HE ISN'T MYBROTHER

Kemeja Pink?



Kemeja Pink?

0"Lepaskan aku. Apa kau tuli!" teriak Rachel yang masih berusaha untuk melepaskan diri dari gendongan Delon. "Aku akan memukulmu sampai mati, kalau kamu masih tidak mau menurunkanku," sambungnya dengan semakin menambah kecepatan kepalan tangan itu menjurus tepat di punggung kekar yang sedang menumpu tubuh Rachel.     
0

Delon masih bergeming dengan membuka pintu ruang kantornya yang begitu mengejutkan bagi beberapa orang yang berada di sana. Apalagi ditambah dengan teriakan Rachel, semakin membuat keadaan meeting itu berhawa dingin menusuk bagi mereka.     

"Lanjutkan saja. Aku ada urusan dengan istriku," kata Delon yang langsung masuk ke dalam kamar pribadi dalam ruang kantor itu.     

Regan dan beberapa klien hanya mengangguk tanpa berani menatap kepergian tubuh kekar itu yang sudah tertutup oleh pintu dan langsung terdengar pintu tertutup dengan begitu kencang.     

BRAK     

Pintu kamar tertutup sempurna dengan dibarengi tubuh mereka yang berada di luar terkesiap, seketika langsung menunduk dengan takut. Siapa yang berani melawan apa yang sudah diperintah Delon mutlak dan tanpa bantah.     

Regan dengan cepat berdehem untuk menormalkan hawa dingin menyeramkan di ruangan ini. Meski tidak sekondusif sebelum Rachel terbangun. Setidaknya macan betina telah menemukan pawang yang lebih handal dari siapa pun di muka bumi ini.     

"Ehehm."     

"Kita lanjutkan lagi. Bagaimana, sesuai dengan yang kita setujui tadi bukan? Tentang design yang teersebar tidak perlu cemas, itu bukan design yang sebenarnya. Dan pelaku tersebut akan segera ditangkap. Kita hanya perlu melakukan ini ...." Regan membungkukkan tubuhnya ke depan dengan membenarkan kaca mata beningnya. Menatap tajam para pemegang saham tersebut yang sedang memajukan tubuh mereka juga.     

Regan menggerakkan bibirnya dengan hati-hati. Ia tahu sedang ada seseorang yang sedang berada di balik pintu kantor Delon. Sudut bibir lelaki berkaca mata bening itu terangkat untuk melihat sejauh mana usaha dari penghianat itu.     

"Nah ... lalu lakukan seperti apa yang saya katakan tadi. Kita akan memperoleh keuntungan yang luar biasa dari pembangunan proyek ini. Ini adalah proyek terbesar yang pernah ada di Indonesia. Beruntunglah kalian yang terpilih. Kami ucapkan selamat beragabung dan membangun segalanya dengan kepercayaan," ucap Regan yang sudah menegakkan tubuhnya diikuti oleh beberapa klien tersebut yang mengangguk-angguk sesuai dengan perintah Regan.     

"Kami harap tuan Delon selalu bisa memberikan kami kesempatan seperti ini untuk belajar," sahut salah satu dari mereka dengan mengulas senyum sumringah.     

Sedangkan di sisi lain Delon masih berusaha membujuk Rachel yang menyembunyikan dan memperangkap diri di dalam selimut tebal itu semenjak Delon menurunkan tubuh istrinya, perempuan itu langsung berlari menuju ke arah dalam selimut tebal ranjangnya.     

"Sayang, kita pacaran di kamar ini mau? Kita sudah lama tidak berpacaran kan, semenjak papa memburu kita?" tawar Delon yang dijawab gelengan kepala Rachel dari balik selimut tersebut.     

"Lalu, kamu apa? Mau ice cream atau coklat?" tambah lelaki itu dengan mengusap lembut kepala istrinya yang terlapis kain tebal itu.     

"Kamu pergi! Aku mau kamu pergi, kamu bau."     

Delon menautkan kedua alisnya mendengar pengusiran Rachel, bukan masalah pengusiran tersebut, tapi alasan di balik itu. Apa katanya, dia sekarang bau?     

Lelaki itu langsung menarik kemeja lengannya, lalu mengarahkan pada hidung Delon, ia mengendus layaknya anjing pelacak. Tapi, ia tidak menemukan bau yang dikatakan Rachel padanya. Bagaimana bisa perempuan itu mengatakan hal seperti itu. Padahal mereka berangkat bersama dari apartemen—ini baru menunjukkan pukul sebelas siang, yang artinya belum ada aktivitas yang banyak dilakukan Delon.     

"Sayang coba cium aku lagi ... aku tidak bau, masih harum kok. Ayolah muncul dulu, setelah itu kamu baru sembunyi lagi," bujuk Delon yang sukses membuat perempuan itu keluar dari peradaban dengan menampilkan wajah putih disertai peluh yang membuat mata hitam Delon begitu melihat dengan rasa gemas, ingin sekali ia langsung menyergap Rachel. Tapi, mengingat Rachel yang masih merajuk padanya, sepertinya Delon harus bersabar sedikit lebih lama lagi.     

"Coba, sini, cium aku ...." Delon mencondongkan wajahnya. Tapi, dengan tanpa perasaan wajah tampan itu langsung ditutupi bantal oleh Rachel, sehingga membuat lelaki tampan itu meronta karena kehabisan oksigen.     

"Uhuk ...!"     

"Kamu ingin benar-benar membunuhku, Sayang?"     

Rachel mencebikkan bibirnya dengan perkataan jebakan Delon. Perempuan itu langsung membangunkan tubuhnya setengah berdiri, saat ingin mencodongkan wajah ke arah tubuh Delon. Dengan cepat Rachel menjepit hidung dengan jari telunjuk dan jempolnya. Memundurkan tubuh, sejauh mungkin dari tubuh lelaki yang berada di depan Rachel.     

"Kamu pergi, deh, sana, Kak! Kamu masih bau ... kamu pakai parfum apa sih? Perasaan tadi pagi nggak gini parfumnya," keluh Rachel yang memundurkan tubuhnya hingga sampai di punggung sofa sedikit terkejut karena tersentak.     

Delon kembali mempratekan apa yang tadi ia lakukan untuk mengetes bau dalam tubuhnya. Lelaki itu menggeleng dengan memeriksa kemeja yang melekat pada tubuh kekar itu. tapi, Ia tidak menemukan apapun lagi—lagi yang dimaksud istrinya itu.     

"Aku masih pakai parfum yang sama, Sayang. Aku tidak memakai apapun di luar itu ... lihat ini." Delon melepas kemeja itu. Lalu, menunjukkan kepada Rachel jika pakaian kantor yang tadi dipilihkan perempuan itu masih bersih, luar maupun dalam. Tapi, Rachel tidak peduli. Pakaian itu semakin berbau saat kembali di dekatkan pada hidung Rachel.     

"Jauhkan dariku. Kamu dan bajumu bau. Aku tidak suka kamu di sini. Cepat, pergi sana!" Delon menaikkan kedua alisnya kembali mendapati pengusiran yang sudah beberapakali ia dengar. Napas lelaki itu terhela dengan begitu ketara seraya memakai kemeja itu kembali. Tapi, saat Delon ingin memasukan satu tangannya lagi. Tiba-tiba Rachel menghentikan dirinya.     

"Berhenti ... jangan di lanjutkan." Rachel mengulurkan buku tangannya ke depan, lalu membuat gerakkan Delon pun ikut berhenti dengan menatap lekat pada mata coklat tersebut. Seakan ingin meminta jawaban, kenapa perempuan itu menghentikan Delon. Padahal Rachel bersikekeh untuk mengusirnya karena bau parfum Delon.     

Rachel berjalan ke arah lemari baju yang terletak pada ujung sudut kamar ini dekat dengan kamar mandi, mungkin diletakkan di sana agar mempermudah sang pemilik untuk segera memakai pakaiannya dan kembali bekerja. Perempuan itu pelahan membuka lemari baju sedang tersebut, lalu meneliti tumpukan baju baru yang sepertinya tidak pernah tersentuh oleh tangan sang pemilik.     

"Kamu kenapa sekarang mudah marah, sih, Sayang ... aku kan jadi pusing," cicit Delon yang sudah menghempas tubuh kekarnya di atas tempat tidur besar itu dengan melipat kedua tangan di belakang kepala. Tubuh kekar Delon masih belum tertutupi apapunm, sesuai dengan permintaan sang Nyonya Jeeicho. Delon bisa apa, jika Rachel sudah memerintah.     

Rachel sudah mulai mengayun langkahnya menuju ke arah Delon yang memejam mata, ia merasakan ketenangan sejenak saat melihat amukan Rachel tidak sebesar apa yang dibayangkan lelaki itu.     

"Aku belum membuat perhitungan dengan kebohonganmu, Kak! Ini ... pakai," kata Rachel dengan masi menutup hidungnya saat tubuh ramping itu telah sampai di samping ranjang menyerahkan kemeja yang sudah perempuan itu pilih.     

Delon membuka mata perlahan, melihat kemeja yang dipilihkan istri tercintanya. Belum sempat bibir Delon mengungkapkan rasa terima kasihnya. Kedua manik mata hitam Delon dibuat terbuka lebar.     

"Aku tidak mau memakai kemeja pink ini, Sayaang ... kumohon jangan paksa aku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.