HE ISN'T MYBROTHER

Jangan Menyentuh Anakku



Jangan Menyentuh Anakku

0"Serahkan kepada mama. Mama akan membantumu, sepertinya masalah ini juga tidak jauh dari Jenny ..."     
0

"Mama dan papa tidak menyalahkanmu, Lon. Sikap Rachel yang belum dewasa membuat hubungan kalian mudah dipengaruhi orang lain. Sekarang cepatlah masuk, lihat papamu sudah keluar," tambahnya saat melihat Jeno sudah mengeluarkan tubuh tuanya perlahan.     

Delon mengikuti arah tunjuk wanita paruh baya itu melalui pandannya ke arah pintu kamar rawat Rachel.     

"Masuklah. Bicarakan baik-baik dengan Rachel, pasti dia hanya salah sangka denganmu," sahut Jeno yang sekarang berdiri tepat di hadapan menantu dan istrinya yang sedang terduduk. "Rachel sedang tertidur setelah menghabiskan buburnya. Beruntung dia mau makan setelah papa mengingatkan kedua anakmu." Lanjutnya.     

Delon mengangguk mengiyakan perkataan Jeno. Dirinya memang sangat merindukan Rachel dan kedua anaknya. Ia ingin bertanya apapun yang dirasakan perempuan itu. Delon ingin merasakan kesakitan yang ditanggung Rachel selama mengandung kedua buah cinta mereka.     

Delon menarik napas dalam saat kakinya mulai melangkah ke arah brankar istrinya yang benar sedang tertidur di sana.     

Perempuan cantik itu tertidur dengan pulas dan damai. Rasanya Delon ingin memeluk tubuh lemah itu untuk tertidur di atas lengannya dengan tangan kekarnya yang mengusap perut besar itu.     

"Sayang, kamu sudah tidur? Bagaimana keadaanmu? Apakah masih terasa sakit?" tanya Delon yang langsung menampar sendiri rahang kekarnya saat menyadari pertanyaannya yang salah.     

Plak     

"Dasar bodoh, Lo, Lon! Jelas Rachel merasakan sakit. Kenapa malah Lo tanya kayak gitu?" desah kesalnya merasakan panas di rahang kanan kekarnya.     

Perlahan lelaki tampan itu mendudukkan tubuhnya di kursi dekat brankar istrinya. Punggung tangan yang terhiasi selang infus itu membuat hati Delon sakit. Kenapa lagi-lagi tubuh kecil itu merasakan suntikan jarum yang begitu menyakitkan di sana.     

"Sayang, apa kau marah padaku? Jika, iya. Kenapa kamu marah padaku? Apa ini semua karena Jenny ... Aku sudah mengatakan tidak akan ada perempuan yang akan menggantikanmu ..."     

"Aku begitu sulit mendapatkanmu dulu, Sayang. Dan tidak mungkin aku melepaskanmu semudah itu untuk perempuan yang sama sekali tidak aku cintai. Kumohon jangan tolak aku lagi," sambung Delon panjang lebar dengan nada frustasinya.     

Delon benar-benar tidak tahu lagi bagiamana caranya agar Rachel tidak membencinya saat kedua kelopak mata itu terbuka dan menyadari akan keberadaan dirinya di sini.     

Lelaki tampan itu menangisi ketidak berdayaan Rachel di atas brankar tersebut. Hingga beberapa menit kepala Delon terjatuh karena kondisi tubuh yang begitu kelelahan dan air mata yang tak mau berhenti mengalir. Tangan Delon menggegam lembut tangan Rachel disela kelopak matanya yang memejam.     

Kantuk yang begitu dirasakan Delon sudah tidak bisa lagi dihindarinya.     

Mama Martha dan Jeno membuka pintu kamar rawat putri mereka perlahan agar tidak membuat Rachel yang tertidur. Mereka berdua hanya sekedar ingin mengetahui keadaan putri kecil mereka seperti apa.     

Tapi, saat pintu itu terbuka, betapa mengejutkannya mereka berdua melihat Delon yang tertidur dengan menggegam tangan putri mereka.     

"Betapa manisnya mereka, Pa. Mama seperti mengingat kita yang dulu. Papa dulu juga seperti Delon. Seberapa kuat mama menolak papa, pasti papa tidak pernah mundur untuk selalu meluluhkan hati mama ...."     

"Kenapa kisah itu terjadi pada menantu kita, Pa?" Martha menatap sendu ke arah kedua anak mereka. Delon dan Rachel seakan sedang mengulang apa yang telah mereka berdua lukiskan dulu. Sejarah cinta yang penuh dengan tantangan.     

Jeno mengusap lembut pundak istrinya. Ia juga mengingat dulu saat dirinya harus membujuk Martha yang harus mengalami kecelakaan mobil karena berusaha menghindari Jeno yang dijebak oleh rekan bisnisnya, dia memaaukkan seorang wanita panggilan di dalam mobil. Dan tiba-tiba Martha datang.     

Jelas itu semua adalah permainan bisnis yang membuat Jeno hampir saja mengalami keterpurukkan atas segalanya. Termasuk, kepercayaan Martha pun hampir hilang di tangan Jeno.     

"Pelajaran berharga pasti mereka dapatkan dari ini semua, Ma. Ayo kita pulang, lalu ke rumah kak Tio. Bukankah mama ingin ke sana?" tanya Jeno yang diangguki wanita paruh baya itu seraya tangannya menarik kembali knop kunci tersebut dengan perlahan.     

Tidak lama dari kepergian Martha dan Jeno. Rachel perlahan sudah mulai menggerakkan kelopak mata indahnya itu yang dihiasi bulu mata lentiknya. Tangan kanan Rachel terasa berat seperti ada yang menahan.     

'Kenapa sangat berat. Aku tidak bisa bergerak,' batin perempuan itu yang perlahan mulai menurunkan pandangan ke arah tangannya yang tak bisa bergerak.     

'Dia ... kenapa lelaki ini di sini? Bukankah aku sudah mengatakan kepada papa untuk melarangnya masuk?' sambungnya lagi saat perlahan tangan itu mulai Rachel lepas dengan sekuat tenaganya.     

Tapi, apa yang Rachel lakukan ternyata membuat Delon merasakan gerakkan dan juga perlahan terbangun. Sesaat pandangan Delon mengarah pada jemari lentik itu tinggal satu tarikan Rachel saja, dan kini sudah terlepas.     

"Sayang kamu sudah bangun? Katakan di mana yang sakit. Aku tidak akan pernah lelah menanyakan hal ini padamu. Aku ingin tahu di mana rasa sakitnya, Sayang ..."     

"Kumohon katakan padaku," tambah lelaki tampan itu dengan antusias. Tapi, nyatanya raut tanpa ekspresi itu membuat senyum antuasias Delon memudar dengan perlahan.     

Rachel membuang wajah tanpa memperdulikan pertanyaan bertubu-tubi itu melesat dari mulut suaminya. Ingatan menyakitkan saat Rere menunjukkan bukti kedekatan Delon dengan Jenny membuat hatinya sakit.     

Bahkan saat Rachel melihat wajah itu, ingatan saat Delon menggendong tubuh Jenny kembali tergores. Dan hal inilah yang tak pernah Rachel sukai. Ia tidak mau membuat kedua anaknya dalam masalah, cukup ini yang terakhir. Ia harus bisa melahirkan kedua anaknya dengan selamat.     

"Sayang ... kenapa kamu diam? Apa kamu masih marah padaku? Aku akan memutuskan kontrak itu ... asal kamu berbicara lagi padaku. Aku tidak masalah kehilangan kontrak itu, Sayang," sambung Delon lagi dengan nada memohon. Ia berharap jika permintaannya membuat istrinya kembali berbicara padanya.     

Rachel hanya melirik sedikit, dan kembali mengarahkan pandangan ke arah lain.     

"Sayan—"     

"Pergi," usir Rachel dengan suara lemahnya dan membuat kalimat Delon terhenti. Pandangan lelaki itu masih saja begitu lekat memandang wajah istrinya yang enggan menatap ke arahnya.     

Delon menggelengkan kepala. Ia tidak mau menuruti permintaan Rachel kali ini. Ia sekarang akan lebih ketat lagi menjaga Rachel, bahkan surat cuti kuliah Rachel juga sudah ia urus. Sekarang istrinya akan menerima pembelajaran di rumah. Ia tidak akan mengulangi peristiwa hari ini.     

"Aku akan tetap di sini sampai kapan pun. Aku tidak peduli kamu mau melihatku atau tidak Sayang. Aku tetap ingin bersama kalian," jawab Delon kembali mendidikan tubuhnya di kursi itu.     

Tangannya mengusap lembut perut besar Rachel, meski mendapat penolakan dari perempuan itu. Tapi, Delon tetap bersikekeh ingin menyentuh kedua anaknya di dalam sana.     

"Jangan pernah menyentuh anakku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.