HE ISN'T MYBROTHER

Kalimat yang Pertama Keluar



Kalimat yang Pertama Keluar

0"Apa yang mama pikirkan? Jangan berpikiran seperti itu. Aku tahu mereka semua kuat. Bukannya mama ingin bermain dengan merekan nanti?"     
0

Martha tidak tahu harus mengatakan apa. Karena kemungkinan terburuk memang seperti itu. Rachel mengalami pendarahan dan tak mungkin baik-baik saja. Tapi, ia juga takut untuk mengatakan hal buruk yang selalu saja melintas di pikirannya.     

"Iya, mama hanya takut saja. Mama adalah perempuan tentu mama lebih merasakan apa yang dirasakan putri kita," sahut Martha yang sudah tidak ingin ribut dengan sang suami yang nampaknya mulai kesal.     

Jeno hanya membalas dengan anggukkan, lalu menggegam tangan wanita paruh baya itu dengan hangat dan lembut.     

Tidak lama muncul seorang lelaki berjubah putih dari ruang rawat Rachel yang disambut antusias Delon. Namun, wajah cerah itu kembali sendu saat melihat wajah dokter itu terlihat begitu sedih.     

Delon menarik napas dalam-dalam untuk menerima keadaan yang paling terburuk sekali pun. Keadaan seperti ini selalu saja membuat napas Delon seakan tak pernah bisa sempurna terhela. Dirinya seperti berdiri di antara hidup dan mati.     

"Suami Nyonya Rachel Mauren," panggilnya mengarah pada Delon. Dan lelaki tampan itu mengangguk dengan lemah.     

Tidak lama Martha dan Jeno langsung membelah barisan Regan dan kedua sahabat Rachel yang ingin mendengar keadaan perempuan yang berada di dalam sana. Dengan mengucapkan maaf pada mereka semua.     

"Bagaimana keadaan istri saya, Dok? Apa kedua anak saya baik-baik juga?"     

"Iya, bagaimana keadaan putri kami, Dok?" tambah Martha yang ikut merasa bertambah gusar saat mendapati wajah dokter tersebut menampilkan ekspresi yang teramat pilu.     

Lelaki paruh baya berselimut jubah putih itu menatap ke arah Delon lalu bergantian pada kedua orang tua Rachel yang begitu mendamba laporan darinya.     

"Saya benar-benar menyesali keadaan ini bisa terjadi. Nyonya Rachel dalam masa awal memasuki trimester kedua atau bisa dikatakan 21 Minggu. Tapi, keadaannya begitu lemah ..."     

"Pendarahan karena tekanan batin itu, da emosi terlalu berlebihan membuat Nyonya Rachel mengalami stress. Dan berakibat ke dalam kandungannya," jelas Dokter tersebut yang langsung disambut dera tangis histeris dari Martha.     

Putrinya yang masih begitu muda, tapi sudah merasakan luka yang begitu menyakitkan seperti ini. Ia merasa kebahagian selalu saja menjauh dari putrinya.     

Kenapa Rachel bisa mendapati takdir sekejam ini?     

"Mama tenang yang terpenting Rachel baik-baik saja. Kita harus mendoakan mereka berdua, jangan menangis. Papa juga sangat sedih," kata Jeno yang pada akhirnya tidak bisa bisa menghentikan derai tangis wanita paruh baya itu. Dia justru memukul dada tua Jeno dengan seluruh kekuatannya.     

"Kau yang selalu menolak mereka! Sekarang mereka pergi kau senang bukan? Kau memang jahaat, Pa! Jahat!" teriak Martha yang begitu menyakitkan di hati Jeno.     

Ia juga menyesali dengan apa yang dirinya lakukan dulu. Seandainya ia bisa mengulang kembali waktu. Pasti Jeno tidak akan pernah melakukan hal bodoh itu demi membalaskan dendamnya saja.     

"Maafkan aku, Ma ...."     

Delon mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sudah tidak bisa lagi berkata-kata. Sekelebat kebahagian yang dulu selalu Rachel impikan terasa runtuh dalam hitungan detik saja.     

"Tuan Delon, dan semuanya ... tolong tidak mengeluarkan suara yang berlebihan di sini. Saya belum selesai menjelaskan keadaan Nyonya Rachel ..."     

"Saya juga merasa aneh dengan kejadian yang sama sekali belum pernah saya tangani. Pendaharan yang dialami Nyonya Rachel memang begitu hebat. Dan kamu harus memerlukan waktu berjam-jam untuk mengumpulkan stok darah. Kejadian ini mungkin tidak karena terbentur sesuatu. Berita baiknya, kedua anak Tuan Delon selamat. Ini suati keajaiban Tuhan. Benar-benar di luar logika medis yang seharusnya kandungan itu sudah di 'kurret' tapi, kedua anak Tuan Delon dan Nyonya Rachel begitu kompak menjaga satu sama lain. Selamat, Tuan Delon ..."     

"Namun, kejadian ini jangan sampai terjadi lagi. Saya yakin jika terjadi lagi. Nyonya Rachel akan kehilangan kandungannya," tambah Dokter tersebut dengan senyum yang mengembang di bibir tuanya.     

Setelah mendengar kelanjutan informasi yang diberikan dokter yang berada di depan Delon. Lelaki tamapn itu terkajtuh di tempa. Kedua kaki Delon begitu lemas, lelaki itu sudah tidak bisa lagi menyanggah tubuh kekarnya. Ia benar-benara begitu bahagia mendengar kedua anaknya mau bertahan untuk kebahagian mamanya.     

Tangis seluruh oranh di sana pecah. Tidak ada yang bisa menahannya lagi. Suasan haru menyelimuti mereka semua. Termasuk dokter dan para suster yang menangani Rachel yang juga tidak menyangka kejadian seperti ini nyatanya ada.     

"Tolong lebih menjaga nyonya Rachel dengan ketat lagi. Saya turut bahagia atas bertahannya kedua anak Tuan Delon. Kami mohon permisi, jika ada masalah dengan nyonya Rachel mohon segera hubungi saya segera. Terima kasih," ucapnya yang langsung membungkukkan tubuhnya diikuti para suster.     

"Baik, terima kasih, Dok," balas Jeno yang dengan suara tercekatnya seraya menahan tubuh istrinya yang juga sama lemasnya dengan Delon.     

Regan menjongkokkan tubuhnya di samping tubuh Delon, menepuk bahu kekar sahabatnya. "Anak-anak Lo hebat, Lon! Temui Rachel, pasti mereka sangat merindukanmu," kata Regan yang dijawab dengan anggukkan Delon.     

"Mereka memang hebat. Sudah sejauh ini mereka tetap saja ingin bertahan. Mereka hartaku. Aku tidak akan bisa hidup tanpa mereka," tambahnya yang mencoba untuk mendirikan tubuh dibantu Regan.     

Martha menatap sendu pada sang menantu dengan senyum tuanya. Lalu, mengangguk untuk mengiyakan Delon untuk masuk terlebih dulu. Ditambah dengan Jeno yang ikut mengangguk.     

Delon mengulas senyum tampannya dengan wajah yang masih basah tanpa sekaan apapun. Karena berapa banyak ia menyeka air matanya, air mata itu tidak akan pernah bisa berhenti.     

'Terima kasih,' ucap Delon menatap seluruh orang di sana. Lalu, tubuhnya sudah mulai masuk untuk melihat keadaan istrinya yang terhiasi dengan selang oksigen berada di hidungnya.     

Delon semakin memajukan langkahnya untuk mendekati tubuh lemah yang sudah berganti dengan pakaian pasien dengan perut yang masih membesar.     

Lelaki itu mencium dalam di permukaan perut Rachel seraya mengulas lembut di sana.     

"Anak-anak papa hebat? Papa janji akan memberi hadiah saat kalian keluar nanti. Papa juga akan menuruti apapun yang diinginkan mamamu. Ini semua juga karena papa belum bisa membahagiakan mama kalian ...."     

Delon perlahan mendekati wajah pucat istrinya yang nampak begitu lemah sekalipun kelopak mata itu terpejam di bawah kendali obat bius.     

"Apa yang terjadi padamu sebenarnya, Sayang? Kenapa kamu membenciku di saat kamu merasakan sakit? Apa maksud semuanya ... aku tidak pernah sekalipun menghianati pernikahan kita," ujar lirih Delon seraya mencium lembut kening Rachel lalu beralih pada kedua pipi perempuan lemah itu.     

Setelah itu ia menatap lekat wajah lemah itu dengan sendu. Delon terkesiap tiba-tiba saat melihat wajah istrinya basah. Ada aliran air mata di sudut matanya.     

Delon menggegam lembut tangan Rachel. Air matanya ikut turun sesaat melihat kedua kelopak mata itu terbuka buka perlahan.     

"Pe–pergi ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.