HE ISN'T MYBROTHER

Kita Katakan Kepada Papa Jeno?



Kita Katakan Kepada Papa Jeno?

0"Abang, emang ngga ada semur jengkol disini. Jangan becanda, deh, lepasin aku ... gue ngga bisa napas ini."     
0

"Diem! Lo diem aja di belakang gue!"     

Kedua pelayan itu masih bingung dengan permintaan sang tamu hotel. Baru kali ini ada yang meminta semur jengkol. Karena memang di hotel ini sudah tertera jelas, hanya makanan yang ada di buku menu tamu itu—yang tersedia.     

Kenapa tamu di kamar ini malah meminta hal yang tidak tersedia?     

"Tuan apa yang Anda minta bisa diganti? Meskipun kami meminta pada cheef dapur, bliau juga tidak bisa menyediakan apa yang Anda minta. Lalu, makanan pesanan Bu Sellyn ini bagaimana, Tuan?" Salah satu dari mereka menunjukkan empat piring yang tersaji di atas meja dorong itu dengan masing-masing tertutui dengan tutup saji.     

"Bawa lagi. Dan kalian cepat pergi ... biar aku yang mengganti cheef dapur hotel ini. Masakan melegenda seperti itu saja tidak ada. Kalian ini hidup di Negara mana, ha?" bentak Regan yang membuat kedua orang pelayan itu menunduk ketakutan.     

Tapi, berbeda dengan Sellyn yang masih mencuri-curi pandang ke arah samping punggung Regan untuk melihat empat hidangan yang terlihat menggiurkan di lidah perempuan itu.     

Namun, dengan cepat tangan Regan langsung memasukkan kembali kepala Sellyn untuk bersembunyi di belakang punggung Regan agar kedua lelaki di depannya tidak melihat bentuk tubuh Sellyn yang nyaris telanjang dengan tali bikini yang begitu tipis.     

Sellyn mencebikkan bibirnya melihat tangan Regan memasukkan kembali kepalanya. Ia masih mengingat saat dua pelayan itu datang, tiba-tiba dengan cepat Regan menarik tangannya untuk bersembunyi di punggung kekar lelaki berkaca mata itu dengan mendorong ke arah tembok.     

Sehingga kini Sellyn hanya bersender pada tembok dengan pemandangan punggung kekar di depan mata perempuan itu.     

"Bawa kembali. Aku tidak mau makan kalau tidak ada semur jengkol, aku benar-benar akan melaporkan hotel ini dan menurunkan rate hotel kalian. Ini benar-benar sangat mengecewakan!"     

"Cepat pergi dari hadapanku!" tambah Regan yang langsung membuat kedua pelayan itu membungkukkan tubub seraya meminta maaf atas pelayanan mereka dan berlalu pergi dengan perasaan takut dimarahi sang atasan.     

Tidak berapa lama, saat melihat kondisi sudah aman. Regan langsung memajukan langkah, membalik tubuh ke arah Sellyn yang sedang melipat kedua tangan di depan dada.     

"Abang Lo lagi bercanda sama gue?" tanya Sellyn dengan tatapan tajam ke arah Regan. Lelaki itu hanya menggaruk kepala belakang dengan senyum yang tergores begitu saja di bibirnya.     

Regan bingung mau mengatakan apa jika sudah begini. Ia pun bingung kenapa ia bisa melakukan hal seperti kepada seorang perempuan. Bahkan ia seakan tidak rela melihat lelaki lain memandang ke arah lekukan tubuh Sellyn yang terus-terusan membuat jantungnya berpacu secara cepat.     

"Abang, lo pulang ajalah. Nggak usah disini."     

"Ha? Pulang?"     

***     

"Kak, handuk aku manaa?" teriak Rachel yang baru selesai menyelesaikan ritual sehari-hari, mandi.     

"Bentaaar!"     

Tidak berapa lama muncul seorang lelaki dengan memakai handuk melilit di pinggang serta rambut yang telah basa teracak. Bahkan tetesan itu masih saja menetes pada punggung kekar Delon.     

"Ini ... kita kelamaan mandi, Sayang. Kamu nggak kedinginan?" tanya Delon yang sekarang sedang melihat tubuh indah itu sekarang telah tertutup handuk putih dan hanya menampilkan kulit paha Rachel yang begitu putih bagaikan susu.     

Rachel menggeleng dengan tangan yang memegang bahu lengan kekar suaminya. Semenjak perempuan cantik itu hamil, ia lebih takut untuk berjalan tanpa Delon. Ia takut kecerobohan Rachel membuat ia melupakan ada anaknya di dalam kandungan.     

"Kamu tadi terlalu lama bersihin badanku. Aku kan sudah bilang, Jenny hanya menyentuh di bagian luar pakaian. Mana bisa tembus kumannya, Sayang." Delon memilihkan baju tidur untuk sang istri dengan berbagai kelengkapannya.     

"Aku nggak mau sampai ada sisa-sisa peninggalan Jenny tertempel di tubuhmu, Kak. Kalau kamu mau berkunjung ke anakmu, kamu juga harus bersih. Anakmu tidak suka bau pelakor," balas Rachel.     

Delon hanya bisa menghela napas panjangnya saja mendengar jawaban dari Rachel. Memang apa yang bisa ia lakukan jika sudah begini? Ia hanya bisa menurut pada sang Nyonya besar. Daripada jatah dikurangi kan?     

"Ini kenapa susah begini, sih? Mana pengaitnya?"     

"Apa nggak usha pakai aja. Ribet!" Delon membuang salah satu bra koleksi Rachel yang berharga puluhan juta dari seorang penjahit terkenal. Bagaimana mungkin bra itu dibuang begitu saja?     

"Kenapa dibuang, Kak? Kalau rusak bagaimana? Kan pengaitnya ada di depan." Rachel bergerak mendirikan tubuh, lalu mengambil bra koleksinya itu dengan perasaan sedih. Kalau rusak Rachel akan mengusir Delon dari kamar.     

"Kamu! Beraninya buang-buang bra aku! Kamu masih ingat, bra favoritku rusak juga karen kamu! Aku belum saja bertindak membalas dendam atas kematian bra hitamku itu."     

"Cuma bra saja harus balas dendam. Besok aku beliin setruk asaal jangan sama supirnya," balas Delon seraya memakai baju rumahannya.     

Sebenarnya tadi Delon ingin memakaikan baju di tubuh Rachel sekalian pegang sana ... pegang sini. Tapi, saat membuka bra itu sangat susah. Semua niat baik itu terlupakan. Biarkan saja istrinya melakukannya sendiri. Kenapa juga membeli bra seribet itu. Bisa-bisa Delon gunting kalau tidak bisa terbuka juga.     

"Aku nggak beli disini. Mana bisa diangkut sama truk!" balas Rachel dengan memakai benda keramat yang paling tidak disukai Delon.     

"Iya-iya, nanti aku pesan dari Eropa. Regan nanti aku suruh hubungi perusahaan pembuat itu."     

"Tidak usah. Buang-buang uang saja. Kita perlu persiapan buat lahiran ... berani pesan-pesan, nggak usah tidur sama aku," ancaman Rachel membuat Delon langsung menoleh cepat ke arah perempuan yang sudah nampak begitu cantik, meski hanya memakai daster rumahan.     

Rachel yang memang tahu arti dari tatapan sang suami langsung mengayun langkah, mengacuhkan Delon yang seakan tak terima dengan keputusannya.     

"Sayang, kamu jangan begitu. Kalau aku tidur dipeluk wanita lain, bagaimana?" Delon dengan cepat berlari membututi Rachel yang sedang melipat baju yang tadi sudah dipilih Delon, namun tidak jadi.     

"Tidak apa-apa. Kalau kamu mau. Tapi, pulangin aku ke papa."     

"Papa?"     

Rachel berdehem untuk mengiyakan pengulangan kata Delon. Ia kemarin, mengingat, jika tidak sengaja bertemu dengan Jeno yang tiba-tiba mencekal tangan Rachel saat mulai menghindari lelaki paruh baya itu.     

Tapi, pertemuan itu sama sekali belum Rachel ceritakan kepada Delon. Karena melihat suaminya itu yang selalu sibuk dengan berbagai tugas kantor.     

Delon menautkan kedua alisnya mendengar Rachel kembali membahas tentang mertuanya yang sekaligus ayah angkat lelaki itu.     

"Kenapa, memang ada yang aneh aku membahas papa?"     

"Tidak. Aku hanya rindu dengan papa. Bagaimana kalau aku memberitahu papa Jeno tentang kehamilanmu?"     

Rachel terdiam. Ia bingung mau ngatakan apa, ia takut jika Jeno masih kekeh dan menyuruh dirinya menggiurkan kandungannya.     

"Aku ...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.