HE ISN'T MYBROTHER

Mood Ibu Hamil



Mood Ibu Hamil

0"Jangan deket-deket. Kamu itu memang kualat sama aku. Lihat kamu disiksa oleh anakmu sendiri, soalnya kamu kebanyak bohong. Kalau perempuan di luaran sana, pasti ...." Belum sempat Rachel melanjutkan perkataannya. Tiba-tiba kedua mata perempuan itu dikejutkan dengan pelukan seseorang yang begitu erat sampai ia susah untuk bernapas.     
0

"Aku tidak bermaksud membohongimu, Sayang. Percaya padakku, aku takut menceritakan karena takut kamu marah. Tapi, aku langsung pulang saat perempuan sewaan Regan datang. Dia belum sempat menyentuhku," jelas Delon membuat Rachel mengulum senyum di pelukan lelaki itu yang jelas dia tidak tahu kelakuan istrinya.     

Rachel masih saja diam dengan apa yang dilakukan sang suami. Ia begitu heran, kenapa mualnya begitu hilang saat lelaki ittu memeluk tubuh Rachel. Pertanda itu seakan panggilan dari sang calon anak untuk memafkan papa dari anaknya.     

"Aku akan menunggu di luar. Kamu teriak saja, kalau membutuhkanku ... aku akan segera berlari kesini. Jangan dikunci pintunya."     

Delon melepaskan pelukannya, seraya mengangkat tubuh untuk berdiri meninggalkan ranjang tersebut. Baru saja kedua lelaki itu menyentuh dinginnya lantai kamar sama seperti dinginnya suasana yang diberikan istrinya. Tiba-tiba tangan Delon dicekal dengan lemah, tapi ia masih bisa meraskan.     

"Jangan pergi, ternyata anakmu tudak membecimu."     

Suara lirih itu sangat bisa di dengar oleh Delon, meskipun sangat pelan, tapi ia bisa merasakan betapa tulusnya ucapan itu. Karena ada angin dan hujan, senyum tampan itu kembali terbit tanpa Rachel sadari. Delon rasanya ingin membuat gedung ini rubuh dengan lombatan kebahagiannya.     

"Katakan lagi ... aku mau mendengarnya lagi. Ini seperti mimpi! Apa aku sekarang benar tertidur dengan berjalan?" Lelaki itu tidak memutar tubuh, karena wajahnya sudah memerah merona seluruh tubuh Delon terasa terbakar. Itu akan terlihat lucu, jika melihat sanga penguasa bisnis terlihat tersipu karena bujukkan sang istri yang sudah tidak menghindarinya lagi dan itu karena anak mereka.     

Rachel memalingkan wajah dengan perlahan melepas genggaman tangan lemah. Ia tahu Delon hanya ingin membuat Rachel malu, ia sudah tak berniat berbaik hati. Biarlah lelaki itu tidur di luar bersama dengan Regan. Yang terpenting Delon tidak tidur sendirian.     

"Yasudah sana kembali ke luar. Ambil selimut dan bantal. Pintu kamar tamu sedang tidak bisa dibuka, kamu tidur di sofa aja," kata Rachel dengan nada sebal. Ia pun sudah bersiap untuk menidurkan tubuh tidak menunggu lagi bagaimana respon yang diberikan Delon. Tubuh ramping itu tidur memering dengan mata terbejam dibalut selimut tebal.     

Delon yang mendengar perkataan Rachel langsung memutar pandangan ke arah sebuah tubuh kecil tertelan tebalnya selimut tebal itu. Senyum tampan itu tergores simpul, meskipun ia tidak mendengar pengulangan dari perempuan itu, tapi ia cukup yakin jika tadi Rachel meminta untuk tetap tidur di samping perempuan itu.     

Rachel memejam mata dengan teerpaksa, ia sebenarnya belum bisa tidur nyenyak karena memikirkan Delon yang terus berputar-putar dipemikirannya. Apalagi saat ini ia mendengar suara langkah menuju arah pintu kamar. Lalu, tidak lama, Rachel mendengar suara pintu tertutup dengan kencang. Ia pun langsung memejam mata semakin erat saat mengetahui pengusiran yang ia perintah lagi dilakukan Delon.     

BRAK     

"Dasar suami bodoh! Nggak pekaaa!" lirih Jia yang semakin juga menggulung tubuh kecilnya dibaklik selimut tebal.     

Namun, tiba-tiba terdengar suara yang begitu jelas tepat di depan telinga Rachel. Sehingga membuat perempuan itu sontak membuka mata dengan sangat lebar.     

"Kenapa istriku? Kamu merindukan suamimu ini?"     

***     

Martha sudah sampai di rumahnya dengan berlari cepat hingga tidak memperdulikan dari tatapan para pelayan yang menatap dengan menelisik dan bisikan dari mereka yang mempertanyakan wanita paruh baya itu ynag berlari mengarah ke dalam kamar peribadi Martha. Sebenarnya ada masalah apa lagi ini?     

"Nyonya besar kenapa, ya? Apa Tuan Jeno ke—"     

"Husst! Jangan sembarang! Masa pekerjaanmu akan habis kalau perkataanmu sampai terdengar tuan dan nyonya besar," sahut salah satu dari pelayan di yang sedang berada di bawah tangga.     

"Benar, kamu jangan asal ngomong sembarangan. Tuan Jeno kan seharian ini hanya di rumah," jawab satunya lagi. "Lebih baik kita lanjutkan pekerjaan, kau belum membersihkan yang sisi pojok!" Lanjutnya.     

Mereka pun kembali melanjutkan pekerjaa, bisa bahaya jika tuan besar mereka mengetahui. Tuan mereka pasti tak akan mentolerir mereka untuk tetap bekerja di rumah besar itu lagi.     

Ceklek     

Martha sudah membuka kamar pribadi mera, tapi saat mata tua itu menyebar pandangan ke arah seluruh ruangan ia lagi-lagi tidak menemukan sang suami seperti awal ia mengetahui Jeno sedang memangku sekretaris barunya dengan memegang pinggul ramping itu, meskipun Jeno sudah menagatakan itu insiden. Tapi, tetap saja, ia tak akan tertipu dengan cara licik yang digunakan oleh Lina.     

"Papa, apa kamu lagi?" Martha menangis dengan memukul-mukul kedua sisi ranjang dengan kedua kepalan bukunya juga.     

Ternyata apa yang dikatakan Delon memang benar. Jeno memang lelaki tak beradab! Sekali ditinggal sudah kembali pada wanita muda itu. Padahal mereka baru saja berbaikkan kenapa lelaki tua itu selalu saja membuat air mata Martha terjatuh dengan sangat sakit.     

"Dasar lelaki tua gila. Apa dia lupa kalau umurnya sudah tidak muda lagi?"     

"Hiks. Dasar lelaki jahat, tak mempunyai perasaan. Kalau begini aku memilih pergi ke Belanda, untuk apa memiliki suami tukang selingkuh seperti dia!" umpat Martha dengan suara serak karena menahan kesedihan memikirkan Jeno. Apalagi seluruh orang di rumah ini tidak ada yang memberitahunya tentang Jeno jika membawa wanita muda itu datang ke rumah.     

"Apa mereka semua bersengkokol, hah? Aku tidak habis pikir dengan para pelayanku yang sama sekali tidak memihakku." Tangis wanita paruh baya itu semakin serak. Benar-benar serak merasakan betapa gilanya Jeno menyelingkuhi dirinya.     

Tidak berapa lama terdengar suara pintu terbuka dari arah belakang Martha saat ia menunduk karena merasa lemas tenaganya habis karena sudah ia keluarkan untuk memukuli pinggiran ranjang, dan mengumpati Jeno hingga tenggorakkan wanita paruh baya itu terasa sangat sakit dan kering.     

Ceklek     

"Kamu sudah pulang?" Pertanyaan itu sontak membuat wajah yang tertunduk dan telinga yang tiba-tiba tuli tak mendengar suara pintu terbuka tersebut menjadi terangkat dan menoleh ke arah pusat suara. Wanita paruh baya itu menyeka wajah putih basah yang telah berubah warna memerah dengan menamatkan benar kedua bola mata coklatnya untuk memastikan siapa yang ia lihat dan berdiri dengan begitu gagah membawa handuk kecil untuk mengeringkan rambut basahnya.     

Lelaki paruh baya itu semakin jarak di antara mereka membuat Martha berkedib berkali-kali memastikan apa yang ia lihat sekarang adalah benar nyata. Bahkan lelaki paruh baya itu sudah duduk di samping Martha dengan memiringkan wajah menatap lekat wajah Martha yang masih saja menggenang air mata.     

"Kenapa menangis, Ma?"     

Ha?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.