HE ISN'T MYBROTHER

Dua Perempuan Licik



Dua Perempuan Licik

0"Kenapa bisa seperti ini, Lon? Apa yang terjadi pada Rachel?" Suara gusar itu menekan lelaki muda yang berada di depannya untuk menjawab pertanyaan itu.     
0

"Delon ...! Katakan sesuatu. Papa takut terjadi sesuatu terhadap Rachel," sambungnya yang membuat Delon semakin tidak bisa lagi mengendalikan air matanya yang sudah turun deras membasahi rahang tegas itu.     

Suasana begitu mencekam dengan lalu lalang para suster yang tak henti-henti membawa berbagai alat medis melewati mereka.     

Setelah Delon dengan cepat membawa Rachel ke ruang rumah sakit. Ia juga segera menghubungi kedua mertuanya. Dan seketika berita itu membuat Martha dan Jeno tersentak. Pasalnya jika melihat kehamilan yang sedang dialami Rachel akan sangat beresiko jika dia mengalami pendarahan.     

"Aku tidak tahu, Pa. Aku menemukan Rachel di dalam kamar mandi ... aku sudah menyuruh anak buahku untuk memeriksa di sana," jawab Delon dengan suara serak bercampur rasa kesedihan yang teramat dalam.     

Jeno hanya terdiam sembari memeluk sang istri yang senantiasa mengusap lembut punggung lelaki paruh baya itu untuk menenangkan.     

Martha menghela napas panjang. Ia juga sedih, ia merasakan sakit yang dirasakan sang putri. Tapi, ia tidak mau menangis. Cukup suaminya yang memang sangat terpukul atas pendarahan yang dialami Rachel. Karena ia tahu jika Jenolah yang sebenarnya lebih rapuh darinya meski wajah itu terlihat kuat dan galak.     

"Tenanglah, Pa. Kita doakan yang terbaik untuk Rachel dan kedua bayinya. Semoga saja mereka semua baik-baik saja," ucap Martha yang hanya dibalas dengan suara deru tangis yang tak mampu Jeno tahan seperti Delon.     

Delon mengangkat pandangannya untuk melihat para media yang sedang bekerja di dalam sana. Hatinya begitu sakit melihat Rachel kembali ke dalam kamar rawat itu.     

Apa yang sebenarnya terjadi di sana? Apa Rachel sedang memanggil namanya atau menahan rasa sakit itu sendiri? Delon ingin masuk untuk menggantikan istrinya berada di sana.     

Tanpa sadar kaki Delon berjalan sendiri ke arah pintu rawat Rachel. Jantungnya benar-benar berhenti berdetak untuk saat ini. Kedua manik mata hitam itu terasa kosong, tidak ada lagi nyawa yang bersarang di sana.     

"Rachel ...."     

"Delon ... berhenti."     

Tiba-tiba suara dan cekalan tangan pada tangan Delon membuat lelaki tampan itu mengerjapkan kedua kelopak matanya. Lalu, menoleh ke arah cekalan tangan itu.     

"Tetaplah di sini. Kita tunggu dokter memberi kabar tentang kondisi Rachel. Tunggu di sini, papa tahu kau terlalu sedih melihat istrimu di sana. Tapi, kita harus percayakan semuanya kepada dokter." Lanjutnya dengan tatapan yang sudah lebih kuat dari tadi.     

Sesedih apapun dirinya. Pasti perasaan Delonlah yang akan lebih hancur darinya. Sedih tidak akan berarti apapun ketika hati sudah hancur remuk karena takdir.     

Maka dari itu setelah mendengar perkataan istrinya. Jeno memutuskan untuk menguatkan menantunya daripada menyalahkan takdir, hanya berharap takdir akan berpihak padanya sekali lagi. Menikamti bagaimana tertawa dan mendengar suara tangis dari para cucu-cucunya nanti.     

"Papaa ... tapi, Rachel .. dia kesakitan. Dia butuh Delon. Delon memang tidak bisa menjadi suami yang baik untuk Rachel," balas Delon dengan suara tercekatnya kembali menggema lirih di setiap telinga yang berada di sana.     

Sellyn yang mendengar suara Delon ikut menitihkan air matanya. Ia hanya bisa memeluk Regan sebagai penguat hatinya. Kenapa masih Rachel seperti ini? Sellyn tidak bisa membayangkan jika sahabatnya akan mendapatkan keputusan yang paling buruk dalam hidupnya.     

"Kamu sudah menjaga Rachel lebih baik dari papa, Boy. Tenanglah, apa yang dikatakan mamamu benar. Kita harus bisa berpikiran baik untuk mendapatkan hasil yang baik pula ..."     

"Putri dan cucu para pasti baik-baik saja," tambah Jeno seraya menepuk-nepuk bahu kekar menantunya dengan mengulas senyum khas Jeno.     

Delon mengangguk dengan membalas senyum Jeno. Ia sangat merindukan senyum itu, senyum yang selalu menatap Delon apaadanya tanpa melihat seberapa kuat dirinya.     

Delon akhirnya tak bisa menahan dirinya untuk tidak jatuh dipelukan lelaki paruh baya itu. Delon memeluk sangat erat untuk menyalurkan segala syukur dan kessedihannya karena keadaan Rachel mereka.     

"Terima kasih, Pa ... terima kasih."     

"Kamu pasti kuat, Boy! Papa tahu itu," balasnya dengan menepuk-nepuk pelan punggung menantunya.     

Sedangkan di sisi lain. Di sebuah tempat yang hanya diterangi oleh lempu kerlab kerlib dengan suara dentuman musik yang begitu menggetarkan gendang telinga membuat para manusia berjoget ria menggerakkan pinggul mereka sesuai dengan musik yang terdengar terdapat dua perempuan sedang tertawa bebas di salah satu kelab ternama di pusat kota.     

Suara tawa itu teredam dengan kencangnya musik, tapi mereka masih bisa menikmati kebahagian mereka saat ini.     

"Kau memang bekerjaa baguss, Re! Aku akan mengirim bonus hasil pekerjaanmu. Ini bahkan melebihi harapanku. Kedua anak itu akhirnya mati. Dan pastinya Delon akan meninggalkan keponakan kesayanganku itu," ucapnya dengan tawa terbahak seakan malam ini adalah miliknya.     

Jenny mendirikan tubuh yang sudah sempoyongan karena terlalu banyak minum yang sudah ditenggaknya. Ini semua karena Racheel. Akhirnya dirinya bisa berhasil membunuh Rachel dan juga kandungan yang sedang dikandungnya.     

Jika melihat kondisi Rachel yang pendarahan, ia yakin jika keponakannya tersebut akan memiliki kesempatan hidup sangat kecil. Apalagi kandungannya.     

Perempuan itu mulai menaikki sofa hitam di sana dengan hills yang masih terpasang di kedua kaki jenjangnya. Tangan yang masih menggegam gelas itu terangkat ke udara dengan tawa yang mengiring di sana.     

"Kaliaan semua bebas minum. Biar aku yang akan membayarnya! Tapi, berikan tepuk tangan yang meriah untuk pantner kerjakuu, Reree!"     

Seluruh pengunjung kelap itu berseru riang saat pengimaman itu membuat mereka bertamabah senang untuk menikmati malam yang panjang ini hingga fajar menjelang.     

Dan tepukkan itu datang sesuai dengan perintah Jenny membuat Rere nampak begitu senang. Bekerja sama dengan Jenny memang tidak pernah terbayang olehnya. Namun, jika uang sudah berbicara, hal apapun akan Rere lakukan. Meski itu harus membunuh orang. Termasuk Rachel—musuhnya, bahkan Rere akan melakukan dengan senang hati.     

"Ternyata kau ibliss sepertiku, Ree! Kau bisa menyentuhnya daripadaku yang berkali-kali gagal. Brengseekk! Hahahaha!"     

"Aku akan selalu melakukan apapun untuk membuat Rachel sengsara. Bahkan untuk sampai aku tidak peduli dengan kandungannya," balas Rere seraya menyesap minuman yang berada di tangannya kini.     

Jenny meloncat-loncat di atas sofa hitam itu dengan riang. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana wajah putih Delon berubah menjadi memerah karena menangisi istrinya dan hal.itu membuat hasratnya membuncah ingin segera menjilat setiap inci wajah tampan Delon.     

"Uhh... aku ingin menikmati wajah itu. Wajah Delon yang selalu kuinginkan berada di jengkal pahaku ..."     

"Jika, Rachel mati. Delon pasti akan merangkak sendiri di ranjangku. Hahaha! Aku sudah lelah menampilkan wajah polosku. Membosankan!" teriak Jenny kencang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.