HE ISN'T MYBROTHER

Sellyn Gugup



Sellyn Gugup

0Delon begitu terkejut saat melihat Rachel menarik lehernya. Mencium dengan cepat seluruh inci wajah lelaki tampan itu. Delon terkejut? Tentu, ia begitu terkejut. Sangat terkejut.     
0

Lelaki itu pikir istrinya akan tetap merajuk karena perempuan itu yang membuat langkah Delon terhenti, dan membirkan Anton dengan lancang memeluk tubuh istrinya.     

"Jangan. Kamu tega membiarkan aku hamil tanpa suami?" Suara manja itu kembali terdengar. Napas Delon seakan telah kembali lagi setelah dadanya begitu sesak harus bertengkar dengan istri cantiknya itu.     

"Tidak mungkin, Sayang. Aku tidak akan menggantikanmu dengan para perempuan di luar sana. Kamu begitu berharga. Kamu memaafkanku?" tanya Delon untuk memastikan kembali dirinya benar-benar dimaafkan atau tidak.     

Rachel mengangguk di dalam pelukan lelaki tampan itu.kulit dada bidang Delon begitu hangat bergesekan dengan kulit pipi Rachel. Rasanya, ia tidak ingin melepas pelukan ini.     

"Peluk saja. Kita segera pulang, jangan marah lagi. Istriku jelek kalau sedang marah," kata Delon yang berkata sebaliknya.     

Dalam keadaan apapun kecantikan istrinya tetaplah terpancar apalagi sekarang sedang hamil. Sifat manjanya membuat siapa pun akan begitu gemas ingin memeluk perempuan itu dengan erat dan tidak akan dibiarkan lepas.     

"Tapi, kamu akan kesusahan jalan, Kak." Delon menderatkan bibirnya pada pucuk kepala sang istri dengan menggeleng kepala.     

"Meskipun aku lumpuh. Aku aku akan memelukmu dengan erat, Sayang."     

Rachel mengulas senyum bahagianya mendongak ke arah Delon yang juga membalas senyumnya. Beginilah, Delon, sekesal apapun pada Rachel, ia tidak mungkin bisa marah apalagi bertindak kasar. Itu sangat jauh dari pikiran dari lelaki tampan tersebut.     

Di sisi lain ada seseorang yang sedang mengamati perjalanan pasangan mesra itu dengan senyum penuh arti yang tak dapat diartikan para pengawalnya.     

"Dia sedang hamil ternyata. Seharusnya aku membiarkan saja tubuh perempuan itu terhempas di lantai. Jika, itu semua terjadi, pasti akan menambah kegilaan Delon, bukan?" Suara itu menuntut jawaban tambahan para pengawalnya, terutama asisten pribadinya yang ikut menamatkan musuh Tuannya sejak dulu.     

"Benar, Tuan. Tapi, Tuan memang sudah benar menyelamatkan istri dari tuan Delon. Dengan cara seperti itu, Tuan Anton bisa masuk dan membuat rencana yang lebih matang lagi," kata sang asisten pribadi lelaki bertuxedo hitam tersebut.     

Anton hanya mengangguk dengan mengusap dagunya. "Temukan kebiasaan yang sering dilakukan perempuan cantik itu. Aku akan membuat dia membenci Delon, dan meninggalkan begitu saja. Itu akan sangat menyakitkan untuk sahabatku."     

"Cari kampusnya juga. Kita memang tidak bisa menemukan apartemen yang ditinggali Delon, tapi aku masih bisa bertemu perempuan itu di kampus. Kudengar dia masih kuliah saat tadi kutanya. Ini sangat menarik," sambung Antoni dengan tertawa terbahak.     

Antoni sudah kembali ke Indonesia setelah sekian lama lelaki itu menunggu Delon di Amerika. Tapi, mantan sahabatnya tersebut malah tetap berada di Indonesia. Benar-benar sia-sia saja dirinya menunggu di sana dan tidak pernah bisa menembus sistem pertahanan perusahaan utama Delon.     

"Baik, Tuan Antoni."     

"Malam ini wanita sewaan, Tuan ... sudah berada di hotel. Apa Anda ingin segera pergi sekarang atau pergi ke perusahaan nona Jenny?" tanya lelaki berkaca mata itu dengan begitu hormat. Meskipun ia sudah lama ikut dengan Antoni, tapi rasa takutnya masih begitu kuat.     

"Perusahaan Jenny."     

***     

"Pak Yono tutup mata. Tidak boleh melihatku bermesraan dengan suamiku. Aku takut jiwa kedudaan Pak Yono meronta-ronta." Perkataan Rachel membuat lelaki paruh baya yang baru saja melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang itu seketika membuat kedua bola hitam itu membulat sempurna.     

Jiwa kedudaan meronta-meronta? Kalimat apa itu? Aku tidak tahu apa yang dimaksud majikannya. Dan tunggu ... kenapa perempuan itu dengan mudahnya kembali jatuh kedalam pelukan Tuannya, bahkan ia sedikit mengintip di celah kecil spion mobil.     

"Sayang, jangan berkata seperti itu. Apa kamu mau melihat Pak Yono bersedih?" tanya Delon seraya membenarkan anak rambut yang terurai di kening Rachel.     

"Tentu, tidak. Aku sudah mengatakan untuk Pak Yono tidak melihat kita. Itu adalah caraku untuk membuat Pak Yono sedih," jawab Rachel dengan begitu polos. Sedangkan Delon hanya mengangguk-angguk dengan telinga yang sedang mendengar laporan dari anak buahnya.     

Berbagai laporan Delon terima dari para pengawal yang memang ia perintahkan untuk tetap berada di super market tersebut, tentu untuk melihat pergerakan Antoni akan sejauh apa.     

"Sayang ... Aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Delon dengan mengusap lembut kulit wajah istrinya.     

Rachel mengangguk saja. Ia benar-benar lupa dengan hal pertama yang membuat dirinya begitu kesal dengan Delon. Apa benar itu karena hormon seorang ibu hamil muda?     

"Apa kau mengenal lelaki tadi? Maksudku lelaki yang menolongmu?" Rachel menggeleng manja. Ia benar-benar tidak mengenal Antoni dan dari mana lelaki itu muncul.     

"Lalu, apa yang dia lakukan padamu?"     

"Hanya menahan tubuhku agar aku tidak jatuh. Itu saja," jawab perempuan itu apa adanya. Tangannya sudah mulai berkeliaran sejak kancing kemeja Delon terlepas semua.     

Rachel akhir-akhir ini merasa sedikit mesum, seperti ini saat ini. Sekarang tidak hanya dua kancing yang terbuka oleh sang Nyonya Jeeicho. Tapi, seluruhnya, hingga menampilkan tubuh six pack Delon yang begitu membuat Rachel susah meneguk ludahnya.     

Delon terkekeh melihat wajah merah Rachel saat kedua manik coklat itu mrnamati bentuk tubuhnya. Wajah cantik itu selalu menggemaskan, ingin rasanya Delon kembali menerkam perempuan itu saat ini juga.     

"Kenapa diam begitu? Ayo sentuh, Sayang. Kamu sangat menyukai ini ... kan?" Delon mengarahkan jemari lentik Rachel untuk menyentuh setiap lekuk otot tegas di tubuhnya. Dengan senang hati perempuan itu melanjutkan sendiri.     

"Jangan ge–er. Aku tidak menyukai ini." Mulut dan jemari memang berbeda. Perempuan itu menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Delon.     

"Dasar, istri nakalku."     

***     

"Siapa, ini Regan?" Suara wanita tua mendominasi di dalam ruang keluarga. Sedangkan perempuan muda itu hanya bisa menautkan kedua jemari lentiknya dengan mengatur oksigen selancar mungkin untuk menjawab pertanyaan dari sosok wanita paruh baya dengan wajah tegasnya.     

"Mamaaa, Nino pulaaangg!" teriakan itu membuat seluruh pandangan mengarah pada satu titik yang sedang berdiri di ambang pintu. Berharap sapaannya dijawab, tapi ia malah mendapatkan pandangan yang begitu mengejutkan.     

Lelaki muda itu menyiptkan mata melihat perempuan yang yang begitu familiar di matanya. Dan, tangan itu? Kenapa Kakaknya memeluk bahu kecil perempuan tersebut.     

"Kau sudah pulang? Sudah berapa hari tidak pulang?" Pertanyaan itu membuat lelaki muda yang berada di bibir pintu mengayun langkah seraya menggaruk kepala belakangnya.     

"Nino, ada bisnis dengan kak Delon, Mam. Jadi, ya, begitu," balasnya bohong. Ia seminggu ini memang hanya makan dan tidur di hotel untuk melampiaskan rasa kesalnya terhadap Monica dengan beberapa jalang.     

"Kenapa ada ...."     

"Apa kau mengenal perempuan itu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.