HE ISN'T MYBROTHER

Nino Brengsek



Nino Brengsek

0"Brengsek Lo! Kenapa jadi nyalahi gue! Lo yang sering pulang rumah, tapi mulut Lo, nggak Lo gunain buat ngasih tahu mami ..."     
0

"Makanya punya mulut itu gunain yang bener. Jangan buat para jalang lo desah aja," sambung Regan tak kalah sengit saat tatapan mereka beradu.     

Regan sudah selalu sabar dengan apa yang dilakukan Nino selama ini. Tapi, sekarang emosinya sedang tidak stabil. Ia tidak terima selalu disalahkan adik brengseknya itu. Padahal mereka juga bekerja pada Delon, segala berita tentang Delon pasti juga terdengar di telinga Nino.     

"Sialan, Lo! Apa bedanya sama Lo, ha?!" berang Nino mengangkat dagu ke arah Regan yang sudah melepaskan kancing kemeja atas, karena napasnya sudah tidak lagi selancar tadi.     

"Bedaa! Gue udah punya istri sekarang dan gue tanpa ikatan dulu. Gue bebas bawa perempuan mana pun ke ranjang gue!"     

"Tapi, beda kalau Lo ... benar 'kan, Sayang?" Regan memiringkan wajahnya ke arah Sellyn yang masih memperhatikan layar laptop. "Udah tahu punya cewek. Tapi, desahnya sama perempuan lain. Monica emang nggak pantes sama Lo!" Lanjutnya membuat Nino sudah tidak bisa lagi duduk dengan tenang.     

Nino beranjak dari tempat duduknya. Ingin melayangkan bogeman mentah yang sudah ditahannya sedaritadi. Namun, belum juga kepalan tangan itu mendarat. Tiba-tiba suara dari arah belakang tubuhnya membuat Nino melepaskan cengkaman tangan di kemeja atas Regan.     

"Ehem! Apa yang akan kalian berdua lakukan? Mau menyakiti saudara kalian satu sama lain?" Suara itu semakin jelas Regan dan Nino dengar.     

Regan mendorong keras tubuh Nino hingga tubuh itu tersungkur di atas lantai. Lalu, membersihkan kemejanya dari belas cengkraman tangan adiknya.     

Lelaki berkaca mata itu melemparkan memori dari CCTV di mana memperlihatkan siluet hitam seseorang yang terlihat keluar dari kamar mandi sebelum kedatangan Delon tadi.     

"Itu tugas buat Lo dari boss Delon." Regan menatap tajam ke arah Nino yang menatapnya juga dengan tajam. Lalu, meraih tangan Sellyn yang masih tak peduli dengan pertengkaran antara adik dan kakak itu. "Sayang, ayo, ke kamar. Aku muak di sini," katanya menarik paksa perempuan itu.     

Sellyn begitu terkejut dengan apa yang dilakukan Regan padanya. Meninggalkan Monica yang menjawab dengan anggukan saja ke arah tubuhnya yang semakin menjauh dibawa Regan.     

"Mami, Sellyn ke dalam kamar dulu, yaaa!"     

"Monica, Lo kalau mau pulang, pulang aja! Kita lanjutin di kampus!" tambah Sellyn yang berteriak kencang hingga terdengar oleh pelayan yang berada di dapur.     

Sekarang di sana hanya tinggal wanita paruh baya itu, Monica, dan sang putra. Mami Sarah membuang tatapannya ke arah Nino tajam, lalu mengayun langkah ke arah Monica. Tubuh tua itu memeluk tubuh Monica, sedikit berbisik sesuatu di telinga perempuan muda tersebut.     

"Sebentar lagi supirmu akan ke sini, Sayang. Mami harus pergi menjenguk Rachel dulu. Kamu hati-hati yaa!" ucap wanita paruh baya itu seraya mengusap lembut pucuk kepala Monica.     

Monica mengangguk seraya mengulas senyum cantiknya, meraih tangan mami Sarah, mencium hormat di punggung tangan itu.     

"Monica nanti nggak bisa pamit ke mami. Tapi, Monica sekalian pamit sekarang. Takut ponsel Monica lowbat," katanya yang membuat wanita paruh baya itu mengangguk kecil.     

Tubuh tua itu kembali berbalik, dan tatapan dengan sang putra kembali bertemu. Tapi, mami Sarah sengaja membuang tatapannya untuk tidak berhadapan dengan Nino.     

"Mami, Nino antar yaa? Sebentar, Nino ganti baju dul—"     

"Tidak perlu. Sudah ada supir di luar. Aku tidak butuh tumpanganmu," sahut mami Sarah dengan cepat. Lalu, melenggang bebas melewati tubuh Nino.     

Lelaki muda itu mengusap wajahnya dengan kasaar. Ia tidak tahu apa salahnya, kenapa semua orang begitu kesal terhadap dirinya setelah Monica yang sudah benar-benar menutup hatinya untuk dirinya karena kesalahan bodoh yang tidak pernah Nino lakukan.     

"Sayang, dengarkan aku dulu. Jangan pulang, kumohon. Itu bukan salahku, aku bahkan tidak merasakan aku melakukannya ..."     

"Sayang, aku bisa buktikan semua padamu," tambah Nino yang sekarang sudah mendekatkan diri pada Monica yang saat ini sedang membereskan peralatan kampusnya yang tersebar di meja depan sofa panjang itu.     

"Jangan sentuh gue!" Monica menepis tangan Nino yang mencoba menahan tangannya untuk memasukkan laptop itu ke dalam tas punggungnya.     

Nino mengusap kasar wajahnya. Ini semua karena Molly! Jika, kemarin Nino tidak menghadiri pesta ulang tahun teman sekelasnya, ini semua tidak akan terjadi.     

Molly diam-diam memberinya obat bius dalam minuman Nino. Molly—salah satu mahasiswi yang mengejar dirinya di kampus. Dan, dia begitu kesal saat mendengar berita Nino yang berpacaran dengan Monica.     

Kali ini rencananya begitu berhasil. Monica yang sedang mencari keberadaan Nino langsung diberitahu oleh teman sekelas lelaki itu jika Nino sedang berada di kelab malam, dan terlihat berjalan tertatih bersama dengan Molly.     

Amarah Monica sudah tak terbendung saat pintu kamar itu ditendang keras oleh Monica. Dan seketika kedua mata hitam itu diperlihatkan dua orang yang sedang tertidur tanpa busana.     

Dan sejak malam kata berakhir telah diteriakkan dengan lantang oleh Monica. Ia menyesali telah memberika. Segalanya kepada Nino.     

"JANGAN SENTUH GUE! LO TULI?!" pekik Monica yang sudah akan pergi meninggalkan Nino di ruang tamu sendirian. Tapi, Nino mencekal tangan itu lalu menariknya jatuh ke dalam pelukan lelaki tampan itu.     

Nino tidak peduli dengan suara teriakan Monica yang membuat gendang telinganya begitu sakit. Sekarang pinggang ramping perempuan itu telah terkunci oleh tangan Nino yang melingkar di sana.     

"Aku bisa membuktikan semuanya, Mon. Percaya padaku. Aku tidak melakukan apapun dengan perempuan itu. Aku hanya mencintaimu ... Aku dijebak, dan kamu juga masuk ke dalam permainan jalang itu," jelas Nino menatap sendu ke arah kedua mata indah di depannya.     

Manik mata yang selalu memberi keteduhan untuk Nino, sekarang penuh kebencian untuknya. Ia benar-benar ingin membuat perhitungan dengan Molly!     

"Sayang—"     

"Beri aku bukti. Jangan pernah mengatakan apapun sebelum kamu memberiku bukti. Atau aku akan mengiyakan perjodohan yang mama siapkan untukku ..."     

"Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Mami Sarah juga tahu aku akan segera dijodohkan. Jadi, aku tidak akan ambil pusing dengan siapa aku akan menikah." Monica melepas pelan lingkaran tangan yang menahan pinggangnya saat merasakan Nino tidak lagi menahan dengan kuat.     

Monica bergerak meninggalkan Nino di sana, tapi sebelum tubuh perempuan itu melewati ambang pintu. Tubuhnya tiba-tiba terasa berat, kedua matanya membulat seketika saat mendapati ada seseorang yang memeluk tubuhnya dari belakang.     

"Nino, apa yang kamu lakukan? Ada pelayan di sana!" protes Monica saat melihat ada tiga pelayan yang ingin keluar, tapi langkahnya terhenti saat melihat majikannya sedang berpelukan.     

"Kalau begitu, ikut aku! Aku ingin menyelesaikan semuanya." Nino menarik paksa tangan Monica ke sebuah ruangan.     

"Ninooo! Aku mau pulang!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.