Nino mau melepaskan lingakaran tangannya pada perut ramping itu.     

"Aku hanya ingin seperti ini ...." Perempuan cantik itu membalikkan tubuh menghadap ke arah Nino yang saat ini menatapnya lekat. "Aku ingin menatapmu. Apa kamu bersungguh-sungguh atau tidak," sambungnya.     

Nino terkekeh. Kedua tangan itu kembali melingkar di pinggang Monica. "Coba tatap mataku ... hidupmu akan terjamin jika hidup bersamaku. Semua yang kau perlukan ada di sini." Lelaki itu memukul dada bidangnya dengan gentelman.     

Perempuan cantik itu tertawa melihat kelakuan konyol Nino. Ia juga meyakini apa yang diucapkan Nino. Lelaki itu terlalu muda untuk bisa memiliki segalanya.     

Maka dari itu banyak sekali mahasiwi di kampus yang berlomba untuk bisa tidur dan menjebak Nino untuk menaruh benih di rahim mereka. Sayangnya, Nino terlalu pintar untuk mereka bodohi.     

"Aku ingin menikah denganmu, Sayang. Aku tidak mau sampai cowok tadi yang akan menjadi suamimu," ulang Nino yang kini sudah menyatukan kening mereka bersama. Napas penyesalan dan takut kehilangan sungguh Monica rasakan.     

"Kamu hanya perlu menyiapkan pesta. Mami Sarah sudah datang. Aku tidak mau pesta yang biasa, No. Kamu tahu bukan hargaku sangat mahal," balas Monica dengan nada jual mahalnya.     

Tapi, Nino terkejut dengan perkataan Monica. Apa tadi maminya sudah datang? Datang kedua kali setelah kemarin bersamanya? Tapi, kapan?     

"Kapan, mami datang ke ruma—"     

Cup     

Monica mengecup bibir Nino cepat saat lelaki.itu hendak menuntaskan kalimatnya. Tapi, ciuman itu membuat kedua mata mereka kembali bertemu dengan dalam.     

"Makasih, kamu sudah mau berubah," ucap permpuan cantik itu tersebut yang dibalas Nino dengan pagutan panas mereka yang dimulai dengan napas memburu.     

Monica mengalungkan kedua tangannya di leher tegas Nino. Lidah mereka saling menari memberikan rasa nyaman dan kebahagian di sana. Monica hanya bisa pasrah saat bibirnya sudah digigit dan disesap oleh lelaki di depannya.     

Sedangkan kedua tangan Nino sudah menggapai bukit besar yang dimiliki kekasihnya meski masih terhalang oleh baju yang dipakai perempuan itu.     

Sekarang ciuman itu merambat di leher putih Monica dengan ganas. Nino memberikan sentuhan tanda cinta di sana. Lelaki itu sudah sangat merindukan tubuh Monica yang selalu memberi dirinya kepuasan yang tak pernah ia rasakan jika dengan para wanita bayarannya.     

Seluruh pakaian Monica sudah terbuang ke seluruh tempat. Nino seperti seperti seorang pengelana yang sudah tidak memiliki cadangan air.     

Bibirnya sudah tak bisa mengontrol untuk tidak membuat kepala perempuan itu mendongak dengan mulut terbuka karena lidah Nino yang bermain di puncak tubuh bagian depannya.     

"Nino ...."     

Monica melenguh keras seraya menarik rambut Nino, melampiaskan apa yang sedang ia rasakan sekarang.     

"Aku merindukanmu, Sayang. Kita lakukan di sini yaa?" tanya Nino saat ia sudah melepaskan bibirnya dari ujung sensitif Monica. Tapi, tubuh bagian bawahnya sengaja menggoda milik perempuan itu yang sudah basah.     

"Eugghh... tapi, No. Di sini jalanan. Jangan ... kita lakukan lain kali saja," jawab Monica dengan napas tercekatnya. Ia bena-benar sudah terbakar api yang telah perempuan itu buat sendiri.     

"Kamu yakin kita lakukan lain kali, Sayang?" tanya Nino dengan nada menggoda. Senjata yang masih berada di dalam sangkarnya itu semakin gencar membuat tubuh bagian bawah Monica melonjak mengimbangi apa yang telah dilakukan lelaki itu.     

"Ninoo! Kamu iblis! Ayo lakukan sekarang! Aku memilikimu!" teriak Monica yang langsung membukam mulut lelaki tampan itu dengan pagutan panasnya.     

Sedangkan Nino mengimbangi lumatan yang dilakukan Monica denga tangan yang perlahan menurunkan celananya sendiri. Lalu menyobek kasar kain yang segitiga yang dipakai di tubuh Monica.     

Monica dan Nino saling berpelukan erat saat milik mereka menyatu dibarengi dengan lenguhan mereka berdua. Nino membantu pinggul Monica untuk bergerak.     

"Masih merasa sakit?" tanyanya penuh perhatian saat dirinya memaksa Monica untuk menatap matanya. Perempuan itu mengangguk dengan kening yang berkerut.     

Nino menderatkan kecupan hangat di kening Monica. "Makasih, aku tidak akan mengecewakanmu, Sayang."     

Di rumah sakit.     

Rachel benar-benar merasa kesal dengan ponselnya yang hanya dipenuhi dengan pemberitahuan para teman kampus Rachel yang ingin berkenalan dengan Renar. Sedangkan mamanya seakan seperti tak peduli dengan kekesalan Rachel.     

Wanita paruh baya itu justrul bersuka ria dengan kamera ponselnya.     

"Mama, kenapa suka berfoto sih sekarang? Rachel mau ke taman. Rachel bosan di kamar," protes Rachel yang dijawab dengan gelengan kepala oleh wanita paruh baya itu yang masih memasang bentuk wajah tersenyumnya di depan kamera.     

"Noo, Baby! Kamu ingat 'kan sementara ini jangan melakukan aktivitas lain kecuali tidur. Sampai pinggangku sakit, kamu hanya boleh tidur. Hahaha!" Martha tertawa melihat wajah putrinya yang kesal mendengar perkataanya.     

"Tapi, Mama Rach—"     

"Kamu ini berisik banget! Lihat perempuan ini, kenapa dia foto dengan suamimu? Ini benar Delon kan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.