HE ISN'T MYBROTHER

Suara yang Begitu Familiar



Suara yang Begitu Familiar

0Kini mereka sedang dalam perjalanan menunju ke kantor Delon. Tidak ada percakapan di antara kedua pasangan itu yang membuat suasana tidak setegang ini. Regan hanya berani satu dua kali melirik keadaan di bangku belakang dengan perasaan takut-takut.     
0

Sesekali juga terdengar Delon yang masih berusaha mengajak Rachel berbicara. Tapi, perempuan itu memilih diam dan mengarahkan wajah dinginnya lurus depan atau sekedar membuang wajah ke arah samping kaca mobilnya.     

"Rachel, jangan seperti ini. Aku sudah bilang akan menjelaskan semuanya padamu. Tapi, kamu selalu diam dan tidak menganggapku ada. Apa baik menjadi seorang istri seperti ini? Aku ini masih menjadi suamimu." Perkataan Delon sontak membuat Rachel menoleh dengan tatapan begitu tajam.     

Tidak ada senyum merekah nan cantik yang selalu membuat Delon terpesona setiap detik di sana. Kini hanya ada aura hitam pekat yang berada di sekitar tubuh Rachel. Delon benar-benar takut dengan aura Rachel saat ini.     

"Aku memang tidak baik menjadi seorang istri. Tanyakan saja pada Kak Regan kalau aku sudah membuatmu bahagia menjadi seorang suami, pasti jawabannya TIDAK!"     

Regan yang masih fokus menyetir tiba-tiba terkesiap saat namanya disebut dalam peperangan menyeramkan rumah tangga itu.     

'Kenapa harus bawa-bawa nama gue? Urusi pertengkaran kalian sendiri! Jangan bawa-bawa guee!' teriak batin Regan yang langsung mencebikkan bibirnya. Jika, siapa pun sudah masuk ke dalam pertengkaran suam-istri gila itu, pasti mereka akan membuat hari-hari siapa pun menjadi buruk dalam sekejap mata.     

"Bukan seperti itu, Sayang. Maafkan aku ... jangan menangis." Delon ingin meraih wajah Rachel, menyeka air mata yang sudah turun dengan begitu deras. Ia menyadari, jika perkataannya tadi begitu menyakiti hati istrinya. Delon juga tidak tahu kenapa dirinya bisa mengatakan hal itu dan membuat perempuan di depannya sekarang menangis terisak.     

"Maafkan aku, Sayang. Aku benar-benar tidak sengaja mengatakan hal itu ... kamu sudah sangat sempurna untuku. Kumohon dengarkan penjelasanku dulu tentang Jenny." Delon masih berusaha untuk menyentuh wajah basah Rachel, tapi dengan cepat Rachel menepis kasar.     

"Jangan sentuh aku! Katakan sekarang, jika kamu bosan denganku. Aku bisa segera membereskan pakaianku dari apartemenmu. Apa kamu pikir aku tidak bisa hidup tanpamu? Cih, hidup dengan lelaki pembohong sepertimu akan membuat hatiku selalu sakit!" tungkas Rachel dengan tertawa getir. Kini tangan Rachel telah mengusap kasar wajah basahnya.     

"Tidak, kumohon jangan katakan itu. Aku yang tidak bisa hidup tanpamu , Sayang. Jangan katakan lagi dan jangan pernah lakukan apapun," sahut Delon yang semakin mendekatkan jarak mereka. Tapi, Rachel memilih memojok ke arah cermin mobil di sisi sampingnya.     

Rachel sudah tidak mau menatap apalagi membalas segala perkataan Delon yang selalu menyakitkan hatinya. Jika, sudah mengatakan hal itu, pasti akhir-akhirnya lelaki itu meminta maaf. Apa sebegitu mudah lidah lelaki menyakiti hati perempuan?     

"Aaarrgghh ...!"     

Delon mengusap wajah tampannya dengan begitu kasar saat menyadari kebodohan yang semakin memperkeruh suasana saat ini di anatara dirinya dan Rachel. Mendengar perkataan Rachel tadi, membuat Delon begitu takut ditinggalkan perempuan itu.     

Bagaimana, jika ancaman yang dilontarkan Rachel tadi memang benar terjadi? Lalu, bagaimana Delon bisa menjalani kehidupan tanpa Rachel di sampingnya? Ia tidak bisa membayangkan hal itu akan terjadi. Dan semengerikan apa ... Delon benar-benar tidak mau itu terjadi.     

Delon mengepalkan kedua buku tangannya menguat saat mengingat Jenny adalah penyebab dari pertengkaran dirinya dan Rachel saat ini. Jika, perempuan itu tidak menelpon dirinya, pasti Rachel tidak akan pernah mengeluarkan ancamannya itu.     

'Sialan, Jenny! Apa yang dia katakan pada Rachel, hingga membuatnya begitu marah padaku!' batin Delon dengan menggeram kuat.     

Tiba-tiba, tidak berapa lama suara Regan memecahkan keheningan di antara mereka berdua. Hingga membuat Rachel kembali menegakkan kepala lurus ke depan. Sebenarnya Rachel sudah tidak berniat ikut ke kantor bersama dengan Delon. Tapi, mendengar Jenny yang akan berkunjung, seketika rasa malas itu berganti dengan semangat yang membara untuk bertemu dengan sang tante, Jenny.     

"Boss ... Nyonya, kita sudah sampai di perusahaan," kata Regan masih suara takut-takutnya untuk berhadapan dengan Rachel     

Sebelum Delon berniat akan turun, Regan dengan cepat menghentikan langkah lelaki itu yang terlihat begitu kacau pagi ini. Tapi, Rachel tidak peduli dengan urusan keduanya. Ia tetap melenggangkan langkah kaki seiring dengan pengalamannya pernah datang ke perusaahan Delon beberapa kali dulu.     

"Boss ... tunggu dulu. Ada satu berkas dokumen yang belum sempat Boss tanda tangani." Regan mengarahkan sebuah kertas putih rangkap tiga. Delon langsung menurut menandatangani dengan begitu cepat, ia ingin segera berada di samping Rachel. Ia tidak mau para karyawannya menatap istrinya dengan tatapan memuja.     

"Sudah, kan? Jangan ganggu gue dulu. Urusan gue dengan Rachel belum selesai."     

Tapi, sebelum Delon berhasil membuka pintu mobil. Suara Regan menghentikan lagi langkahnya, dan membuat pintu itu tak jadi terbuka.     

"Jenny akan ke sini nanti. Lo jangan lupa. Dia juga andil dalam proyek hotel tahun ini." Delon menaikkan kepala menatap kosong pada lelaki dengan kaca mata bening itu yang menatapnya dengan begitu serius.     

Jika, Jenny akan ke perusahaan dan bertemu dengan Rachel. Bagaiamana kekacauan ini dapat Delon hindari lagi? Hanya mendengar Jenny mengatakan sesuatu kepada Rachel saja sudah membuat perempuan itu begitu membencinya saat ini. Apalagi, jika mereka benar-benar bertemu dalam satu ruangan? Gempa atau badai yang akan terjadi kali ini?     

"Ini semua salah lo!" Delon menunjuk tajam ke arah Regan yang langsung menaikkan kedua alisnya mendengar tuduhan itu.     

"Gue? Ini bukan salah gue ... gue nggak tahu kalo ada salah satu berkas perjanjian yang tiba-tiba terselip di antar berkas yang lo tanda tangani. Gue pikir ini pasti ada orang dalam yang sengaja menjadi anak buah Jenny untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan kecil kayak punya lo," kata Regan yang membuat Delon menurunkan telunjukknya.     

"Jangan menebak-nebak. Cepat cari orangnya, beri balasan yang setimpal dengan amarah Rachel padaku! Brengsek mereka!" umpat Delon yang langsung mengeluarkan tubuhnya dengan meninggalkan Regan yang masih menatap tubuh Bossnya itu yang sudah berlari dengan celingukkan ke segala arah mencari keberadaan istrinya.     

"Begitu lihai dia. CCTV pun tidak bisa merekamnya. Hebat juga akal-akalan Jenny." Regan menyeringai senyumnya.     

Delon masih berlari dengan memutar bola mata hitam untuk mencari Rachel, gerak kakinya begitu gusar saat mengingat, jika Jenny akan datang ke perusahaan. Ia harus bisa mengamanakan Rachel terlebih dulu agar perempuan itu tidak bisa bertemu dengan istrinya.     

"Perusahaan sekecil ini ... tapi, aku masih belum bisa melihat keberadaan Rachel di mana," monolog Delon yang masih bingung dengan keberadaan Rachel. Tapi, tidak lama terdengar suara tawa yang begitu keras hingga membuat Delon memusatkan pandangan ke pusat suara tersbut.     

"Apa yang mereka tertawakan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.