HE ISN'T MYBROTHER

Kita Harus Memberinya Pemakaman Yang Layak



Kita Harus Memberinya Pemakaman Yang Layak

0Bocah lelaki itu menggeleng dengan mulut yang kini sudah tertutup rapat. Sudah tidak ada lagi senyum di bibir tipis kecil itu.     
0

Rachel melirik ke arah lelaki yang sepertinya begitu sedikit perempuan itu kenali. Dia sekarang melambai ke arah Rachel tanpa rasa malu, seakan dia sudah berada di sana begitu lama hanya untuk menunggu hadiah itu sampai di tangan Rachel.     

"Katakan lagi. Tidak akan ada yang bisa menyakitimu, jika aku ada di sampingmu." Delon mencoba untuk membuat bocah laki-laki itu mengeluarkan kalimat lagi. Sekarang wajah bocah itu sedikit memucat. Tak ada pandangan teduh yang bisa Rachel tadi. Sebenarnya ada apa? Lalu, lelaki itu siapa?     

Kalimat yang dikatakan bocah laki-laki kecil itu terasa seperti sebuah ancaman yang akan datang sewaktu-waktu untuk membuat calon anak yang sedang Rachel kandung hilang. Bukan sekedar doa. Tapi, itu memang sebuah ancaman.     

Rachel memegang lengan Delon untuk menumpahkan rasa cemasnya. Ia tahu bahwa suaminya lebih tahu dan merasa gelagat aneh dari bocah laki-laki yang masih berada di depannya.     

Delon menoleh ke arah Rachel untuk memindahkan jemari lentik yang memegang lengan tangannya menjadi bertautan erat.     

"Tidak apa-apa, Sayang. Jangan takut," kata Delon yang ingin membuat sang istri tenang.     

Anton!     

Dia di sana. Dia ingin mengancam keberadaan anakku. Beraninya lelaki itu!     

Tanpa Rachel sadari, Delon sudah mengirim sebuah perintah kepada Regan dan Nino untuk segera menjalankan perintahnya. Dan kali ini, tempat yang paling aman adalah rumah mami Sarah. Rachel memang harus berada di sana.     

"Kamu kenapa? Kenapa tiba-tiba bibirmu memucat? Katakan sesuatu, jangan membuatku khawatir," ucap Rachel yang mencoba menggoyang-goyang tubuh kecil itu untuk bisa menyadarkan pandangan kosong itu. Kenapa bisa berubah dengan begitu cepat?     

Dering ponsel berbunyi dengan 'unknown number' sebagai penghias layar ponsel tersebut. Delon menggegam erat saat lelaki yang berada di seberang sana mengayunkan jemarinya ke udara untuk mengkodekan Delon segera mengangkat panggilan tersebut.     

Delon menggeser icon hijau tanpa mengeluarkan suara sekecil apapun itu.     

'Hallo, sahabat lama! Kau memang sombong setelah pertemuan terakhir kita yang ternyata kau lebih cerdik dariku. Hahaha.' Suara itu terdengar menghiasi panggilan sepihak yang sebenarnya tidak ingin Delon dengar.     

'Tidak masalah, Sahabatku. Aku sudah cukup mengenal istrimu. Dia ternyata begitu cantik, dan memiliki bentuk tubuh yang sexy ya? Aku bisa merasakan saat memeluknya. Tapi, sayangnya, dia terlihat gendut dengan isi yang ada di perutnya. Bagaimana jika aku hilangkan?'     

Delon sudah tidak bisa lagi menahan lagi amarahnya. Ia berniat untuk mendirikan tubuhnya untuk menghajar mulut busuk Antoni yang tak pernah lelah mencari celah untuk membuat hidup Delon hancur.     

Saat tubuh itu mulai berdiri tegak, dan kaki juga sudah mulai mengayun. Tiba-tiba teriakan Rachel membuat Delon kembali memutar tubuhnya. Dan betapa terkejutnya Delon saat mendapati Rachel sudah memangku bocah laki-laki berumur enam tahun itu sudah tidak sadarkan diri dengan mulut berbusa, kedua bola mata itu terbuka lebar.     

"Kaak, dia kenapa? Hiks, kenapa dia bisa seperti ini? Tolonglah bangun, jangan buat aku ketakutan. Ayo bangun!" teriak Rachel dengan tangis yang sesenggukkan menggoncang-goncangkan bahu kecil itu. Tapi, bocah laki-laki tersebut masih tidak kunjung bangun.     

'Percuma mencemaskannya. Dia sudah kuberi sebuah upah permen. Dan permen itulah yang telah berubah menjadi racun, Delon ...'     

'Jangan sampai mulut istrimu yang memakan permenku, ya?' Panggilan itu langsung tertutup dengan lambaian tangan meninggalkan Delon dalam keterpakuan di tempat.     

Antoni masuk ke dalam mobil dengan gelak tawa yang begitu nyaring terdengar. Lelaki itu tidak peduli siapa yang ia bunuh untuk melancarkan rencananya.     

Tidak ada rasa kemanusiaan dalam hati Antoni sejak Anita mati bunuh diri. Dan segala kehidupan baik itu sudah ikut berakhir bersama Anita.     

"Kaak, dia kenapa, Kak? Kenapa dia tidak juga bangun? Tubuhnya dingin, Kak? Kita harus bawa dia ke rumah sakit," kata Rachel dengan ketakutan. Ia merasakan tubuh kecil itu mulai mendingin. Wajah itu berubah pucat pasi dengan warna keunguan menjadi satu.     

Sebenarnya apa yang terjadi? Tubuh Rachel semakin bergetar, tangis itu semakin membanjiri wajah putihnya. Delon juga tak kunjung menjawab ketakutannya.     

Lelaki itu justru hanya berdiri dengan tatapan tak dapat Rachel pecahkan. Sedangkan mobil putih itu sudah lewat begitu saja, melewati Rachel dan Delon.     

Rachel melihat senyum lelaki yang berada dalam mobil mewah itu mengarah padanya. Apa maksud ini semua?     

"Kak Delon!? Kamu kenapa? Tolong dia! Tolong bawa ke rumah sakit, Kak!" teriak kencang Rachel hingga membuat suaranya serak. Dan barulah Delon menyadari akan kebodohannya itu.     

Delon terlalu takut jika ancaman Antoni benar adanya. Ia takut jika Rachel akan berakhir dengan nasib seperti bocah laki-laki itu.     

Delon dengan cepat menundukkan tubuhnya, meletakkan dua jari di sekitar leher bocah laki-laki dan apa yang Delon dapat. Tatapan sayu Rachel mengharap berita yang baik. Tapi, lelaki itu menggeleng dengan menunduk.     

"Dia sudah meninggal. Sebelum aku memeriksanya. Dia terkena racun dari lelaki itu, maaafkan aku, Sayang," ujar Delon tertunduk lemas. Napasnya tercekat mendapati Rachel semakin menangis terisak menyalahkan dirinya sendiri karena begitu bodoh menunggu Delon untuk segera membawanya ke rumah sakit.     

"Aku seharusnya segera berlari tanpa menunggumu, Kak! Lihat dia masih kecil! Kenapa dia menjadi objek balas dendam diantara kalian, kenapa!?" bentak Rachel yang tak pernah tega melihat anak kecil terluka atau pun sampai meninggal dengan cara yang begitu tragis seperti ini di pangkuannya.     

Rachel memukul-mukul dadanya. Napas perempuan itu terasa begitu sesak, ia tidak bisa menangis dengan tempo yang seperti ini. Kesedihan yang ia lihat terasa sangat menyakitkan. Rachel begitu mendambakan seorang adik. Tapi, orang tuanya sudah dinyatakan dokter sudah tidak memiliki anak lagi.     

Rachel kecil selalu berjalan-jalan ke arah panti asuhan dekat rumahnya dengan membawa berbagai berbagai makanan baru untuk mereka. Rachel suka saat mereka tersenyum, tertawa, dan menangis karena merebutkan mainan.     

Tapi, kenapa pemandangan memilukan seperti ini harus ia saksikan di depan mata? Betapa buruk dan jahatnya lelaki itu hanya untuk memberinya sebuah ancaman harus melenyapkan bocah laki-laki itu.     

"Sayang ... apa yang kamu lakukan!?" Delon melebarkan pupil hitam legamnya saat melihat Rachel terbatuk-batuk dengan mukul dadanya.     

"Hentikan! Jangan bertindak bodohh!" Delon mencekal satu tangan istrinya. Perlahan tubuh bocah laki-laki itu Delon turunkan. Lalu, memeluk tubuh rapuh itu dengan paksa, meskipun Rachel menolak.     

"Kita harus mengurus tubuhnya, Sayang. Tenanglah jangan menangis. Jangan menyalahkan dirimu terus, aku berjanji akan memasukkan dia ke penjara." Delon menderatkan kecupan kesedihannya juga di pucuk kepala sang istri.     

Delon memeluk dengan erat tubuh lemah itu dengan Isak tangis yang tak beraturan.     

"Kita harus memberinya pemakaman yang layak, Kak ...." Suaranya melemah.     

"Rachel ... Racheel, bangun! Kumohon bangun Sayang!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.