HE ISN'T MYBROTHER

Gue Takut Kehilangan Lo, Apa Itu Benar Cinta?



Gue Takut Kehilangan Lo, Apa Itu Benar Cinta?

0Setelah pengakuan yang dikatakan Monica, semua berubah. Nino benar-benar tidak menyangka apa ia rasakan selama ini benar adanya. Monica menjauh dan seminggu ini kegilaannya bersama dengan jalang hanya persangka itu.     
0

"Kenapa? Apa gue berbuat salah sama Lo? Bukannya hubungan kita baik-baik aja?" Nino menghela napas ringan, namun cekalan tangan masih begitu erat memegang pergelangan tangan Monica. Sedangkan tangan satunya memegang pinggang perempuan itu agar tidak lari lagi.     

Monica terdiam. Tatapan yang tadinya begitu lekat kini ia buang ke samping. Ia tidak bisa melihat manik hitam legam itu. Ada perasaan tak percaya jika seorang Monica bisa luluh oleh seorang playboy seperti Nino.     

Apa benar ini cinta?     

Apa benar Monica sudah jatuh cinta kepada Nino?     

Jika ada yang bisa mengartikan perasaan Monica, tolong, katakan dengan lantang di depan perempuannya saat ini juga!     

"Tidak ada masalah apapun. Gue cuma mau sendiri aja. Lagian tugas gue udah selesai. Mau apa lagi?"     

"Udahlah. Lepas, No. Gue mau pulang," berontak Monica. Perempuan itu kembali mencoba melepaskan dari kungkungan tubuh berotot itu. Tapi, sayang, Nino masih lebih kuat dari usahanya.     

"Gue masih bingung. Lo harus ajarin gue lagi," ucap bohong laki-laki itu. Manik mata bulat itu juga tak bisa berhenti menatap perempuan di depannya. Ada perasaan sedih, tidak rela, dan kacau yang ia rasakan saat ini.     

Satu hal yang Nino rasakan. Ia tidak mau Monica menghindarinya lagi, biarlah ia akan berpura-pura bodoh selama mungkin, asal Monica selalu ada di sampingnya.     

Monica berdecak kesal mendengar apa yang dikatakan Nino. Ia tahu laki-laki di depannya hanya mencari alasan saja. Bagaimana bisa dia mengatakan masih kesulitan, sedangkan ia baru mendapatkan fakta baru, jika Nino adalah salah satu mahasiswa terbaik di University of Pennsylvania.     

"Lo yakin masih bingung?" Pertanyaan Monica sukses dijawab dengan anggukan lelaki tampan itu.     

Monica mengangguk, lalu menunduk berpura-pura memahami. "Lo bisa—"     

"AAWH!"     

"Kenapa Lo malah nginjek kaki gue!" pekik Nino saat kaki kanannya diinjak Monica dengan begitu tak berperasaan, sehingga membuat cekalan tangan itu lepas dengan begitu.     

Monica menyunggingkan senyum melihat Nino meringis kesakitan. Seluruh kesakitan itu yang dirasakan Nino adalah kumpulan dari ketidakberdayaan Monica beberapa hari ini.     

Dengan cepat perempuan itu berniat kembali kabur dari Nino. Karena melihat peluang itu cukup besar, Nino kesakitan dan lelaki itu tidak mungkin bisa menangkapnya.     

"Lo, bisa cari pengganti gue! Gue ngga pinter, Lo bisa cari mahasiswi lainnya, okay!" ujar Monica yang berniat berlari. Namun, sebuah tangan mencekal tangan itu dan menarik kasar ke arah yang ia tidak ketahui.     

'Brengseekk! Kenapa gue kena lagi!' umpat batin Monica saat melihat yang menariknya siapa.     

"Gue anter pulang. Gue bukan lelaki lemah, kalau Lo pikir cuma sama injakkan kaki Lo bisa lari lagi," kata Nino dingin. Ia tidak peduli Monica akan kesakitan atau tidak. Ia sudah bertemu dengan Monica, maka perempuan itu juga tak akan bisa lari lagi dari sampingnya.     

"Hei! Lo gilaa! Lepassin guee!"     

"Diem! Jangan teriak-teriak, dikira gue perkosa Lo!"     

Nino memasukkan tubuh Monica dengan keras ke dalam mobil. Dengan cepat Nino berlari untuk segera menyusul Monica.     

"Lo, apa-aapaan, sih? Gue mau pulang! Gue punya kaki, rumah gue deket sini, ngapain pakai mobil!" teriak Monica yang sama sekali tidak dipedulikan Nino. Lelaki itu masih saja melakukan mobilnya meninggalkan pinggaran jalan tersebut.     

Sudah beberapa menit tidak ada yang memulai perbincangan di antara mereka. Suasana mobil juga begitu sunyi. Monica memilih membuang wajahnya ke arah jendela. Tapi, baru ia berkutat dengan pikirannya sendiri. Bola mata hitam itu membulat saat mengetahui jalan itu beda dengan arah jalan rumah Monica.     

"Lo bawa gue ke mana? Ini bukan jalan rumah gue! Lo jangan macem-macem, No!" Suara teriakan itu menggaung di mobil membuat telinga sakit. Tapi, lelaki itu tidak peduli. Pikirannya sudah begitu kalut karena Monica. Dengan bersama seperti ini saja, dia sudah begitu senang.     

Merasa yang diajak bicara tidak menjawab. Monica menarik lengan panjang baju Nino dengan kasar. Hingga membuat lelaki itu menatap Monica dengan tajam. Baru kali ini Monica melihat tatapan itu. Dan itu terlihat sangat mengerikan dan menusuk manik mata hitamnya.     

Monica tercekat. Tapi, sedetik kemudian ia menggelengkan kepala untuk menghilangkan ketakutannya. Ia tidak pernah takut dengan siapa pun. Kenapa dirinya harus takut kepada Nino?     

"Berhenti atau gue turun paksa?" ancam Monica yang bersiap untuk membuka pintu mobil. Tapi, Nino masih seperti tadi, hanya diam dan fokus ke dalam perjalanan mereka.     

Merasa ancamannya tidak ditanggapi dengan sesuai harapannya. Monica nekat membuka kunci mobil. Namun, apa yang ia dapat? Pintu mobil dikunci.     

Sialan!     

"NINOO!" teriak Monica sekali lagi. Dan kini mobil itu telah sampai sebuah tempat yang yang begitu asing di mata Monica.     

Mobil Nino sampai di sebuah danau dengan penerangan hanya menggunakan terangannya bulan malam ini. Bahkan beberapa burung yang terbang bisa Monica lihat dari dalam mobil.     

Tidak ada kata pun yang keluar dari mulut Nino selama perjalanan. Bahkan setelah mobil itu berhenti, lelaki itu turun tanpa mengajak Monica dan meninggalkan perempuan itu di dalam mobil ternganga tak percaya.     

Terlihat Nino sudah mengayun langkah ke arah hamparan rumut hijau dengan menampilkan air danau yang begitu indah saat malam hari. Apalagi, beberapa kunang-kunang juga ikut mempercantik danau tersebut.     

"Apa-apaan, sih? Gue ditinggal sendiri, dia malah di sana. Dia bawa orang, tapi ngga mau tanggung jawab," gerutu Monica yang akhirnya ikut keluar dengan membanting pintu mobil dengan keras berharap 2 harapannya terkabul.     

Niko peka dirinya masih berada di mobil dan kedua mobil itu rusak! Monica benar-benar tidak peduli jika karena ulahnya membanting pintu mobil tersebut bisa membuat lelaki itu rugi besar.     

Monica sedikit berlari untuk bisa sampai di tempat Nino yang sedang menyanggah tubuh proposional itu denan kedua lengan Kokoh di kedua samping tubuhnya.     

"No, gue ma—"     

"Sini, duduk dulu," ucap cepat Nino dengan melirik tempat kosong di sampingnya.     

Monica menggegam kedua buku tangannya kuat. Ia ingin pulang, bukan ingin duduk dan menikmati kecantikan pemandangan danau itu dengan Nino. Bisa bahaya, jika Monica kembali menambah kadar sukanya pada lelaki tengil itu.     

"Ngga! Gu—"     

Telat. Nino sudah menarik paksa Monica untuk duduk di sampingnya. Pantat perempuan itu begitu sakit, hingga suara ringisan bisa didengar dengan jelas oleh Nino.     

"Kenapa sakit?" tanya Niko yang tidak dijawab Mknica hanya diberi tatapan tajam.     

"Makanya nurut. Sini, gue punya obatnya," katanya sekali lagi. Dan tak dapat Monica percaya. Nino kembali menarik tangan perempuan itu hingga duduk di pangkuannya.     

"Lo, apa-apa, sih? Ntar kalau ada yang lihat, dikira pasangan mesum. Dasar gila!" sungut Monica memberontak.     

"Gue suka sama Lo. Lo yang bikin gue hampir gila. Udah beberapa jalang nemenin gue. Tapi, lagi-lagi, Lo yang ada dipikiran gue. Apa itu cinta?"     

Ha? Cinta?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.