HE ISN'T MYBROTHER

Harus Bisa Menjaga Suami



Harus Bisa Menjaga Suami

0Tamat sudah riwayat Rachel saat ini. Bukannya ia pergi ke kampus, sekarang Delon sudah mengajaknya ke dokter kandungan. Duduk dengan perasaan cemas. Bagaimana Rachel bisa mengatakan ini semua, jika dirinya hanya ingin membuat Rere kesal?     
0

Rachel saja tidak bisa menyanggah kalimat Delon yang sudah tidak ingin menjamah tubuhnya lagi. Lelaki itu pikir, jika semua ini karena aktivitas panas mereka yang membuat perut Rachel sakit. Astaaga! Ini memang benar, tapi sebesar apa dosa Rachel membohongi suaminya?     

Antrian begitu banyak. Ia bisa melihat raut cemas dari seorang Delon dengan melihat kedua kakinya yang tidak bisa diam. Bahkan tubuh Rachel sudah lelaki itu peluk dengan mengusap anak mereka dengan begitu lembut. Berharap janin mereka dalam kondisi yang baik-baik saja.     

"Kak, aku sudah tidak apa-apa. Ayolah, kita pulang," bujuk Rachel yang entah sudah keberapa kali. Tapi, ia malah dibalas dengan kecupan mesra di kening. Semakin bersalah saja Rachel telah membohongi Delon.     

'Haduh, bagaimana kalau dokter itu tahu kalau aku cuma berpura-pura?' batin Rachel dengan mengarahkan bola mata coklat ke atas melihat Delon yang sedang mencium pucuk kepalanya.     

"Kenapa lama sekali sih?" gerutu Delon dengan menoleh ke kanan lalu ke kiri hanya berisikan ibu-ibu hamil saja tanpa suaminya. Mereka semua menatap ke arah Delon dengan mengulum senyum dan ada beberapa yang saling berbisik.     

Semua itu tidak luput dari pandangan tajam Delon. Tapi, ia tidak peduli. Sekarang yang terpenting adalah memeriksa kandungan Rachel.     

Karena Delon sempat mengingat perkataan dokter kepercayaannya, jika sedikit saja Rachel mengalami sakit pada perutnya di waktu. Maka, itu bisa jadi menjadi awal pertanda keguguran. Dan Delon tidak mau sampai kehilangan buah cintanya dengan Rachel.     

"Kak, sabar, kamu ... jangan gugup seperti itu. Aku sudah tidak apa-apa. Kamu tenanglah," kata Rachel yang meraih rahang kokoh suaminya, menderatkan bibirnya di sana.     

Delon menoleh ke arah Rachel saat rasa cemasnya sedikit hilang karena mendapatkan ciuman dari sang istri.     

Aktivitas manis mereka juga tidak lepas dari beberapa ibu-ibu hamil yang begitu iri melihat pasangan muda tersebut.     

"Mas, istrinya sedang hamil?" Pertanyaan dari sebelah kanan tubuh Delon membuat lelaki tampan itu menoleh lalu menjawab dengan mengangguk, ditambah dengan senyum cantik yang diberikan Rachel. Semakin menambah keyakinannya yang sudah mengalami kehamilan tua dan menunggu hitungan hari saja.     

Wanita empat puluh tahunan itu mengangguk paham. Tapi, begitu miris melihat wanita itu duduk sendiri dengan beberapa kali mengusap perut besarnya tanpa ditemani sang suami. Wajahnya nampak lelah, dan benar-benar kesusahan dalam menempatkan diri di dudukan kursi tunggu.     

Rachel melepaskan diri dari pelukan sang suami. Dan itu membuat Delon mengernyitkan keningnya. Ia bingung dengan apa yang akan dilakukan Rachel.     

"Sayang, Jangan bergerak ke mana-mana. Perutmu masi—"     

"Aku hanya bertukar tempat saja. Kamu duduk di bangku. Kalau mau peluk lagi nanti aja," ujar Rachel yang langsung membuat Delon menggeser tubuhnya.     

Tapi, permintaan yang terakhir tidak dituruti Delon. Lelaki itu masih memeluk pinggang Rachel dengan mengusap-ngusap perut perempuan cantik itu.     

Rachel yang melihat kelakuhan Delon hanya menghela napas ringan, dan membiarkan saja apa yang sedang dilakukannya.     

"Berapa usia dedeknya, Mbak?" tanya Rachel dengan nada ramahnya menatap perut yang sudah membesar itu. Tak dapat Rachel pungkiri, ia begitu menunggu saat-saat kebahagiaan menanti kehadiran malaikat kecil yang akan membuat keluarga kecilnya semakin bahagia.     

Wanita itu membalas dengan mengulas lembut perutnya dengan tersenyum bahagia.     

"Sembilan bulan. Aku sepertinya akan segera memegang jemari kecilnya," balasnya dengan bernada antusias.     

Rachel bisa merasakan bagaimana seorang ibu yang sudah merasakan 'morning sickness' hingga penantian sembilan bulan itu tidak mudah.     

Dirinya saja baru bisa lepas dan makan roti serta sayuran di Minggu ketiga. Itu saja masih belum maksimal. Terkadang makanan itu kembali dengan rasa mual yang tiba-tiba menyerang. Beruntung aroma tubuh Delon tidak lagi membuatnya mual, tapi malah menjadi obatnya. Calon anaknya sepertinya sudah memahami keadaan sang mama seperti apa.     

"Waah... sebentar lagi akan lahir dedeknya." Rachel dengan cepat menoleh ke arah Delon sedang memandang ke arah pintu kamar pemeriksaan yang masih belum juga memanggil nama sang istri.     

"Kak, lihatlah Mbaknya sudah mau melahirkan. Sebesar itu nanti perutku ... pasti akan sangat menyenangkan bisa merasakannya," sambung Rachel dan membuat Delon juga mengalihkan pandangannya pada perut besar tersebut.     

Cup     

"Benar, pasti kamu akan merasakannya, Sayang. Tenanglah, kita akan menunggu anak kita berkembang," ucap Delon yang langsung memberikan kecupan mesra di pucuk kepala Rachel.     

Wanita itu hanya melihat kemesraan Delon dan Rachel dengan senyum simpulnya. Ada perasaan sedih yang wanita itu tahan.     

Rachel menatap wajah sendu dengan mata sayu. "Apa aku boleh mengusapnya, Mbak?" tanya Rachel yang diangguki wanita tersebut.     

"Lakukanlah, dia pasti akan senang mendapatkan sentuhan lembut dari perempuan cantik seperti , Nona."     

Setelah mendapatkan persetujuan dari sang ibu, Rachel pun segera mengusap lembut, bahkan ia merasakan pukulan kecil dari dalam, dan sontak membuat senyum Rachel tergores lebar. Ia baru merasakan pengalaman seperti ini     

"Waahh... aku ditendang tadi."     

"Kak, aku tadi ditendang. Aku ingin anakku bisa menendang juga," tambah Rachel yang ikut mengusap anaknya pada punggung tangan Delon yang masih setia berada di sana.     

Delon tertawa kecil mendengar perkataan Rachel. Usia kandungan buah cinta mereka satu bulan lebih, dan itu masih membutuhkan beberapa bulan lagi untuk merasakan tendangan kecil dari dalam sana.     

"Tunggu beberapa bulan lagi, Sayang. Sepertinya anak kita nanti tidak hanya akan menendang. Di sana dia juga akan membuat gawangnya sendiri," balas Delon yang langsung membuat wanita empat puluh tahun itu tertawa terbahak.     

Berbeda dengan Rachel yang sudah mengerucut kan bibirnya mendengar perkataan Delon.     

"Anakku, sepertinya senag berkenalan dengan, Nona Cantik," sahutnya dengan menyeka bulir air mata tawanya tadi.     

"Lalu, kenapa, Mbak sendirian? Di mana suaminya? Apa sedang sangat sibuk? Tapi, ini sangat rawan, jika berjalan sendirian dengan keadaan hamil tua." Rachel sepertinya salah dalam bertanya. Terlihat ekspresi wajah wanita itu terlihat murung dengan menunduk.     

"Suami ... suamiku kabur dengan wanita lain. Benar-benar menggelikan. Aku sampai malu mengatakannya, aku ke sini tidak sendiri, Nona. Di sana ada ibuku yang sedang mengurus beberapa biaya persalinan nanti," kata wanita tersebut dengan menunjuk ke arah ke arah sosok wanita paruh baya yang sedang berbicara dengan salah satu perawat.     

Ha?     

Kenapa begitu tega?     

Gumaman kecil itu mampu wanita tangkap denganen mengangguk. Meskipun tidak menangis. Rachel bisa merasakan seakit apa menjalani ini semua.     

"Begitulah lelaki, jika tubuh tidak seindah dulu pasti dia mencari wanita yang lain. Aku tidak bisa menerima alasan itu sesungguhnya, tapi mau bagaimana lagi, ayahnya memang brengsek!"     

"Nona, harus bisa menjaga suaminya. Apalagi, wajah suami, Nona begitu tampan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.