HE ISN'T MYBROTHER

Rachel Hidupku, Nyawaku adalah Istriku



Rachel Hidupku, Nyawaku adalah Istriku

0"Aku harus bersama istriku di dalam. Jangan pisahkan aku dengan Rachel!" teriak Delon yang memberontak ingin masuk bersama dengan Rachel yang dibawa masuk oleh para suster.     
0

"Bapak, tenang di sini. Istri Anda akan segera ditangani dokter. Bapak, mohon bersabar. Kami akan bekerja dengan sebaik mungkin," jelas salah satu suster yang menahan tubuh Delon untuk masuk dan segera menutup pintu ruang rawat.     

"Tidak! Jangan ditutup! Racheeel!" Delon menggeleng saat pintu kamar rawat itu sudah tertutup. Pupil hitam itu membesar saat pintu kamar rawat itu benar-benar tertutup rapat. Sudah tidak ada lagi celah untuk Delon melihat sang istri.     

"Tenang, Lon! Rachel baik-baik aja. Percaya aja sama dokter. Mereka tahu apa yang harus mereka lakukan untuk menyelamatkan Rachel dan anak Lo. Tenang, kita berdoa," ucap Regan menepuk-nepuk punggung Delon yang kini sedang memeluknya.     

Sellyn dan Monica saling bergandengan. Manik mata mereka juga sudah meneteskan air mata dengan begitu deras. Mereka baru sampai untuk membantu Nino mempersiapkan pemakaman untuk bocah enam tahun itu yang memang tidak memiliki identitas setelah Nino melakukan penyadapan data.     

Sellyn dan Monica begitu merasakan luka dari Delon yang takut terjadi apa-apa dengan Rachel dan kandungannya. Sangat memilukan tangis seorang Delon yang tak pernah mereka dengar dan selalu kuat di mata kaki itu berpijak.     

Dan benar apa yang dilakukan Antoni. Kelemahan seorang Delon terletak pada sosok perempuan di sampingnya, yaitu Rachel.     

"Kak, gue udah urus pemakannya. Gue juga udah kasih nama sesuai dengan permintaan Lo," ucap Nino yang kini berada di samping tubuh Regan yang memeluk tubuh kekar Delon.     

Delon yang mendengar laporan Nino langsung melepaskan pelukan Regan dengan menyeka air mata kelemahannya yang sudah membasahi wajah tampan itu.     

Lelaki tampan itu menepuk bahu kanan Nino. "Thanks. Lo boleh pulang," kata Delon yang mulai berjalan sempoyongan ke arah bangku tunggu dengan wajah frustasinya.     

Kedua lengan kemeja itu sudah tergulung kasar di pertengahan lengan kekar berbulu Delon. Lelaki itu memegang kepala dengan kedua tangannya, seraya meletakkan kedua siku di atas paha yang berbalut celana hitam panjangnya.     

Dalam diam lelaki itu masih meneteskan air mata. Delon tidak bisa seperti ini, ia harus menjaga Rachel bagaimanapun caranya, meskipun pilihan paling menyakitkan adalah berpisah dengan perempuan paling tercantik di kehidupan Delon.     

'Aku akan menghancurkanmu, Anton! Aku tidak pernah main-main dengan sesuatu yang melawan kehendakku. Kehendakku adalah melindungi istriku. Jika, ada yang berani menyentuhnya, tak akan kubiarkan mereka hidup. Termasuk keluargamu!' batin Delon dengan meremas kuat rambut hitam legam yang teracak frustasi.     

Sedangkan Regan dan Nino saling menatap ke arah Delon yang terduduk lemah tanpa menampilkan wajah kacau itu. Lalu, kedua bersaudara itu saling menghela napas berat.     

"Kak, gimana tentang pencarian lo mengenai tugas Kak Delon tadi?" tanya Nino dengan tatapan yang begitu berat. Seakan ia juga tak bisa lepas dari pintu ruang rawat itu yang tak kunjung terbuka.     

Regan merogoh ponselnya, lalu menyerahkan kepada Nino. Di sana sudaha ada sesuatu yang diinginkan Bossnya. CCTV Antoni saat memberitahu kepada seorang anak yang melintas tepat di samping mobil mewah itu yang diiming-imingi untuk diajak jalan-jalan. Setelah itu memberi racun berbentuk tablet dengan rasa manis, tentu begitu mengacaukan siapa pun yang memakannya.     

Regan mengusap kasap wajahnya, hingga membuat rambut lurus hitam itu bervolum ke belakang.     

Nino masih memperhatikan setiap gerakkan yang ada di video ponsel Regan. Kepala lelaki itu menggeleng dengan tatapan tak percaya. Antoni bisa melakukan hal sekeji itu kepada anak berumur 6 tahun yang tanpa memiliki identitas nama apapun.     

Terlihat pakaian yang semula hitam dan kusut itu diganti Antoni dengan pakaian yang baru. Senyum bocah laki-laki itu berbinar, mungkin dia baru saja merasakan bagaimana rasanya memiliki baju baru. Bahkan bocah laki-laki itu melonjak-lonjak kegirangan dengan kantung plastik yang teronggok begitu saja di dekat ban hitam mahal mobil Antoni.     

Nino sudah mulai bisa menerka, jika anak berusia enam tahun itu adalah anak jalanan. Dan Antoni berusaha mengelabuhi dengan mengubah segala tatanannya. Benar-benar gila dan cerdik seorang Antoni hanya karena kematian cinta sepihaknya kepada sahabat lelaki itu sendiri.     

"Apa ini bisa jadi bukti untuk menyeret Antoni ke penjara?" tanya Nino yang nampak menggegam erat ponsel Regan karena menahan emosinya.     

Regan memasukkan kedua tangannya di saku celana. Tatapannya beralih pada ruang rawat Rachel.     

"Nggak. Lo tahu video itu bisa diubah. Video dari CCTV tidak akan bisa menjadi bukti kuat untuk menyeret Antoni. Kita butuh video ponsel atau handcam."     

Nino mengangguk dengan menghela napas panjangnya. Lelaki itu menunduk lemah. Ia juga tidak melakukan apapun untuk memperjuangkan keadilan untuk bocah lelaki itu. Nino ingin, tapi kekauasaan Antoni lebih hebat. Kecuali, Delon yang beraksi di sini.     

"Hai, Nino? Apakah kamu Nino?" Suara lembut itu membuat seseorang yang memiliki nama tersebut pun menaikkan kembali wajah lelahnya, lalu menoleh ke asal suara.     

Kening Nino mengkernyit saat melihat seorang suster muda dengan senyum cantiknya mengarah kepada Nino. Dia mengenal Nino? Tapi, sayangnya lelaki itu lupa. Siapa perempuan kini berada di samping Regan.     

"Maaf, siapa ya? Kenapa Mbak tahu nama saya?" tanya Nino seraya menunjuk bingung ke arahnya.     

"Kamu lupa? Aku mantanmu di SMA. Aku Kiara, apa kamu mengingatku? Kamu semakin tampan, Nino. Pantas saja kamu melupakan mantan yang sepertiku ini," jelasnya yang membuat Nino dalam mode lampu bersinar berwarna orange di dalam otaknya.     

"Aku Kiara, Nino." Ulang perempuan itu yang mencoba mengulas cerita indah mereka berdua, meskipun pada akhirnya Nino memilih memutuskan dirinya karena sudah mendapatkan kakak kelas yang lebih cantik darinya.     

Walaupun begitu, Nino adalah mantan terindahnya. Wajah tampan, postur tubuh proposional, dan selalu bisa membuat hati semua cewek berbunga-bunga, begitulah seorang Nino.     

"Oh, Kiara. Apa kabarmu? Kamu juga semakin cantik, maaf aku dulu mencampakkanmu karena jiwa gilaku," kata Nino yang terlihat tertawa senang bercengkrama dengan suster muda tersebut.     

"Arah... akhirnya seorang Nino mengingatku. Aku sangat tersanjung dengan hal itu," sahutnya dengan membalas tawa ringan Nino juga.     

Aktivitas mereka berdua sudah dipantau oleh sorot mata tajam yang siap menerkam sang mantan playboy dan juga suster genit itu.     

Monica menggeram kuat saat Nino semakin tertawa lepas, seakan tidak mempedulikan dirinya di sini.     

"Apa, sih? Kenapa dia begitu senang dengan suster jelek itu," gumam Monica yang mampu didengar Sellyn.     

Sellyn mengikuti arah pandang tajam ke arah pandangan Monica yang memburu. "Udah, sana samperin. Lo mau ditinggal cowok setampan Nino? Kalau gue sih ngga, ya. Berhubung gue udah punya suami, sekarang giliran Lo!"     

Monica mengangguk, lalu mengayun langkah ke arah kekasihnya. Ia ingin sekali meremas kuat suster genit itu.     

"Ehem, lagi apa?" Pertanyaan perempuan itu membuat Nino terkesiap.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.