HE ISN'T MYBROTHER

Ke Kantor Jeno



Ke Kantor Jeno

0"Kalian berdua ada apa? Kenapa berdiri seperti musuh?"     
0

"Ada kucing hamil lagi marah, Pa." Delon melirik ke arah Rachel yang nampak tak ingin membalik tubuh hanya sekedar menatap wajah tampan Delon.     

"Ha, kucing hamil?" Jeno mengulum tawa mendengar perkataan menantunya. Bagaimana bisa istrinya sendiri dipanggil kucing hamil.     

"Usir dia, Pa. Dia lebih senang sama monyet daripada kucing rumahan kayak Rachel. Rachel mau di sini," sahut Rachel dengan nada kesal. Tangannya bahkan sudah dilipat di depan dada.     

Delon melebarkan matanya mendengar perkataan istrinya. Bagaimana bisa ada kacang lupa kulitnya seperti istrinya itu. Apa dia lupa yang membuat perut perempuan itu membesar siapa? Beraninya mau mengusir dirinya dari sana, pikir Delon.     

"Kamu kuliah, Sayang. Jangan di sini terus, papa pasti tidak bisa bebas bekerja kalau kamu di sini," ujar Delon sehalus mungkin. Ia tidak mau kejadian yang lalu terulang lagi.     

Delon akan benar-benar susah, jika Rachel merajuk dan milih kabur lagi dengan perut yang sebesar itu. Aagghhh... itu namanya mimpi buruk bagi Delon.     

"Papa yang nganterin. Kamu kerja aja, aku nggak mau kamu yang ngaterin aku. Aku juga mau tidur sama mama, nggak mau sama kamu. Pergi!" usir Rachel yang membuat napas berat Delon keluar.     

Sedangkan Jeno hanya bisa menepuk-nepuk bahu Delon untuk lebih bersabar mengahadapi Rachel yang seperti ini. Macan betina saja kalah dengan amarah perempuan itu. Rachel benar-benar sama dengan istrinya saat hamil Rachel.     

"Tidak apa-apa, Delon. Biar papa yang mengantarkan istrimu nanti. Kamu bisa pergi bekerja ... tidak perlu cemas dia aman bersama papa," ucap Jeno untuk menangkan hati menantunya yang memang sedang cemas memikirkan istrinya yang sedang hamil besar.     

Delon menoleh ke arah lelaki paruh baya itu untuk memastikan keyakinan hatinya untuk melepas istrinya jauh dari penjagaan dirinya.     

Jeno mengangguk sekali lagi untuk membuat Delon paham dengan keadaan putrinya saat ini yang sangat sensitif dari apapun. Sekali ada yang membuat hati perempuan itu kesal. Pasti, itu akan berdampak pada tubuhnya yang menolak sentuhan.     

Tidak lama pun Delon mengangguk mengiyakan perkataan lelaki paruh baya itu untuk membiarkan mengantar istrinya ke kampus.     

"Baiklah, Pa."     

Delon mengayun langkah ke arah istrinya yang masih memunggunginya hingga saat ini. Ia melingkarkan tangan kekarnya di tubuh Rachel, mencium kepala belakang perempuan itu dengan lembut dan dalam.     

"Hati-hati ya. Jangan lari-lari, ingat ada anak kita di sana—"     

"Anaakku!" sahut cepat Rachel ketus. Delon menghela napas panjang. Ia harus menuruti permintaan istrinya kali ini. Bagaimanapun, Jeno sudah berpengalaman mengurus ibu hamil seperti Rachel yang mengesalkan.     

"Iya, anakmu, Sayang." Delon mengusap lembut kepala belakang Rachel. Lalu, mengayun langkah ke depan, berdiri di depan perempuan itu yang langsung membuang wajah tidak.mau memandang Delon.     

Sedangkan Delon langsung membungkukkan tubuhnya di depan perut besar istrinya. Tangan besar Delon mengulas lembut di sana. Tak lupa memberi kecupan berkali-kali di sana.     

"Jangan nakal yaa, Sayang. Papa kerja dulu. Mamamu sedang marah dengan papa. Kalian harus menjaga mama yaa!" bisik Delon yang depan perut Rachel.     

Delon mengangkat pandangannya ke arah wajah istrinya yang masih saja marah padanya. Perlahan tubuh tegap itu berdiri memandang lekat wajah cantik istrinya, meski sedang marah.     

"Aku berangkat kerja dulu yaa, Sayang?" Kedua tangan Delon terlulur untuk mendekatkan kening Rachel ke arah bibirnya.     

"Kamu jangan lama-lama marahnya ..."     

"Ohya, kamu tidak boleh menginap di rumah papa. Nanti aku jemput." Lanjut Delon yang langsung membuat wajah Rachel menoleh ke arah Delon yang sudah mengayun langkah ke arah Jeno yang sedang mencium tangan lelaki paruh baya itu.     

"Delon berangkat ya, Pa," ucap lelaki itu yang diangguki Jeno.     

"Aku tetap mau menginap di rumah papa!" teriak Rachel yang sama sekali tidak dipedulikan Delon yang terus saja berjalan tanpa berbalik.     

"Aagggghhh... dasar lelaki tuaa!" teriak Rachel kesal. Sedangkan Jeno hanya terkekeh mendengar suara putrinya yang begitu kesal saat Delon sudah meninggalkan ruangannya. Tadi, saja tidak mau melihat sekarang nyesel, dasar perempuaan, batin lelaki paruh baya tersebut.     

Delon sudah mendapat panggilan berkali-kali dari Regan yang mengingatkan tentang pertemuan penting hari ini dengan sebuah perusahan besar. Lelaki tampan itu pun langsung bergegas memasukkan tubuhnya di dalam mobil.     

Sedangkan di sisi lain ia masih memikirkan Rachel yang selalu berbuat seenaknya jika marah. Semoga saja kali ini Delon bisa peraya dengan mulut istrinya itu.     

"Dia yang mulai, tapi dia juga yang marah. Kadang gue nggak habis pikir sama jalan pikir Rachel," gumam Delon yang mengendalikan setir mobilnya dengan begitu trampil.     

Rachel yang sedang terduduk di sofa panjang kantor Jeno hanya bisa bermain dengan ponselnya ditambah wajah kesalnya yang sama sekali tidak bisa hilang, meskipun perempuan itu sudah menonton berbagai video lucu yang biasanya mampu memutar balikan mood seorang Rachel.     

"Sayang kamu bosan ya? Apa kamu memesan makanan yang kamu mau? tawar Jeno yang masih memusatkan pandangannya pada layar komputernya yang menampilkan berbagai data. Produksi perusahaannya.     

Perempuan itu menggeleng dengan malas. "Tidak, Pa. Rachel masih kenyang. Rachel juga bawakan makanan untuk papa. Rachel udah bilang mama juga tadi ..."     

"Nanti minta tolong kak Intan aja buat manasin lagi," sambung Rachel yang diangguki Jeno dengan senyum yang mengulas di bibir tuanya.     

"Terima kasih, Sayang," ucap Jeno.     

"Sama-sama, Pa!"     

"Ohya, kenapa Lina dipecat, Pa? Kata kak Intan dia membuat kerusuhan di kantor?" tambah Rachel yang sekarang lebih bersemangat saat membahas calon pelamar di rumah tangga orang tuanya yang kini sudah dipecat sebelum kontrak oleh Jeno.     

Jeno menghentikkan jemarinya saat mendengar pertanyaan Rachel. Sebenarnya h itu adalah masalah yang begitu mempermalukan dirinya sebagai seorang pimpinan dan juga reputasinya menjadi sedikit tercoreng karena perbuatan Lina. Beruntung ia dengan cepat membereskan berita miring di luaran sana karena hasil kejahatan Lina.     

"Apa kamu benar mau tahu, Sayang?" tanya Jeno menatap lekat sang putri. Rachel mengangguk yakin. Ia begitu ingin tahu karena kemarin hubungan mereka tidak baik. Jadi, Rachel kehilangan informasi mengemparkan seperti ini.     

"Lina menaruh obat perangsang berdosis tinggi di minuman papa. Dan papa tanpa sengaja meminumnya ...."     

Rachel terkesiap mendengar cerita papanya. Calon pelakor itu benar-benar selalu nekat. Ia semakin memajukan kepala ya untuk mendengar kelanjutan cerita itu lagi.     

"Lina awalnya berpura-pura tidak tahu. Tapi, dia tiba-tiba berubah gila dan melepas seluruh bajunya di depan papa ... beruntung sebelum perempuan itu mendekat ke arah papa. Mamamu datang dan langsung membawa ke tengah-tengah lorong kantor. Kamu bisa bayangkan bagaimana mamamu jika marah?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.