HE ISN'T MYBROTHER

Rere Pemilik Mulut Racun



Rere Pemilik Mulut Racun

0"Kenapa kamu di sini, Kak? Aku merasa tidak memanggilmu. Jangan sentuh aku!"     
0

Rachel mengingkatkan tangannya yang dicoba dipegang lelaki yang kini berada di depan mejanya. Perempuan cantik itu menyebar pandangan ke seluruh ruangan kelas dengan sudut mata memicing tajam.     

'Sialan, kenapa jadi nggak ada orang begini,' batin Rachel yang begitu kesal satu sahabatmya pun tidak ada di sini. Pasti lelaki yang berada di depannya itu yang membuat mereka semua keluar.     

"Ayolah bersikap profesional. Kita sedang berperan menjadi suami istri, Sayang. Ayo panggil aku 'hallo suamiku yang tampan' begitu," pinta Delon yang membuat Rachel berdecak kesal.     

"Aku di kampus. Statusku mahasiswi di sini bukan istrimu," balas perempuan cantik itu dengan nada ketus.     

Delon menghela napas panjang mendapati istrinya masih saja kesal. Ia datang ke sini berniat untuk marahi perempuan itu karena sudah berani foto dengan Renar begitu dekat. Bahkan, salah satu komen dari pengikut akun media sosial Rachel mengatakan mereka berdua cocok. Dan itu tidak bisa diterima oleh Delon, ia kesal dan marah.     

Tapi, saat melihat Rachel yang justru berbalik marah padanya. Ia merasa tidak berani mengungkit hal tersebut. Aaaggghh... ini bukanlah dirinya.     

"Iya aku tahu. Tapi, tidak ada dosen. Di sini hanya ada aku dan kamu, Sayang ..."     

"Lalu, bagaimana kabar anak-anakku? Apa mereka membuatmu kerepotan?" tambah Delon yang ingin mengalihkan perhatian istrinya dengan keadaan kedua anak mereka. Tapi, nyatanya, Rachel justru mendirikan tubuh berniat pergi dari sana sebelum tangan Delon mencekal tangan Rachel.     

"Aku sedang bertanya padamu. Kamu selalu saja seperti ini," kata Delon yang sudah berubah dingin. Ia merasa kesal Rachel seperti tidak menghargai kedatangannya yang menyempatkan diri untuk bertemu dengan perempuan cantik itu meski tubuhnya lelah setelah melakukan meeting yang begitu lama.     

"Aku sudah bilang, aku tidak menyuruhmu datang dan menemuiku. Lanjutkan saja pekerjaanmu, kamu suka kan? Lanjutkan." Rachel menghempas tangan Delon ke udara. Langkah kaki itu berjalan berhati-hati melewati anak tangga kecil untuk bisa sampai di ambang pintu.     

Delon membalik tubu menatap punggung istrinya yang sama sekali tidak menatap dirinya yang terlihat begitu terkejut dengan sikap berlebihan Rachel hanya karena dirinya selalu melakukan meeting bersama dengan Jenny. Padahal ia sudah menjelaskan jika Jenny sudah tidak seprti dulu lagi.     

"Bagaimana caranya aku memberikan bukti jika Jenny tidak lagi menggodaku. Dia melakukan pekerjaannya sesuai dengan prinsip kerja, tidak ada kontak fisik di sana. Tapi, kenapa Rachel tidak mau mengerti?" monolog Delon seraya mengusap wajah tampannya dengan kasar.     

Sedangkan di sisi lain Rachel memilih untuk pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang begitu panas setelah bertengkar dengan Delon.     

Rachel menatap wajahnya yang terlihat basah di sana. Bulir kristal air menghiasi wajah putih perempuan cantik itu. Ia merasa Delon sudah tidak lagi menurut padanya. Padahal perubahan seperti sudah berkali-kali Jenny lakukan, tapi kali ini Delon masih saja bersikekeh untuk mempertahankan pemikiran jika Jenny sudah berubah.     

"Apa yang kamu lakukan jika perkataanku benar?" monolog Rachel dalam pantulan dirinya di depa. Cermin. Sedangkan sedaritadi benda pipih yang berada di tas selempang Rachel tak henti-hentinya bergetar.     

Rachel hanya melirik dengan ekor mata yang berkilat. Rasa kesal itu masih ada dalam hatinya, Rachel belum siap untuk berdamai dengan suaminya.     

Namun, saat ekor mata perempuan itu masih saja memperhatikan ponselnya yang berada di dalam tas yang ia letakkan di atas westafel, sebuah sentuhan di bahu Rachel membuat perempuan cantik itu tersadar dengan lamunannya.     

"Lo udah semakin jelek, Chel. Lihat tubuh Lo? Apa Lo pantes berdiri di samping pak Delon?"     

"Apa maksud Lo?" sungut Rachel menatap tajam ke arah pantulan sisi samping tubuhnya, di sana sudah ada musuh bebuyutan Rachel hingga saat ini. Perempuan itu seakan tidak ada puasnya untuk mencari masalah dengan dirinya.     

"Lo udah nggak kayak dulu. Sedangkan pak Delon, lihat dia ... dia masih begitu tampan tanpa cacat apapun. Sedangkan Lo? Wajah Lo semakin kusut, perut Lo besar, dan Lo sadar ngga ada lagi yang manggil Lo kan di kampus ini?" Rere berbisik di telinga Rachel dengan tatapan penuh arti mengarah pada fisik perempuan itu sekarang.     

"Gue benar kan?" sambung Rere yang semakin membuat hati Rachel bergemuruh. Setelah ia begitu kesal dengan Jenny yang tidak henti-hentinya mendekati suaminya. Kini datang Rere dengan mulut beracunnya.     

"Jaga mulut Lo, Re! Ingat Lo di sini cuma ngandelin beasiswa yang baru Lo dapet," ancam Rachel yang tak benar-benar ia lontarkan. Ia juga tahu bagaimana seseorang begitu sulit mendapatkan sebuah beasiswa di kampus papanya ini. Tapi, apa boleh buat ia harus melakukan itu untuk membukam mulut Rere.     

Hahahaha.     

Rere tertawa terbahak dengan bertepuk tangan berjalan di belakang tubuh Rachel. "Apa ini yang dinamakan kekuatan anak papa? Atau Lo masih harus dipeluk dulu sebelum tidur sama papa Lo?"     

"Upsss ...! Gue lupa hubungan sama papa Lo lagi nggak baik kan?" Rere menutup mulutnya dengan gaya mengejek.     

Rachel masih diam untuk mendengarkan apa lagi yang akan keluar dari mulut racun Rere. Biasanya perempuan itu selalu bisa membuat hatinya sakit dengan apa yang dia bawa. Termasuk perundungan pada tubuhnya karena telah mengandung dua anaknya.     

Rachel memang tidak terlalu merias wajahnya. Karena ia memang merasa malas untuk melakukan itu. Entah kenapa Rachel begitu enggan memoleskan sapuan kuas di wajah.     

Tapi, apa yang dikatakan Rere memang benar. Wajahnya begitu pucat dan tak sesegar biasanya. Ia juga tidak tahu kenapa kenapa begitu enggan merias wajah. Jika, dibandingkan dengan wajah Rere memang sangat jauh berbeda.     

'Apa benar yang dikatakan Rere? Gue nggak pantes disamping kak Delon?' batin Alisha yang sudah meremas satu tangannya yang menjuntai di bebas di bawah sana.     

"Nggak usah bawa-bawa bokap gue. Kayaknya mereka yang milih Lo, pasti mata mereka buta. Lo Bahakan sama sekali nggak pantes dapat beasiswa itu!" sentak Rachel yang membuat Rere semakin mengulas senyum seringai tajam.     

"Memang menurut Lo, siapa yang pantas? Cuma nilai gue yang pantas dapet itu."     

"Lo ingat dulu? Pak Delon bahkan muji nilai gue daripada Lo ... bukannya Lo dulu udah berhubungan terlarang sama Kakak angkat Lo sendiri? Seharusnya sih, dia nggak muji perempuan lain ya! Benar ngga?" tambah Rere yang semakin senang memanasi hati Rachel meski ia sudah tidak bisa menyentuh tubuh Rachel karena itu akan sangat beresiko untuk dirinya.     

Rachel membalik tubuh menghadap ke arah Rere. Kini kedua mata berbeda warna itu saling menatap tajam. Rachel sudah begitu geram dengan kalimat-kalimat yang diucapkan perempuan di depannya.     

"Sikap profesional. Lo tahu di mana sikap antara mahasiswa dan pacar? Suami gue tahu di mana letak cara memuji mahasiswanya yang memang berprestasi. Lo harusnya tahu itu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.