HE ISN'T MYBROTHER

Gue Belum Nerima Lo (Monica)



Gue Belum Nerima Lo (Monica)

0"Kenapa kalian masih di sini?"     
0

"Apa perkataanku kurang jelas? Jangan sampai boss datang dan membuat kalian dipecat semua," tungkas Regan yang menatap tak percaya ketiga anak buahnya itu masih saja berdiri di hadapannya setelah lolongan tajam mencabik-cabik gendang telinga mereka.     

Kedua karyawan wanita memiliki solidaritas tinggi dengan Reno. Mereka berdua juga begitu terkejut, kenapa Reno malah tidak mau pergi setelah mendengar usiran yang dilakukan Regan.     

Salah satu dari merek menarik kemeja Reno untuk mengkode pergi. Reno mengangguk samar. Untungnya Reno paham. Lelaki gemulai itu terpaku saat melihat ada sesuatu yang belum selesai ditutup dan membuat lelaki itu merinding.     

"Kalian tuli?" Regan berkaca pinggang menatap tajam ke arah Reno yang perlahan mulai mengangkat kepala.     

"Anu ... Pak, itu ...." Belum selesai Reno berbicara pintu ruangan utama itu terbuka lebar. Menampilkan tubuh tegap dengan otot-otot keras yang begitu menonjol di balik tuxedo hitam itu.     

"Kenapa kalian berkumpul di sini?" tanya Delon yang saat ini terdengar sedang menawari mereka 'mau dikuliti sekarang atau mati di tempat?' dan tatapan itu jangan ditanya lagi. Delon benar-benar membuat tubuh mereka membeku di tempat.     

"Tidak ... tidak, Tuan Delon. Kami bertiga akan segera kembali ke meja kami. Selamat siang, Tuan ... Pak Regan," sahut wanita perempuan muda yang segera menarik teman kerjanya. Reno terpaksa mengikuti tarikan pada lengan tangannya.     

Sebelum tubuh Reno benar-benar pergi, ia berteriak kepada atasannya.     

"Pak Regan, resletingnya belum tertutup. Takut pisangnya keluar!" teriak Reno tanpa tahu malu. Ia merasa benar, karena mengingat lelaki itu sungguh sangat digilai para karyawan wanita di perusahaan.     

Regan membulatkan mata sempurna saat telinganya benar-benar mendengar dengan jelas bagaimana mulut karyawan gemulainya itu mengatakan kekurangan yang membuat Regan menurunkan kedua manik mata ke bawah.     

"Astaaagaa! Berarti sedaritadi Reno lihatin punya gue?"     

"Pantesan ngga mau pergi," tambah Regan dengan cepat berbalik dan membenarkan resletingnya celananya.     

Sedangkan Delon hanya berdecih melihat kelakuhan sahabatnya itu. Karena kasus seperti ini tidak hanya sekali dua kali. Jadi, Delon juga tidak terlalu terkejut dengan apa yang diteriakkan Reno tadi.     

"Lo udah punya istri, tapi masih aja senang lima jari. Lo, ngga puas? Main sana sama Reno, kayaknya dia suka pisang Lo," kata Delon yang membuat Regan bergidik.     

Sekalipun perempuan habis dan hanya tersisa Reno yang satu jelmaan dengan dirinya, walau berbelok. Regan juga tidak akan sudi karena otaknya masih bisa berpikir jelas, himpitan lebih mengasikkan.     

"Enak ajaa! Gue udah ngga lagi. Gue udah tobat. Tadi itu murni kencing, Bro! Kencing!"     

"Ngapain senam lima jari, kalau paginya dikasih," tambah Regan dengan melukis senyum lebarnya masih mengingat aktivitas paginya dengan Sellyn sebagai sarapan pagi mereka.     

Delon berdecak kesal dengan mengebaskan tangannya di udara. Lalu mengayun langkah untuk meninggalkan Regan yang masih merasakan peluh itu membanjiri di keningnya.     

"Boss, Anda mau ke mana?" Regan dengan cepat berlari kecil menyusul Delon yang sudah berjalan cepat mengarah pada lift lantai kantornya.     

Sedangakan Regan tidak sengaja saling adu tatap dengan Reno kembali hingga membuat lelaki berkaca mata itu bergidik dengan cepat pula berganti posisi di sebelah kiri Delon.     

"Apa bedanya dia sama Mario. Di mana-mana satu geng menyebar, gue jadi ngeri," gumam Regan mengusap leher belakangnya untuk menetralisir bulu kuduknya.     

"Jemput Rachel. Udah waktunya pulang kampus," kata Delon yang sudah memasukkan dirinya di dalam lift. Lalu, diikuti Regan yang menekan tombol lantai paling bawah.     

Regan mengangkat kembali tangannya setelah mendengar perkataan Delon. Dan, lagi ... lagi, lelaki itu menggeleng kepala saatenyadark jam tangannya tak terpasang. Mungkin ia terlalu lupa saat waktu pelapasan dirinya dan Sellyn begitu mepet dengan dirinya yang harus kembali bekerja.     

'Haduhh! Gue lupa, ngga ada jam,' batin Regan dengan menepuk jidatnya lagi.     

Regan menghempas tangan kanannya dengan kasar, lalu meresapi perkataan Delon tadi.     

Menjemput Rachel? Berarti itu tandanya Sellyn juga ikut pulang, dong?     

"Boss, gue ju—"     

"Nggak. Lo tetap urus berkas kantor! Cuti Lo habis, dan kerjaan Lo juga numpuk. Ngga ada istilah libur. Lo mau bikin perusahaan kecil ini bangkrut?" Kalimat Delon membuat Regan membenturkan kepala belakangnya di dinding lift.     

Kenapa dirinya bisa sial mendapatkan Boss yang begitu sirik melihat sahabatnya sendiri senang.     

"Lo boleh nganterin istri Lo. Tapi, ngga untuk libur. Gue bunuh Lo," tambah Delon yang langsung mengeluarkan tubuhnya diikuti Regan.     

Regan hanya bisa mengangguk. Ini baru jam sebelas siang. Memang Sellyn mau pulang dengannya? Sepertinya jawabannya tidak. Istrinya itu benar-benar setia kawan.     

Sedangkan di sisi lain Rachel, Sellyn, Monica dan juga Nino sedang berada di taman setelah menyelesaikan dua kelas dengan rasa lelah. Karena menghadapi dua profesor yang begitu tak menerima cacat dalam persentasi. Beruntung anak Rachel tidak rewel seperti mual di pertengahan persentasi.     

"Jangan capek-capek dong," kata Nino seraya mengusap lembut pipi putih Monica yang sedaritadi juga coba ditepis perempuan itu karena merasa risih dengan perlakuan berlebihan Nino.     

"Lo beneran jadian sama kaleng susu bekas itu?" tanya Sellyn dengan melirik ke arah Nino yang tidak peduli dan masih terus mengusap pipi Monica.     

Rachel terkekeh dengan mengusap lembut perutnya. Entah kenapa dirinya begitu ingin mengusap anaknya yang masih di dalam perut. Rachel begitu senang hari ini, seluruh mahasiswa menatapnya dengan biasa tanpa kebencian.     

Dan satu lagi Rere, perempuan itu masih sama seperti dulu, tapi hari ini Rere belum melakukan apapun yang membuat Rachel marah.     

"Beneranlah, masak kaleng-kaleng," sahut Rachel yang tidak mau kalah berpartipasi dalam perayaan hubungan Monica dan Nino.     

Nino terlihat mengembangkan senyum saat bibirnya diam-diam mencuri kecup pada pipi Monica. Hingga membuat sang empu membulatkan mata dan disambut tawa dari Sellyn dan Rachel.     

"Ninooo!"     

"Apa? Cuma cium dikit. Ngga ada yang lihat juga. Abaikan mereka berdua, anggap aja botol minum kosong," sahut Nino dengan terkekeh melirik ke arah kedua perempuan yang duduk di atas rumput hijau.     

"Udah, jauh-jauh sana. Lo bikin gue serangan jantung aja." Monica mendorong tubuh Nino, tapi tangan itualah direbut paksa lelaki muda, lalu mengarahkan di depan bibirnya.     

"Ninooo!"     

"Apa lagi, Sayang. Suka banget teriak-teriak," balas Nino yang sudah melepas tangan Monica, menutup kedua telinganya karena mendengar teriakan perempuan itu.     

"Jangan cium-cium sembarangan. Lo belum gue terima," kata Monica dengan wajah yang sudah berubah memerah, tak berani menatap ke arah Nino.     

Rachel dan Sellyn saling tatap tak percaya. Setelah kedekatan dan apa yang telah mereka saksikan ternyata Nino belum diterima?     

"Terus Lo anggep apa hubungan kita kemarin? Malam panas, Lo mendesah di telinga gue ... Lo bilang cinta sama gue juga. Itu bukannya Lo suka sama gue?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.