HE ISN'T MYBROTHER

Kenapa Kamu Memeluk Perempuan itu, Nino?



Kenapa Kamu Memeluk Perempuan itu, Nino?

0Delon masih mengulas lembut kening istrinya tak ada henti-hentinya hingga perempuan itu tertidur pulas karena ulas tangan Delon. Rachel sudah terpengaruh dengan obat tidur, jadi Delon sedikit terbantu untuk membuat tubuh lemah istrinya beristirahat.     
0

Lelaki itu menghirup oksigen sebanyak mungkin. Dadanya sudah tidak lagi sesak, pernapasannya juga sudah semakin ringan melihat posisi tidur Rachel yang begitu damai.     

Yang paling Delon syukuri adalah meskipun istrinya tertidur, perempuan itu masih senantiasa menjaga buah cinta mereka. Rachel menempatkan salah satu tangan putih tanpa noda itu pada permukaan perutnya. Seakan mengajak anak mereka untuk ikut tertidur.     

"Aku akan selalu menjaga kalian. Seorang Antoni pun tak akan bisa menyentuh kalian." Delon mengusap lembut perut Rachel lalu beralih menderatkan bibirnya di sana dengan dalam.     

Delon meraih tangan Rachel yang lemah untuk ia genggam dengan penuh cinta. Perlahan senyum itu mengembang saat seulas senyum simpul tergores dalam pejaman mata Rachel. Mungkin perempuan itu sedang bermimpi.     

"Kamu sedang bermimpi apa, Sayang? Aku harap mimpimu tentang aku dan anak kita. Aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu dan dia." Lelaki itu mengarahkan punggung tangan Rachel pada rahangnya.     

Perlahan Delon pun ikut tertidur karena tubuhnya juga begitu lelah mengurus kematian bocah lelaki itu dan batinnya yang tak bisa lepas memikirkan Rachel.     

Regan sedikit membuka pintu rawat Rachel. Ia berniat lebih dulu masuk dari pada Sellyn dan yang lainnya. Tapi, sekarang ia lihat begitu indah dari segalanya. Bola mata hitam brrkaca-kaca saat melihat Delon tak lepas menggegam erat tangan Rachel meski dalam keadaan tertidur.     

"Lo pantes bahagia, Lon." Regan kembali menutup pintu ruang rawat Rachel dengan perlahan-lahan agar tidak menimbulkan bunyi. Tubuh jangkung itu kembali berbalik dan mengambil paksa jemari Sellyn untuk lelaki itu genggam, lalu berjalan melewati Nino dan Monica tanpa mengatakan apapun.     

Sellyn begitu terkejut dengan kedatangan Regan. Ia pikir akan lebih lama. Tapi, belum juga lima menit berlalu. Lelaki berkaca mata itu menariknya pergi. Tapi, belum terlalu jauh mereka berjalan, tiba-tiba Nino menghadang.     

"Kenapa Lo?" tanya sengit Regan dengan malas menatap adik satu-satunya itu.     

"Lo kenapa cepet banget keluar?" tanyanya balik. Seharusnya Regan begitu lama, dan Sellyn bisa membantunya mencari tahu kenapa Monica begitu malas menatap dirinya.     

Regan menoleh ke arah Sellyn yang bingung dengan tatapan suaminya itu. "Emang kita iya-iya di mana, Sayang?"     

Ha?     

Apa sih? Iya-iya apa? Sellyn semakin bingung dengan ucapan Regan.     

Nino meraup wajah tampannya dengan kasar mendengar perkataan lelaki berkaca mata bening itu. Memang beda lelaki sehat dan lelaki yang hanya berisikan pangkal paha wanita saja.     

"Bukan itu. Gilaa, Lo! Kenapa Lo keluar dari kamar kak Delon? Lo diusir atau gimana? Terus Lo mau ke mana? Sellyn juga ikut Lo?" pertanyaan memberondong itu membuat Regan meletakkan kembali kaca mata beningnya yang sedikit mengendur di pangkal hidung mancung itu.     

"Pulang sama istri guelah. Mau apalagi? Monica sama Lo 'kan? Lo pacarnya, inget." Regan kembali mengayun langkahnya. Tapi, Sellyn menahan langkah Regan dengan pegangan tangan mereka berdua yang bertaut.     

Regan menoleh ke arah istrinya yang menpilkan wajah bingung. Ia pun ikut bingung melihat ekspresi tak terbaca Sellyn.     

"Kenapa, Sayang? Kamu ngga mau pulang?" Sellyn menoleh ke arah Monica.     

Regan mengikuti arah tunjuk istrinya dengan pandangannya. Ia sudah tahu sekarang, dibalik pertanyaan Nino dan pandangan ragu istrinya.     

"Biarin. Biar diurus Nino. Dia yang bikin ulah, dia juga yang harus menyelesaikan urusannya sendiri. Biar cepet gede," kata Regan yang kembali menarik Sellyn. Tapi, kali ini tarikkannya sedikit dipaksa.     

Nino harus bisa memahami kebodohannya. Lelaki itu harus bisa membuat kesalahan yang pernah di lakukan Regan tidak lagi terjadi pada adik kandungnya itu.     

Perjalanan seorang lelaki mencari kenyamanan itu memang sangat panjang. Tapi, suatu hari, pasti lelaki tersebut dapat menemukan rumah yang sesuai. Menurut Regan, Monicalah rumah Nino.     

Sebelum benar-benar pergi. Regan menepuk bahu Nino. "Pahami dia. Jangan bodoh!"     

Nino hanya terpaku di tempat. Ia memang sudah mulai memahami Monica setelah merenungi seminggu lalu. Ia sudah mengatakan dirinya, ia memang tidak bisa hidup tanpa Monica. Sedangkan ia sudah mencoba berganti-ganti pasangan. Dan ketika mereka berciuman, bayangan tawa Monica yang membuat Nino mendorong kuat pasangannya.     

Nino tidak mau bodoh. Ia juga ingin memahami perempuan itu. Monica harus menjadi istrinya. Keperawanan Monica juga telah direbut Nino, ia akan lebih muda meminta restu kepada orang tua Monica.     

Nino berjalan ke arah Monica yang masih gusar memperhatikan pintu kamar rawat Rachel yang belum juga terbuka. Jelas Monica merasa gusar. Karena Nino tahu, Rachel begitu dekat dengan Monica karena sifat dewasanya.     

Lelaki itu memeluk tubuh perempuan bersurai hitam sebahu tersebut dari belakang dengan meletakkan dagunya di atas bahu Monica.     

"Masih cemas?" tanya Nino yang hanya dibalas dengan lirikan saja. Mulut Monica malas untuk terbuka membalas pertanyaan Nino.     

"Rachel baik-baik aja. Mereka tertidur. Kamu tidak bisa menjenguknya. Apa kamu mau pulang?" tambah Nino yang semakin erat memeluk tubuh ramping itu, menghirup dalam-dalam parfum lembut dari tubuh Monica yang selalu membuatnya nyaman selama ini di balik keberanian kekasihnya melawan siapa pun.     

Monica yang mendengar perkataan Nino menghela napas bersyukurnya. Bukan dia tidak percaya dengan perkataan dokter. Tapi, ia ingin melihat dan memastikan sendiri keadaan sahabatnya seperti apa.     

"Kamu marah padaku kenapa? Aku melakukan sesuatu? Katakanlah, Monica. Aku bingung melihatmu diam seperti ini ... aku tidak pernah menghadapi perempuan marah. Mereka tidak pernah melakukan ini padaku, jadi aku bingung," jelas Nino yang sudah tidak bisa lagi berpikir jernih.     

Nino memang tidak pernah merasakan pasangannya merajuk atau marah padanya. Baru, Monica yang melakukan ini. Karena para mantan Nino tidak mau karena sifat manja mereka membuat lelaki tampan itu memutuskan mereka dan berpaling kepada perempuan lain jika melihat berapa tampan dan popular ya seorang Nino.     

"Gue memang bukan mereka. Lo bisa balik ke mereka, cari yang lebih ngertiin Lo. Anggep aja kita cuma dekat biasa selama ini," kata Monica yang membuat jantung Nino berdegub dengan kencang. Telinganya begitu sakit mendengar balasan Monica. Sebenarnya ada apa? Salah Nino di mana?     

"Bukan begitu maksudku, Sayang. Jangan salah paham seperti itu. Makasu—"     

"Nino, kamu masih di sini?" Suara itu membuat Nino menghentikan kalimatnya dengan tangan yang masih memeluk tubuh ramping Monica.     

"Kiara?"     

Perempuan berbalut serba putih dengan tambahan topi berbentuk perahu terbalik yang berwarna senada dengan seragamnya pun mengangguk seraya mengulas senyum secantik mungkin . Semua yang dilakukan Kiara tidak lepas dari tatapan intens Monica.     

"Nino, kenapa kamu memeluk perempuan itu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.