HE ISN'T MYBROTHER

Jangan Tinggalkan Aku, Kalau Aku Tidak selangsing Dulu



Jangan Tinggalkan Aku, Kalau Aku Tidak selangsing Dulu

0"Kamu di sini, Pa? Kamu nggak ke kantor?" tanya Martha yang seketika menghilangkan tatapan kosongnya melihat sang suami memang benar nyata ada di depan wajahnya saat ini.     
0

Jeno menautkan kedua alis, menerima pertanyaa Martha. Bagaiman bisa dia lupa jika memang tidak mengantor hari ini. Padahal tadi pagi Martha sudah menanyakan hal ini tiga kali lebih, dan sekarang menanyakan lagi? Benar-benar kejutan yang istimewa untuk Jeno bahkan kembali melihat istrinya menangis dengan deras.     

"Kenapa kamu menanyakan ini lagi, Ma? Bukannya kamu tahu ini hari libur, mana mungkin aku bisa ke kantor. Memang apa yang membuatmu menyaiku tentang bekerja atau tidak? Jika, aku bekerja pun aku akan menyuruh Renar ke rumah tanpa Lina, sesuai dengan permintaanmu bukan?"     

Jeno menyeka lembut wajah Martha yang masih saja basah meski sudah diseka wanita di sampingnya. Ia tidak tahu kenapa Martha kembali menanyakan prihal pekerjaannya. Tapi, ia yakin jika ini berhubungan dengan Lina. Semakin hari Martha semakin menyiksa diri wanita itu sendiri dengan curiga terhadap dirinya. Lalu, berakibat seperti ini, menangis lagi dan lagi.     

"Hari libur?" tanya terkejut Martha yang langsung dijawab dengan anggukkan.     

Wanita paruh baya itu pun langusung merogoh ponselnya yang berada di dalam tas pergi. Jari itu dengan lincah mencari di mana letak kalender. Dan saat sudah menemukan kalender itu, Martha tidak menyangka jika hari ini benar-benar hari minggu. Martha benar-benar melupakan hari ini, dan malah percaya dengan mantu bermulut lemesnya itu.     

"Apa kamu masih tidak mempercayaiku? Lebih baik aku akan membayar pinalty untuk Lina, jika kamu setiap hari selalu cemas seperti ini dan menangis. Aku tidak mau kamu sampai sakit, Ma. Katakan apa yang tidak kamu sukai? Aku akan mengabulkannya," ucap Jeno yang membuat Martha mengucek kedua mata yang basah.     

"Apa kamu benar mengatakan ini, Pa?"     

"Benar, kenapa aku harus berbohong, jika itu bisa membuatmu tenang. Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Lina. Bukankah aku sudah mengatakan kepada papamu untuk selalu menjagamu sampai dunia ini berakhir?"     

Jeno merangkul tangan besarnya dibahu tua Martha dengan lembut lalu membawanya ke dalam pelukan hangat itu, bahkan tangan Martha sudah melingkar di perut kekar Jeno. Meskipun lelaki itu sudah tergolong paruh baya. Tapi, tubuhnya masih saja kekar dan bahkan bisa membuat mata para wanita yang melihat Jeno akan jatuh cinta. Karena usia tua Jeno pun taktertutupi dengan pola hidup sehat lelaki paruh baya itu.     

"Aku hanya menginginkan itu, Pa. Aku tidak bisa tenang jika dia masih berada di sampingmu selama satu tahun ke depan. Kamu ganti dengan lelaki saja, jangan letakkan wanita di sampingmu ... atau aku benar-benar akan marah padamu. Aku memilih pulang ke Belanda dan bercerai denganmu daripada melihatmu bersama dengan wanita lain," jawab Martha dengan suara sendunya.     

Jeno mengangguk-angguk paham. Bagaimana bisa istrinya berpikiran seperti itu, perjuangan untuk mendapatkan Martha saja harus mempertaruhkan hidup dan matinya. Bahkan, saat Martha dinyatakan akan sulit mendapatkan anak, ia pun masih bisa bertahan untuk bersama wanita itu. jika, hanya seperti ini, Jeno juga sudah tidak akan pernah melepaskan Martha. Lina bukanlah maslah besar untuknya. Tapi, jika itu maslah besar untuk istrinya, maka ia akan melakukan apapun untuk Martha.     

"Tapi, bantu aku cari Rachel. Aku sangat merindukan anak itu. Sudah dua minggu dia tidak ada di kampus, sebenarnya dia di mana?"     

Martha yang tadinya sedang menikmati pelukan Jeno dengan kaitan tangan begitu erat seakan tidak membiarkan lelaki paruh baya ini untuk pergi. Tapi, saat Jeno menanyakan tentang Rachel, seketika mata itu terbuka dan mengingat jika Rachel yang sedang mengandung.     

"Apa kamu masih membenci Delon?"     

"Kenapa harus bertanya?"     

***     

"Setega apa aku membiarkan istriku ini merindukan suaminya? Memeluk dengan seperti mampu meredam apapun luka yang kurasakan ...." Pelukan hangat ia berikan kepada istri yang selalu mengerti dan mencintai Delon setiap detik tanpa henti. Lalu beralih pada perut datar Rachel, berbicara di depa perut itu dengan mengulas senyum tampannya. "Ternyata anakku lebih memilih mamanya dan membuat papanya ini dilempar keluar, ya?"     

Rachel terkekeh mendengar apa yang dikatakan Delon pada calon anak mereka. Ia memang tidak benar-benar ingin membuat lelaki itu tidur di luar. Ia hanya ingin Delon tidak lagi membohongi dirinya, walau itu hanya kebohongan kecil.     

"Bagaimana Jenny, Kak?"     

"Berapa lama dia akan bergabung dalam proyekmu?" sambung Rachel yang begitu ingin tahu kapan ia akan memulai pertarungan dan kapan ia harus membuat Jenny menyerah mengejar suami perempuan lain.     

"Tiga tahun lagi, Sayang. Tapi, tenang saja, itu akan dihadapi oleh Regan. Aku tidak akan terlibat ... kecuali ...." Delon menghentikan kalimatnya dengan memeutar bola mata hitamnya ke segala arah dan sehingga membuat Rachel begitu panasaran apa kelanjutan dari kalimat itu.     

Bugh     

Rachel dengan cepat memukul tubuh lelaki itu dengan bantal bertubi-tubi karena membuatnya menjadi berpikir dua kali. Perempuan itu paling tidak disukai jika harus berpikir kalimat yang jelas-jelas disengaja diputus oleh Delon untuk membuatnya kesal.     

"Katakan ... katakan! Kamu ingin melihat tubuhmu sendiri menjadi hancur?"     

Hahahaha.     

Sekian lama mereka sudah tidak lagi bertengkar, akhirnya momen ini kembali membuat ia bsia merasakan segalak apa istrinya seperti dulu. Semenjak beberapa hari yang lalu Rachel selalu saja membuat degub jantungnya berhenti seakan napas juga tidak benar-benar bisa selancar sekarang.     

"Jika harus hancur ditanganmu. Aku akan senang hati, Sayang. Dari kemarin kamu selalu marah padaku. Aku sampai tidak bisa melirik perempuan lain," kata Delon yang membuat Rachel semakin memicingkan mata.     

"Apa katamu? Melirik perempuan lain? Apalagi kalau tubuhku sudah mulai membesar, kamu pasti akan semakin melirik perempuan lain bukan?" Perempuan itu menaikkan dagu tirusnya untuk menuntut jawaban dari lelaki yang sekarang berada di depan Rachel dengan memandang lekat. Tidak ada raut yang melukiskan bahwa jawaban yang ia pikirkan ada di sana. Aagghh... Delon memang sangat mengesalkan.     

"Kamu jadi tidur luar aja. Cari perempuan yang tidak hamil anakmu. Aku nanti akan menjadi seorang ibu, tidak cantik lagi, dan tubuhku juga tidak lagi selangsing ini ..."     

"Aku tidak yakin kamu akan terus tidur bersamaku ... kamu akan selalu muda seperti itu. aagghh... sudahlah. Kamu membuatku moodku hilang." Rachele mengebaskan tangannya di udara, ia sudah tidak mau berpikiran hal-hal itu akan terjadi beberapa bulan lagi.     

Delon menutup mulutnya untuk menahan tawa yang keluar saat melihat kecemasan yang memang tidak perlu dikhawatirkan oleh Rachel sebenarnya. Apapun keadaan Rachel, Delon akan tetap mencintai perempuan itu. Perubahan itu juga karena mengandung anaknya. Kenapa harus dipermasalahkan?     

Delon memeluk dari belakang tubuh Rachel dengan begitu erat meletakkan wajahnya di punggung kecil Rachel sesekali lelaki itu mencium denga lembut kepala belakang istrinya.     

"Apapun bentuk badanmu, aku akan tetap mencintaimu. Tapi, kalau melirik masih boleh kan?"     

"Aku benar-benar akan membuat matamu butaa!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.