HE ISN'T MYBROTHER

Bagaimana Kalau Rachel Keguguran



Bagaimana Kalau Rachel Keguguran

0"Mari berpestaa!" Jenny menarik tangan Rere untuk masuk ke dalam lantai dansa. Perempuan itu menggila di sana. Meliuk-liukkan punggungnya di dada kekar beberapa lelaki yang berada di sana juga.     
0

Tak hanya Jenny saja yang menggila di sana. Rere pun sama, perempuan itu mengalungkan tangannya di leher tegas lelaki kekar yang ikut bergoyang sering pinggul Rere dan Jenny bergerak.     

"Jenny, Lo gilaa! Keponakan sendiri mau dibunuh!" teriak Rere sebelum bibirnya sudah terbungkam oleh bibir leleki yang yang beraada di depannya. Suara lenguhan itu terdengar di sela ciuman mereka.     

Sedangkan Jenny yang mendengar suara Rere masih saja menggoyangkan pinggangnya dengan sesekali memebelai dada bidang lelaki di belakangnya dengan gerakkan menggoda.     

"Aku suka saat Rachel menangis dan memohon ampun. Hahaha! Dan saat di saat mati dia akan memanggil namaku untuk memohon ampun. Tapi, sayangnya aku tidak di sana," balas Jenny yang sudah membalikkan tubuh mengahadap lelaki yang kini menjadi pasangannya berjoget ria di atas lantai dansa.     

Dentuman musik masih terus berjalan hingga melupakan jarum jam sudah berada di angka berapa. Bagi mereka semua setiap malam selalu tiada akhir. Bahkan sebutan 'pagi' hampir mereka lupakan.     

"Kau memang kejam, Sayang. Apa kemampuanmu di atas ranjang juga begitu kejam, Hem?" Suara lelaki itu membuat Jenny memperlihatkan mata menggodanya. Dan tubuh sexy itu semakin dirapatkan dengan tubuh kekar yang kini menjadi objek bayangan Delon di pantulan mata Jenny.     

Jenny semakin meliuk-liukkan tubuh dengan menggoda bergesekkan dengan tubuh kekar lelaki asing tersebut hingga membuat tangan besar itu menahan pinggang Jenny agar tidak bergerak ke mana-mana.     

"Kau sangat nakal, Baby. Tubuhmu sangat menggoda," bisiknya seraya menjilat telinga Jenny, lalu senyumnya meyeringai saat suara desahan itu terdengar jelas di telinganya.     

Perempuan itu menarik paksa wajah lelaki tampan yang kini berada tepat di depan wajah Jenny. Seluruh inci wajah itu sangat mirip dengan Delon. Jenny semakin ingin mengahabiskan malam ini dibawah tubuh kekar itu.     

"Kamu ingin uang banyak, tampan?"     

Lelaki itu memeringkan kepala dengan mata biru hitam legam menyatu pada tatapan bola mata hitam perempuan itu pula saat mendengar pertanyaan bodoh keluar dari mulut Jenny.     

"Siapa orang bodoh yang tidak menginginkan uang banyak, Baby? Apa kau ingin membayarku untuk memuaskanmu seperti temanmu yang sudah bertelanjang di kursi sana?" Lelaki itu menunjuk dengan menggunakan dagu ke arah sofa hitam, memperlihatkan Rere yang sudah bergerak begitu panas di bawah lelaki yang tadi menjadi pantnernya berjoget ria.     

Jenny tertawa terpingkal melihat tingkah Rere yang ternyata juga melebihi pemikirannya. Pantas saja dia begitu bersangat saat ia ajak bekerja sama untuk menghancurkan Rachel.     

"Cih, dasar jalang! Hahaha ..."     

"Sayang, aku ingin menyewamu. Kau sangat mirip dengan kekasihku. Aku ingin mendesah hingga aku lupa siapa namaku. Aku selalu suka dengan performamu melumpuhkan para tante-tante di sana," sambung Jenny yang juga menunjuk ke arah beberapa wanita paruh baya yang duduk di bar mini.     

Lelaki itu tertawa riangan. Profesinya memang sebagai pemuas para wanita tua yang masih memiliki hasrat menggebu untuk merasakan kemampuan senjatanya yang selalu bisa menghasilkan desahan disetiap penyatuan.     

Dan, kali ini ada yang lebih kencang dari beberapa pelanggannya tentu dengan senang hati ia akan memuaskan.     

"Baby, jika ada uang tentu aku akan menambah kemampuanku. Kamu tidak tidak perlu mencemaskannya," balasnya yang membuat Jenny dengan nakalnya menggapai sesuatu yang mengeras di bawah sana.     

Perempuan itu mengangguk-angguk saat menggegam erat. Dan seketika membuat lelaki itu mendesah tak tertahan menikmati sentuhan tangan Jenny.     

"Sangat besar! Pantas saja tarifmu mahal, Sayang. Ayo puaskan aku." Jenny melingkarkan tangannya di leher lelaki itu dengan gerakkan menggoda.     

Dengan tidak sabaran lelaki asing itu mengangkat tubuh Jenny dengan mencium liar bibir tebal itu di sepanjang jalan. Jenny tak kalah panas dalam membalas lumatan itu, terkadang bibir lelaki itu ia gigit hingga mengeluarkan darah segar di sana.     

"Kau memang ganas, Baby. Tapi, aku sangat menyukai perempuan yang seperti ini," ucapnya saat melepas tautan bibir mereka untuk menjilat luka di bibir bawahnya karena Jenny.     

***     

Di rumah sakit Delon berdiri paling depan itu menunggu keluarnya dokter dari dalam sana. Berkali-kali mereka semua mengingatkan Delon untuk beristirahat, duduk atau sekedar membasahi kerongkongannya. Tapi, tetap saja lelaki itu bersikekeh tetap ingin berdiri di sana.     

Dan sudah empat jam dokter masih berada di dalam ruang rawat Rachel tanpa mengabarkan apapun kepada Delon.     

Sedangkan Marrtha dan Jeno memilih untuk duduk. Kaki mereka tidak bisa berlama-lama untuk berdiri mengingat usia mereka juga sudah tidak lagi muda.     

"Pa, apa anak buah papa juga sudah bisa menemukan bagaimana bisa Rachel terjatuh? Apa benar lantai di kamar mandi licin?" tanya Martha dengan berbisik. Ia takut jika Delon akan mendengarnya. Dan menjadi terbebani dengan hasil penyelidikan dari mereka juga.     

Jeno meneguk air mineral botolan yang diberikan istrinya seraya mendengar pertanyaan itu dengan teliti. Kepala itu mengangguk dengan jemari yang bergerak untuk menutup kembali botol yanga berada di tangannya.     

"Sudah, Ma. Tapi, lantai di sana memang tidak licin. Papa sendiri dulu yang meminta kepada para pembangun kampus untuk memberikan fasilitas yang tidak membahayakan para mahasiswa ..."     

"Dan salah satunya kamar mandi itu. Anak buah papa sudah mengecek tidak ada genangan air atau lantai yang bisa membuat kaki terpeleset," sambungnya membuat wanita paruh baya yang berada di samping Jeno semakin penasaran.     

Lalu, jika lantai tidak licin. Bagaimana putri mereka bisa terjatuh dari sana?     

Jeno juga heran. Satu laporan lagi yang membuat pikirannya berkecamuk resah. Karena mengingat CCTV di dekat kamar mandi itu telah rusak dihantam sebuah benda keras yang membuat benda itu sudah tidak lagi berfungsi kembali.     

Jeno ingin mengatakan kepada Martha, tapi ia sedikit ragu. Karena bukti ini belum terlalu kuat untuk menyatakan kerusakan CCTV itu memang disengaja oleh seseorang.     

"Pa, kamu kenapa? Kamu sedang menyembunyikan apa dariku?" tanya Martha menyelidik.     

Karena melihat ekspresi suamianya yang begitu tegang membuat wanita paruh baya itu tidak pernah salah saat mengenali ekspresi suaminya yang sedang menyembunyika. Sesuatu darinya.     

"Tidak ada. Papa sudah mengatakannya pada mama semua. Mana mungkin papa menyembunyikan hal lain. Papa hanya sedih melihat Delon yang masih saja berdiri di sana tanpa ingin makan dan minum ..."     

"Papa beruntung bisa menyadari semua ini sebelum semuanya terlambat. Papa juga beruntung bisa memiliki seorang menantu yang begitu bertanggung jawab seperti Delon. Lelaki itu selalu saja bisa menjaga Rachel melebihi kita," tambah Jeno seraya melihat punggung kekar itu masih saja terlihat lurus dengan pandangan lurus ke depan.     

Martan mengangguk mengiyakan perkataan suaminya. "Lalu, bagaimana kalau Rachel benar keguguran, Pa?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.