HE ISN'T MYBROTHER

Istri Penggoda



Istri Penggoda

0"Nggak ada kata berakhir. Lo nggak bisa tinggalin setelah lo buat gue kayak ini dalam semalam."     
0

"Jangaaan! Gue tahu gue salah, Bang. Jangan buat istri Abang sakit. Sellyn nggak mau!" Sellyn merasakan tangan Regan sudah berada di antara inti bawahnya, memberikan sentuhan yang tak pernah perempuan itu rasakan.     

"Nggak ada yang akan sakit. Cuma Lo yang boleh nyentuh tubuh gue bukan perempuan lain, Sellyn. Katakan Lo mencintai gue ..."     

"Kataaakan!" teriak Regan yang membuat Sellyn terkesiap. Seketika air mata yang perempuan itu tahan sedaritadi luluh berantakkan karena teriakan Regan yang tak pernah ia dengar selama ini. Baru pertama kali ini lelaki itu membentak dirinya meski Sellyn selalu mengganggu Regan.     

"Iya gue cinta sama Lo!" teriak Sellyn dengan mata biasanya menatap sendu dan terluka dibentak Regan.     

"Abang, puas! Kalau udah dengar, cepat pergi dari sini! Gue nggak akan ganggu hidup Abang lagi. Tenang aja!" Sellyn mencoba mendorong tubuh kekar yang kini masih mengukung tubuh rampingnya.     

Tapi, Regan sengaja menguatkan tubuhnya untuk tidak bisa digeser oleh tangan Sellyn.     

"Hiks. Kenapa Abang jahat sama Sellyn?" Sellyn gagal lepas dari Kungkungan tubuh Regan. Perempuan itu sudah kehabisan tenaga suara tercekat karena Isak tangisnya, tangannya memukul-mukul dada bidang Regan dengan sekuat tenaga.     

Regan yang mendengar Isak tangis Sellyn hanya bisa menundukkan kepala lemah. Kenapa perasaannya bisa berubah dalam semalam seperti ini?     

Dengan mendengar suara tangis itu hati Regan terasa tersayat-sayat. Tidak ada perempuan yang bisa membuat hatinya seperti ini.     

Regan menganggap perempuan muda hanya menyusahkan dan tidak akan pernah tercatat dalam sejarah hidup Regan. Ia hanya mencari wanita bayaran untuk melampiaskan hasrat. Selebih itu tidak ada main hati.     

Kenapa dengan Sellyn berbeda? Hati Regan sakit, sangat sakitt. Jangan menangis, kumohon jangan menangis.     

"Hentikan, jangan seperti ini, jangan menangis, Sellyn."     

Regan menghentikan tangan Sellyn yang memukuli dada bidangnya. Lalu membawa tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. Regan mencium berkal-kali pucuk kepala itu hingga perlahan tangis Sellyn terhenti dan hanya merekatkankan tangannya pada pinggang kekar Regan.     

"Gue pikir, kalau gue ngerjain Lo dengan berpura-pura mempunyai istri, Lo bakal ngerek minta dijadin madu. Tapi, kenyataannya gue nggak bisa lihat lo nangis. Hati gue sakit lihat Lo kayak gini ..."     

"Jangan nangis lagi, gue juga cinta sama Lo, gue nggak bisa nyentuh tubuh Lo, kalau Lo nggak ngizinin gue," sambung Regan dengan mengusap lembut wajah basah Sellyn yang memejam merasakan hangatnya tubuh Regan.     

Sellyn semakin mempererat pelukannya, ia tidak membiarkan lelaki itu untuk memberikan jarak dengan tubuhnya. Sellyn ingin dekat seperti selalu. Regan memang jahat. Ia pikir dirinya akan sendiri disini, setelah keluarganya memilih membuang Sellyn karena tidak mau dijodohkan. Apalagi saat mendengar Regan sudah mempunyai istri, Sellyn merasakan yang teramat dalam yang mampu ia rasakan.     

"Abang, jahat! Abang nggak tahu perasaan Sellyn sehancur apa."     

"Sellyn mau seperti ini terus. Nggak mau pulang, mereka semua jahat!"     

Regan tak henti-hentinya mengulas senyum di bibirnya. Membalas pelukan Sellyn yang begitu bergetar. Tapi, kenapa perempuan itu tidak mau pulang? Ada apa dengan keluarhanya?     

"Abang mau nikahin Sellyn? Kawin lari? Mau?"     

"Ha? Kawin lari? Kamu yakin?"     

Sellyn mengangguk dengan mata sembabnya menatap sendu dan harap untuk jawabannya.     

"Ceritakan dulu apa yang terjadi. Mana bisa aku langsung mengajakmu kawin lari sedangkan di luaran sana pasti Delon sedang memburuku."     

"Sellyn mau dijodohin sama rekan bisnis papa. Sellyn nggak mau, Bang."     

Astaaga apalagi ini rintangan mereka berdua. Setelah bisa mengakui perasaan Regan, kali ini cintanya harus terhambat oleh restu orang tua. Maksudnya apa lagi ini ya Tuhan!     

"Aku akan pergi ke rumahmu. Jangan seperti ini, kita bicarakan kepada orang tuamu. Aku memang berengsek. Tapi, aku juga tidak ingin membuat kamu menjadi anak yang dibenci. Mengerti maksudku?"     

Sedangkan di sisi lain, Delon memang sedang murka-murkanya dengan asisten pribadinya itu yang tak kunjung mengaktifkan ponsel. Seluruh wilayah kacau. Pertemuan yang harusnya diselenggarakan besok menjadi batal. Delon harus mengatur ulang kembali. Ini gara-gara Regan. Sialan memanh asisten pribadinya yang satu itu.     

"Kak, kenapa teriak-teriak begitu, sih?" Suara serak itu membuat Delon yang tadi beremosi tinggi menjadi surut saat melihat wajah cantik istrinya yang berjalan guntai ke arah Delon.     

"Aku tidak teriak-teriak, Sayang. Mungkin kamu salah mendengar. Kenapa kalau jalan matanya nggak dibuka, sih? Kan bisa bahaya." Delon cepat berlari kecil ke arah Rachel. Lalu, menuntun perempuan itu untuk mendekat ke arah meja kerjanya.     

"Aku denger, kok, dari kamar," balas Rachel seraya menunjuk ke arah kamar yang berada jauh dari ruang kerja.     

Delon mengerutkan dahinya mendengar apa yang dikatakan Rachel. Bagaimana bisa istrinya berkata bisa mendengar suaranya, jika ruang kerja ini saja ia bangun dengan penyedap suara. Secara logika memang tidak akan bisa terdengar walau di depan pintu saja. Apalagi sampai ke kamar Rachel. Haduh, dasar ibu hamil.     

"Kak, aku mau duduk di sana." Rachel menunjuk ke arah kursi kebesaran Delon. Lelaki itu pun mengangguk. Permintaan apapun pasti akan Delon lakukan demi sang ratu. Kursi kebesarannya memang sangat suci. Kursi itu memang harus diduduki oleh dirinya kalau tidak Rachel.     

"Silahkan, Sayang. Tapi, ini sudah malam, apa tidak sebaiknya kamu tidur di kamar, ayo aku temani," bujuk Delon. Tapi, gelengan kepala dari perempuan di depannya, malah lagi-lagi membuat Delon kembali mengangkat satu alis.     

"Aku nggak mau di sana. Aku mau tidur di sini, dipangkuan Kakak sambil usap-usap anakku. Dia sepertinya mau ditemani papanya, Kak," balas Rachel dengan merengek.     

Delon menghela napas ringan seraya melihat ke arah Rachel dengan gemas. Kenapa tidak bilang sedaritadi kalau mau dipangku?     

Delon mulai mengayun langkah ke arah kursi kebesarannya. Ia mendudukkan diri, lalu menepuk-nepuk pahanya agar sang istri datang.     

"Udah, sini, Sayang. Kami membuatku pusing, pusing ingin sekali memakanmu malam ini. Tapi, aku harus menahannya terlebih dulu, aku tidak boleh sering-sering mengunjungi anakku," ujar Delon yang kini sudah memasukkan tangannya di balik baju Rachel. Sedangkan perempuan itu hanya menyembunyikan dileher Delon.     

"Jangan ke atas-atas. Nanti aku nggak bisa tidur," protes Rachel saat tangan besar Delon malah beranjak naik meremas dada tanpa penghalang itu yang sudah semakin besar.     

Delon terkekeh dengan respon yang diberikan tubuh serta mulut Rachel. Mereka semua mengatakan yang berbeda, saat Delon dengan nakal mencoba mempermainkan ujung sensitif Rachel tubuh istrinya semakin menggeliat tak beraturan.     

"Kak, kamu jaahat," Rachel mendirikan kepalanya, lalu menyentuh bibir Delon dengan jari lentiknya dengan sensual.     

"Apa, Sayang, katanya mau tidur? Tidur aja, aku sedang bermain ini ...."     

"Apa tanganku juga boleh bermain di sini?"     

"Sa ... yang, apa yang kamu lakukan? Aaaggh... Kamu tahu aku tidak bisa berkunjung, tapi ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.