HE ISN'T MYBROTHER

Eh, Kok Cerai Ma!



Eh, Kok Cerai Ma!

0"Astagaa Nyonyaa, sayaa hampir jantungan!" katanya yang disambut tawa terbahak Rachel.     
0

"Apa Suster terkejut?"     

Rachel tidak aneh dengan respon yang diberikan suster tersebut. Karena semua orang yang tidak tahu tentang hubungannya dengan Delon pasti berpikiran sama.     

Jadi, Rachel tidak menyalahkan siapa pun, termasuk suster tersebut. Hubungan dirinya dan Delon memang sudah dimulai dengan pandangan baik di mata orang.     

"Saya hampir kehilangan jantung karena mendengar cerita Nyonya Rachel. Beruntung saya masih muda dan memiliki jantung yang kuat ..."     

"Saya tidak merasa aneh jika tuan Delon yang dingin bisa jatuh hati pada Nyonya Rachel. Nyonya Rachel sangat baik hati dan cantik." Lanjutnya memuji sesuai kenyataan.     

Rachel hanya membalas dengan senyum cantiknya. Entah siapa yang beruntung memiliki di antara mereka berdua. Tapi, Rachel mengakui, jika dirinya memang sangat beruntung memiliki suami seperti Delon. Tampan dan sangat cerdas.     

Tapi, jika bukti yang ditunjukkan Delon nantinya tidak bisa meyakinkan dirinya. Ia akan bertekad memilih hidup bersama dengan kedua anaknya.     

Tidak lama suara pintu terbuka membuat mereka berdua mengalihkan pandangan ke arah pusat suara tersebut. Dan teriakan suara nyaring itu begitu familiar di telinganya.     

"Sayaang! Apa kamu sudah baik-baik saja?"     

"Astagaa, mama! Jangan lupa ini rumah sakit," sahut suara yang masih berada di belakangnya. Tapi, sayangnya, hanya dibalas wanita paruh baya itu dengan lirikan acuh tak acuh.     

Suster itu pun izin untuk permisi meninggalkan Rachel. Karena kedua orang tua pasiennya telah datang. Maka tugasnya pun ikut berakhir untuk menjaga.     

"Terima kasih ya, Sus!" ucap Rachel dengan suara berbisik.     

Suster tersebut membalas dengan senyum dibarengi anggukan kepala. Lalu, perlahan pergi dari ruang rawat Rachel sesaat setelah Jeno masuk.     

"Rachel, mama kangen kamu yang ceria seperti ini. Jangan mogok makan lagi. Beras itu mahal, jangan pikir kalau kamu gak mau makan terus makannya bisa dikasih orang lain. Nono!" Jari telunjuk bergoyang ke kanan ke kiri saat tubuh wanita paruh baya itu sudah berada di samping brangkar Rachel.     

Rachel melebarkan mata mendengar ucapan mamanya yang sedaritadi membuat telinga terpaksa terbuka lebar.     

"Itu makanan orang sakit. Kalau makanan orang sehat mama masih bisa kasih ke orang lain." Lanjutnya yang masih menceramahi putrinya. Beruntung suaminya bisa menyuapi putrinya sebelum mereka pulang.     

Rachel mengangguk mengiyakan saja supaya mama Martha cepat berhenti memarahi dirinya.     

"Kenapa mama papa ke sini lagi? Kenapa gak istirahat aja di rumah?" sahutnya dengan cepat. Ia berharap dengan pertanyaannya, bisa membuat wanita paruh baya itu berhenti mengomel.     

"Papa dan mama tidak mungkin membiarkanmu di sini sendiri. Tadi, suamimu sudah bilang kalau kamu tidak mau ditemeni dia, jadi Delon nyuruh suster. Tapi, papa dan mama tetap saja khawatir dengan keadaanmu," sahut Jeno sembari meletakkan tas baju putrinya di atas sofa panjang yang berhadapan dengan brangkar Rachel.     

Rachel mengangguk lemah, lalu mengambil gelas bening yang berisikan air mineral di atas nakas. Lalu meneguk sedikit untuk menghilangkan rasa bersalahnya kepada Delon.     

"Mama dan papa tidak akan bertanya tentang masalah kalian. Tapi, kamu harus bisa memikirkan masa depan kedua anakmu seperti apa. Dua anak itu tidak mudah, Chel. Mama aja yang satu anak, langsung tua begini," ucap Martha yang membuat Rachel dan Jeno tertawa.     

"Mama tua 'kan memang umurnya. Jangan sedih dong, tapi masih cantik banget. Beruntung aku mirip mama 'kan? Coba kalau aku mirip papa ... suaraku pasti udah buat mereka ketakutan," balas Rachel yang langsung membuat wanita paruh baya itu memeluk gemas putrinya dengan hati-hati.     

Martha senang bisa melihat putrinya kembali ceria. Ia tadi hanya mampir sebentar di rumah untuk mengganti baju. Lalu, ia dan suaminya bergerak ke rumah Tio. Tapi, sayang mereka tidak menemukan Jenny yang sudah tidak pulang tiga hari ini.     

Bahkan hari ini ponsel Jenny mati. Seperti keadaan saat Martha menghubungi Jenny tadi. Martha sudah melancarkan rencananya untuk melihat keponakannya itu benar-benar berubah atau tidak.     

Beruntung tadi dirinya bisa berbohong untuk menumpang ke kamar mandi. Sehingga ia bisa memasang kamera kecil di kamar Jenny. Jeno bahkan tidak mengetahui ide cemerlang ini.     

Sekarang Martha tinggal menunggu bagaimana hasil dari karya cerdiknya. Ini semua karena kekuatan dari seorang ibu. Martha tidak akan bisa melihat rumah tangga putrinya hancur hanya karena masalah Jenny.     

"Mama ... Mama? Kenapa melamun?" Suara Rachel membuat pemilik panggilan tersebut menurunkan pandangan ke arah iris putrinya. Mereka berdua masih berpelukan. Tangan Rachel yang terpasang selang infus mengusap lembut lengan tangan wanita paruh baya tersebut.     

Martha mengecup hangat pada pucuk kepala putrinya, lalu mengurai pelukan tersebut.     

"Mama mau memasukkan bajumu dulu. Kamu, bermain saja dengan ponselmu. Biarkan papamu istirahat. Daritadi dia diajak bicara dengan tamu di rumah, jadi gak bisa tidur," ucap bohong Martha yang diangguki Rachel percaya saja.     

Perempuan cantik itu pun langsung meletakkan kembali punggungnya dengan perlahan. Tubuh Rachel masih saja terasa lemah dan perutnya juga masih sakit untuk bergerak.     

'Apa dia mengirimiku pesan?' monolog Rachel dalam hati saat tangannya kembali meraih ponselnya.     

Jemarinya mulai melihat isi di dalam layar ponselnya mencari pesan dari Delon. Tapi, sayangnya, di sana tidak ada pesan apa pun dari Delon. Deru napas kesal membuat Rachel enggan untuk memainkan benda pipihnya.     

Martha kembali ke arah putrinya setelah seluruh baju Rachel telah masuk ke dalam lemari dengan rapi.     

"Kamu kenapa, Chel?" tanya Martha yang sekarang sudah mendudukkan diri di kursi samping brankar Rachel.     

Perempuan cantik itu menggeleng seraya diam-diam memasukkan benda pipih itu di balik bantalnya tanpa sepengetahuan wanita paruh baya tersebut.     

"Rachel, apa kamu masih tidak mempercayai suamimu?"     

Pertanyaan itu membuat Rachel mengernyitkan dahinya. Ia tidak pernah mengatakan apapun pada mamanya. Kenapa, wanita paruh baya itu tahu?     

"Kamu terkejut mama tahu? Mama punya anak buah. Tentu mama tahu tanpa kalian memberitahu mama," sambungnya yang membuat Rachel menenggelamkan lagi wajahnya di atas bantal dengan memering, menghindari tatapan menelisik mamanya.     

Martha menggeleng pelan saat melihat kelakuhan putrinya yang seakan tidak ingin membahas masalah yang sedang terjadi di dalam rumah tangganya. Rachel, begitu mirip dengan dirinya. Selalu mengambil segala keputusan dalam satu pandangan saja.     

"Chel ...."     

"Hmm, iya, Ma? Hubungan rumah tanggaku ya begitu. Kalau kak Delon masih gak bisa meyakinkan aku ... aku juga bisa jadi papa untuk mereka," balas Rachel yang membuat Martha menundukkan kepala berat.     

Putrinya tidak akan tahu bagaimana rasanya saat dua peran sekaligus dalam satu tubuh. Sekarang mulutnya memang dengan mudah mengiyakan. Tapi, ia yakin Rachel tak akan bisa nantinya. Jika, melihat sifat manja putrinya yang masih melekat hingga saat ini.     

"Jika kamu sudah yakin. Mama akan mengurus surat perceraianmu."     

"Ha? Sekarang, Ma?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.