HE ISN'T MYBROTHER

Otoritas Regan



Otoritas Regan

Delon kembali dalam rutinitas paginya di kantor. Seharusnya ia tidak berangkat, tapi karena Rachel yang meminta dan mengatakan jika perempuan itu baik-baik saja.     

Maka dari itu Delon mau berangkat kerja. Dan Rachel juga sudah ia izinkan kembali pergi ke kampus dengan pembersihan yang ia lakukan tentunya.     

Delon diam-diam telah menyuruh orangnya untuk membereskan berita yang masih beredar di kampus istrinya. Dan sekarang ia bisa mengerjakan beberapa berkas kerja sama dengan tenang.     

"Lo, ke mana aja? Cuti dua hari bukankah udah cukup buat Lo bikin anak?" tanya Delon yang masih membubuhkan tanda tangannya di atas kertas salah satu kerja sama.     

Regan yang tadi sedang bersiul kini lelaki berkaca mata itu hentikan. Lalu, berjalan ke arah meja sahabatnya.     

"Sebenarnya sih kurang, tapi mau gimana lagi ... Boss gue pelit. Belum juga honey moon, tapi harus ngurus berkas-berkas itu." Regan menunjuk ke arah tumpukkan berkas yang ada di meja Delon yang sudah lelaki itu kerjakan.     

Delon hanya mengangguk-angguk dengan tatapan malas melihat Regan yang mengambangkan senyum ke arahnya.     

"Ada apa lagi? Emang Lo ngga ada kerjaan lagi? Udah sana pergi ke ruangan Lo," kata Delon yang mengerti arti senyum aneh yang ditunjukkan Regan saat ini.     

"Tunggu." Regan membalikkan tubuhnya, mengayun langkah ke arah meja persegi panjang yang berada di hadapan sofa panjang ruangan Delon. Mengambil dua berkas coklat yang membuat kedua alis Regan bergerak sedari tadi.     

"Ada apa?" tanya Delon sekali lagi dan Regan hanya meletakkan satu amplop coklat itu di depan Delon menutup berkas penting yang sedang ia tanda tangani.     

"Buka, itu berita bagus buat Lo," kata Delon dengan mengusap dagunya. Ia yakin, jika Delon akan menyukai berita yang ia bawa hari ini. Karena, apa yang sudah direncanakan sejak dulu telah terwujud hari ini. Begitupula dengan impian lelaki itu hidup bersama dengan Rachel.     

Delon menatap tajam ke arah Regan dengan penuh arti. Napasnya terlihat terhela panjang saat pergerakkan bahu kekar itu juga bergerak. Dan semua itu sama sekali tidak membuat Regan takut sama sekali.     

"Ayo, buka, Boss!"     

"Tenang aja. Itu bukan surat cerai Rachel," sambung Regan tertawa terbahak saat melihat ekspresi Delon semakin tajam saja menatap dirinya.     

Delon menurunkan tatapannya ke arah amplop coklat yang sudah berada di depannya. Kini tangan itu bergerak menyusuri amplop polos tanpa coretan tinta di depannya. Delon semakin penasaran saja. Karena, jika dari sebuah perusahaan besar akan ada coretan tinta khusus. Jadi, ini apa?     

"Lo mau gue bunuh?" Suara Delon membuat Delon tersentak dengan kening yang berkerut. "Ngapain Lo suruh gue liat beberapa sekretaris baru Lo lagi? Bukannya yang kemarin, gue udah bilang, tolak! Jangan terima, sesuai perintah istri gue."     

Eh?     

Kok foto sekretaris?     

Regan terkejut mendengar perkataan Delon. Dia benar-benar tidak tahu tentang ini. Lelaki berkaca mata itu pun langsung menarik berkas yang dibuang Delon dengan kasar, tanpa mau melirik sama sekali.     

Lelaki berkaca mata itu menepuk keningnya. Ia benar-benar salah mengambil amplop coklat yang berada di ruangannya.     

"Eh, salah, Lon! Bukan ini maksud gue. Bentar gue ambilin di ruangan gue," ujar Regan yang langsung meremas amplop coklat beberapa foto itu. Lalu, membuangnya tepat di depan ruang kantor Delon.     

Banyak para karyawan yang melihat aksi Regan dengan bertanya-tanya. Karena remasan pada amplop coklat itu terlihat sedikit wajah dari salah satu kandidat yang menurut mereka memang kompeten.     

Tapi, ditolak mentah-mentah hanya karena pakaian mereka terlalu sexy dan satu hal lagi yang baru mereka ketahui. Gadis manis yang selalu membuat keonaran dan membuat kepala mereka tak melulu berpikir tentang pekerjaan karena permainan yang harus mereka ikuti jika Rachel sudah berada di kantor, adalah istri dari tuan mereka. Benar-benar sulit dipercaya.     

Setelah kejadian kemarin, semua karyawan jadi merasa bersalah pernah berkeluh kesah dengan Rachel. Apa mereka akan dipecat setelah semua ini? Tapi, jika mengingat hal tersebut, hingga saat ini pun keadaan perusahaan masih begitu tenang tanpa pemecetan karyawan.     

"Ini semua karena mereka bertiga. Kalau mereka tidak menambah keahlian dengan menggoda tuan Delon pasti mereka juga akan diterima melihat betapa cerdasnya otak ketiga perempuan itu," kata salah satu dari tiga karywan yang sekarang tepat berdiri di depan tempat sampah melihat foto itu terbuang dengan tak berguna.     

Yang lain mengangguk setuju dengan berdecak menyesal. "Apa untungnya bekerja dengan menggunakan pakaian sexy, bukannya dapat kerjaan malah dipecat. Kan ngga enak," sahut yang lain.     

"Ada untungnyalah. Beda kalau Lo yang pakai pakaian seperti mereka bertiga pasti ngga akan berpengaruh. Emang ada suka pisang? Tuan Delon saja seleranya seperti nona Rachel."     

"Emang kenapa gue? Gue sexy kok. Meskipun gue cowok, tapi pisang gue lebih enak dari pada buah mengantung kalian berdua," kata Rina alias Reno. Lelaki gemulai yang selalu mengidolakan Delon. Tapi, untuk mendekat pun dia juga takut. Takut, dia kehilangan gaji fantastis di sini.     

Kedua karyawan wanita yang berdiri di samping Reno tertawa terbahak mendengar perkataan rekan kerjanya itu.     

Reno selalu saja membuat suasana pecah, apalagi jika dihadapkan dengan Rachel. Mereka berdua seperti sepasang teman yang begitu akrab, Rachel selalu menanyakan apapun kepada Reno untuk memata-matai para karyawan wanita di sana, agar tidak genit dengan atasannya.     

"Gue jadi kangen non Rach—"     

"Ehem ...! Sudah selesai kerjanya? Sekarang jam berapa memang? Apa sudah ada perubahan jam tentang jam merumpi?" Suara itu membuat ketiga karyawan itu menoleh serentak.     

Di samping Reno sudah ada lelaki yang memakai kaca mata bening sedang mengangkat tanan kekarnya. Ketiga karyawan itu meneguk ludah kasar. Lalu membungkuk dengan hormat.     

"Maaf, Pak Regan. Kami hanya lewat saat selesai meeting. Lalu tanpa sengaja melihat ruang tuan Delon terbuka. Kami bertiga diperintahkan nona Rachel untuk selalu mengawasi ruangan tuan Delon," jawab Reno bohong mewakili para teman-temannya agar selamat dunia akhirat.     

"Pak Regan, maaf juga, itu di tangannya tidak ada jamnya. Apa Pak Regan lupa melepas di ruangan? Karena kami takut jika memang hilang," sambung Reno dengan semakin membumbungkukkan badan kurusnya.     

Reno merutuki mulutnya yang sama sekali tidak menahan apa yang lihat. Sekarang lihat? Regan menampilkan wajah memerah padam saat mendengar perkataan Reno. Sebenarnya, Regan juga baru menyadari jika ia sudah tidak lagi memakai jam tangan.     

Sial, memalukan sekali.     

Kedua wanita di samping Reno menahan tawa merek dengan membungkuk rambut mereka di biarkan terjatuh dengan menutup wajah yang hampir meledak ingin mengeluarkan tawa membahana itu.     

"Maafkan saya Pak Regan." Regan terlihat meremas buku tangannya. Melihat ketiga anak buahnya itu diam-diam menertawakan dirinya.     

"PERGI LEMBUR KALIAN BERTIGA!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.