HE ISN'T MYBROTHER

Delon Membuat Kegaduhan



Delon Membuat Kegaduhan

0"Mama ... kenapa di sini?" tanya Rachel bingung yang sekarang sudah membuka mata dan melihat wanita paruh baya itu yang sedang tertawa terbahak. Suara tawanya begitu nayaring di telinga perempuan yang masih berbaring lemah itu. Lalu, Rachel memusatkan pada seseorang yang membuat tawa Mamanya bertahan hingga detik ini.     
0

Sudah lama Rachel tidak melihat tawa lepas Mamanya yang seperti ini, rasanya begitu rindu saat-saat bisa berkumpul bersama dengan Delon juga di sana.     

'Tapi, apa yang membuat Mama tertawa hingga seperti itu? jika, tidak benar-benar lucu pasti Mama tidak akan tertawa hingga seperti ini?' batin Rachel sangat bingung.     

Di sana Rachel melihat Delon yang sedang menatap dirinya dengan tatapan sendu, bahkan tampilan suami tampannya itu sudah seperti seseorang yang sangat frustasi. Rambut hitam itu teracak dengan lipatan kelopak mata itu semakin tebal. Tapi, ia tidak bisa melihat lelaki itu lebih lama. Rasanya mual itu muncul lagi saat melihat wajah Delon yang sepertinya ingin mendekat ke arah Rachel.     

"Berhenti di sana!" teriak Rachel yang langsung membuat kaki panjang itu benar-benar terhenti di tempat.     

Delon kembali menaikkan kedua alisnya. Ini adalah kesekian kali Rachel menolak kehadirannya, apa sekejam ini calon anaknya hingga menolak kehadiran Delon?     

"Sayang, kamu tida—"     

"Aku mual kalau lihat wajah kamu, Kak. Pergi jauh-jauh sana, aku sedang tidak mau muntah. Aku capek harus bolak-balik kamar mandi," sahut ketus cepat Rachel yang membuat lelaki itu lagi-lagi mengusap kasar wajah tampannya yang telah kusut karena ulah Rachel menghindari dirinya terus.     

Martha mengkode tangan ke arah Delon untuk segera keluar dan membiarkan Rachel sendiri. Ini akan mempengaruhi mood dari ibu hamil juga jika apa yang diinginkannya tidak dituruti.     

"Agghh... baiklah aku pergi. Aku akan tidur di ruang tamu, kalau kamu membutuhkan aku teriak saja," kata Delon yang membuat Rachel menggeleng dengan menutup hidungnya membelakangi Martha dan juga Delon pastinya yang telah menjadi tersangka utama dalam kasus ini.     

Lelaki itu akhirnya memilih benar-benar berlalu untuk meninggalkan perempuan itu dengan ciri khas ibu hamilnya yang menolak sang suami mendekat. Delon memilih melempar tubuhnya di atas sofa mahalnya dengan kesal. Ini lebih mengesalkan daripada harus melepaskan proyek besar.     

Delon tidak menyadari jika di sampingnya sudah ada Regan yang sedang membalas pesan seseorang dengan perasaan kesal, namun beberapa kali senyumnya terukir di sana.     

"Kenapa lo? Kayak ibu hamil aja," ungkap Regan seraya menyimpan ponselnya kembali ke dalam saku celananya.     

"Bagaimana meeting kemarin?" tanya Delon kembali di luar apa yang ditanyakan dari Regan.     

Lelaki berkaca mata itu berdecak mendengarkan pertanyaannya yang tak menerima jawaban kini malah sahabatnya itu menanyakan hal lain.     

"Biasa saja, seperti biasa. Kita akan melakukan kunjungan tanah bersama mereka dan Jenny juga. Sekarang perusahaan tuan Tio sudah berada di tangan Jenny. Jadi, kita bisa seenaknya mengusir perempuan itu. Meski, kita tahu kalau dia hanya ingin dekat sama lo," balas Regan dengan memringkan tubuh dengan salah satu tangan yang terlipat diletakkan di atas punggung sofa.     

"Gue udah menduga ini, kalau om Tio pasti sudah menyerahkan semuanya kepada Jenny. Perketat perjagaan pada Rachel. Gue tahu dia akan lebih berbahaya saat tahu sekarang Rachel adalah istri gue," sahut Delon yang cepat diangguki paham Regan.     

"Oke, gue udah siapin juga. Tante Martha juga diam-diam memberikan pengawal bayangan untuk Rachel, sepertinya mertua lo lebih siaga daripada lo suaminya."     

Delon hanya berdecih menanggapi apa yang dikatakan Regan yang jelas menghancurkan harga dirinya. Tapi, apa boleh buat, itu memang terjadi, wanita paruh baya itu sangat melindungi putrinya meskipun Rachel sudah keluar dari rumah. Tapi, hati seorang ibu tak akan tega membiarkan putrinya dibiarkan tanpa memberikan perhatiannya.     

Lelaki itu membuka ponselnya, tiba-tiba membuka media sosial yang tak pernah dilakukan Delon sebelumnya. Apa yang dilakukan Delon tidak bisa hilang di pandangan Regan, ia menggeleng melihat jemari dan sorot mata tajam itu malah melihat berbagai makanan yang di repost oleh akun seseorang.     

"Lo nggak biasanya buka kayak gituan ... lo kenapa, heh?"     

Delon masih saja menaik-turunkan layarnya mencari yang sesuai dengan apa yang diinginkan saat ini. "Gue lagi pengen. Lo berisik banget! Lihat, nih, enak banget kan?" Delon memperlihat sebuah irisan buah dengan siraman sambal gula merah di atasnya.     

Sehingga membuat Delon berdesisis merasakan lidahnya menyentuh berbagai macam buah-buahan segar itu dan betapa pedasnya sambal yang akan mengenai pucuk irisan buah tersebut.     

Regan semakin menggeleng tak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar dari lelaki yang penuh dengan kekejaman dan kebingasannya itu. Kenapa tiba-tiba menyukai berbagai potongan buah segar yang tak pernah Delon mau sentuh selama ini. Delon adalah contoh manusia yang tidak menyukai buah-buahan. Tapi, kenapa sekarang malah berputar poros dengan begitu menukik seratus delapan puluh derajat berubah?     

"Entahlah, gue lagi pengen. Gue lagi stres banget, Rachel nggak mau deket sama gue. Gue mau ini ... ini beli di mana? Berapa juta harganya?" tanya Delon yang begitu berantusias untuk membeli apa yang ia inginkan di dalam layar ponselnya.     

"Berapa juta? Itu ruma rujak ... nggak perlu berapa juta. Sepuluh ribu pun lo bisa dapat. Astaga Delon! Lo dosa apa ke Rachel sampek lo ngidam kayak gini." Regan menepuk keningnya, sedangkan Delon hanya bergeming dan masih saja menatap gambar rujak yang begitu membuat salivanya hampir menetes.     

Sedangkan di kamar, Martha dan Suster yang dikhususkan untuk menjaga Rachel sudah berdiri hormat untuk sewaktu-waktu bisa berjaga saat Nyonyanya ingin ke kamar mandi untuk muntah kesekian kalinya.     

"Kamu mau makan apa, Sayang?" tanya Martha saat Rchel sudah mendirikan punggungnya di punggung ranjang menoleh ke asal suara lalu setelah itu ia menggeleng.     

"Tidak, Ma. Rachel masih tidak mau muntah lagi. Makanan apapun rasanya nggak enak," balas Rachel dengan lirih yang membuat Martha menatp putrinya dalam.     

"Makan bubur saja. Kamu juga harus tetap makan untuk cucu Mama di sana. Dia juga butuh makan, meskipun nantinya kamu akan muntah lagi," kata Martaha seraya mengulas perut Rachel yang masih rata.     

Perempuan itu mengikuti arah tangan Mamanya yang berada di perutnya lalu dipersekian detik gelengan kepala tadi telah berubah menjadi anggukan yang harus ia lakukan untuk membuat anaknya tetap sehat dan tumbuh dengan begitu membahagiakan.     

"Tapi, sediki-sedikit ya, Ma? Aku nggak bisa makan dengan suapan besar," ujar Rachel yang langsung diangguki Martha.     

"Iya, yang penting kam—"     

PRANG     

PRANG     

Terdengar suara benda terjatuh dari luar ruang kamar yang begiitu terdengar jelas si telinga kedua perempuan berbeda generasi itu. Martha sampai terkejut dan menghentikan kalimatnya.     

"Suara apa itu, Ma?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.