HE ISN'T MYBROTHER

Kebohongan yang Fatal



Kebohongan yang Fatal

0Rachel memberanikan mengangkat panggilan itu. Meski ia tahu, jika dia akan membahas sesuatu yang tidak ada sangkut pautnya dengan dunia bisnis. Karena Rachel begitu tahu bagaimana obsesi yang dilakukan perempuan ular itu kepada Delon selama ini.     
0

"Hallo, Sayang. Apa hari ini, harimu sibuk? Aku akan mengunjungi kantormu untuk membahas kerjasama perusahaan kita," katanya yang jelas terdengar di telinga Rachel. Ia langsung mengeraskan buku tangannya pada tangan yang terbebas. Bola mata Rachel menyala membara seakan seperti bola api yang sering digunakan oleh pemain sirkus.     

"Aku akan menunggumu nanti. Kita akan menjadi rekan bisnis yang begitu menguntungkan di berbagai sektor termasuk ... ranjang. Hahaha. Aku akan selalu bisa memuaskanmu. Tenang saja," tambahnya lagi, dan sekarang Rachel sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya saat mendengar satu-persatu perkataan yang membuat hati perempuan itu terbakar.     

Beberapa hari ini Delon tidak mengatakan apapun, jika dia sudah bertemu dengan perempuan ular itu kembali, bahkan telah menjalin kerjasama di belakang Rachel tanpa memberitahunya dulu. Rachel benar-benar kecewa dengan kebohongan Delon kali ini.     

"Hallo, Tante Jenny! Apa lo hanya ingin mengatakan ini di pagi hari yang cerah ini?" Akhirnya Rachel membalas dengan begitu tenang. Ia tidak bisa menghadapi Jenny yang memang berperangai gila sejak kecil. Selalu melakukan hal nekad untuk mencapai tujuan perempuan itu.     

"Wah... apa aku tidak salah menelpon, ya? Ternyata keponakanku kembali berbicara padaku. Aku begitu senang bisa mendengar suaramu kembali, Rachel. Apa aku bisa berbicara dengan kak Delon?"     

"Aku ada sesuatu yang harus kukatakan padanya secara rahasia dan pribadi. Anak kecil sepertimu belum cukup umur untuk mendengarnya," tambah Jenny dengan nada berbisik. Seakan sengaja untuk menyulut sumbu cemburu dari perempuan cantik pemilik dua lesung pipit berlapis kanan-kiri itu.     

Rachel menyeringai senyum di bibirnya. "Apa begitu? Apa sepribadi video yang sudah gue lihat sehingga membuat tante Sesil jatuh sakit?"     

Jenny terdengar tertawa terbahak mendengar jawaban Rachel di ujung panggilan itu. "Hahaha. Apa hanya itu yang bisa kau lihat, Keponakan Kecilku? Aku akan memperlihatkan yang lebih hot dari itu, tentunya dengan Delon. Aku bisa membayangkan, bagaimana tubuh kekar itu mengerang di bawahku ... uh, pasti akan sangat menarik bukan?"     

Kali ini Jenny sukses membuat amarah Rachel memuncak. Belum juga sempat Rachel menjawab perkataan Jenny, tiba-tiba ponsel itu ditarik paksa dari telinganya dan terlihat Delon yang langsung mematikan panggilan itu.     

"Kenapa diangkat?" Pertanyaan yang pertama kali keluar dari mulut Delon. Bagaimana bisa Delon menanyakan hal itu. Bahkan, lelaki yang sekarang berada di depan Rachel dengan hanya mengikat tubuh kekarnya dengan handuk kecil itu langsung memusatkan pandangan ke arah layar ponselnya.     

"Kenapa? Karena aku memang harus mengangkat panggilan itu. Bagaimana bisa kamu tidak mengatakan apapun padaku tentang kedatangan Jenny dan semuanya. Kamu anggap aku ini apa selama ini, Kak?" cecar Rachel dengan napas memburunya. Hatinya begitu sakit mendengar semuanya.     

Meskipun ia tahu, jika Jenny hanya beromong kosong dalam pembicaraan tadi. Tapi, satu fakta yang tidak dapat Rachel terima adalah pertemuan dan kerjasama itu. Apa Delon masih menganggapnya sebagai anak kecil yang tak perlu diajak bicara tentang peristiwa sepenting ini?     

Delon terpaku terdiam di tempat tiba-tiba, saat mendengar perkataan Rachel yang begitu menohok saat dirinya mengecek berbagai email atau pun pesan masuk yang biasanya dikirimkan Jenny padanya yang tak pernah dibalas Delon. Ia hanya takut Rachel mengetahui dan menjadi marah, seperti ini.     

"Sa ... Sayang bukan seperti itu, aku bisa jelaskan semuanya. Aku ju—"     

"Juga rindu dengan Jenny sampai rela berbohong padaku?" Rachel menunjuk ke arah tubuhnya. Kedua manik mata Rachel sudah berembun, siapa untuk menurunkan anak sungainya sesegera mungkin. Tapi, perempuan itu menguatkan hati agar tidak terlihat lemah di depan Delon.     

"Huhh!" Perempuan itu menghela napas panjangnya untuk menstabilkan tubuhnya agar tidak terlalu meluapkan amarahnya saat ini juga.     

"Aku sudah menyiapkan semuanya. Aku akan turun terlebih dulu," sambung Rachel dengan nada tercekatnya.     

Seakan kalimat itu pun susah ia keluarkan. Tapi, semarah-marahnya ia kepada Delon, Rachel selalu mengingat perkataan mamanya yang mengatakan harus bisa melayani dalam segala hal, termasuk menyiapkan bajunya. Karena begitulah tugas seorang istri. Maka dari itu, Rachel akan tetap menyiapkan kebutuhan Delon.     

"Sayang, dengar aku dulu ...." Delon menatap bersalah pada punggung kecil yang kini sudah tertutup oleh pintu kamar.     

Kedua tangan besar itu mengepal erat meluapkan apa yang terjadi pagi ini. Sedangkan Rachel sudah tidak bisa setegar tadi. Ia berlari ke arah kamar mandi luar yang terdapat juga di ruangan itu.     

BRAK     

Rachel menutup pintu kamar mandi dengan begitu keras. Dan tidak mungkin terdengar dari kamarnya, termasuk Delon.     

"Kenapa kak Delon begitu jahat padaku? Apa yang sudah kesumbunyikan padanya selama ini? Semua selalu aku katakan. Tapi, apa yang kuterima saat ini? Dia malah diam-diam berhubungan dengan Jenny tanpa mengatakan apapun padaku ..."     

"Dia pikir aku akan terima begitu saja, jika sudah mengetahui semua ini dengan cara yang begitu menyakitkan seperti ini?"     

"Dasar Delon brengsek! Suami jahat!" umpat Rachel dengan berteriak sebisa mungkin meluapkan rasa sakit hati mendengar segalanya dari mulut Jenny sendiri.     

Setelah Rachel selesai dengan segala hal yang sudah membuat perempuan itu sedikit lebih tenang. Kini tubuhnya sudah berada di atas sofa dengan sorot mata yang mengarah pada layar ponsel. Rachel sudah menyadari ada gerak kaki yang mulai mendekat ke arahnya. Tapi, Rachel membuang pandangan tak acuh. Bola mata coklat itu masih bergulat pada beberapa pesan yang dikirimkan Vio dan Sellyn. Dan kini ia merasakan ada tubuh seseorang telah duduk di sampingnya.     

"Sayang ... ayo kita bicarakan semuanya. Jangan seperti ini," kata Delon yang membuat Rachel masih sibuk membalas pesan yang dikirim Vio dan Sellyn tanpa memperdulikan lelaki itu merengek meminta dia menjelaskan.     

Tidak berapa lama datang Regan dengan memainkan kunci mobil di sela jemarinya. Garis senyum lelaki berkaca mata bening itu melengkung saat disajikan kemesraan yang tersaji di pagi hari yang cerah ini.     

"Selamat pagi, Nyo—"     

"Ayo pergi. Aku akan segera ke mobil ... Kak Regan sudah sarapan?" tanya Rcahel yang saat Regan ingin mendudukkan pantatnya di sofa empuk milik Delon menjadi tertunda. Tapi, tiba-tiba Rachel menyaut sapaannya, sehingga membuat Regan terpaku dengan posisi tubuh yang masih terawang di atas kulit sofa. Regan menggeleng sebagai jawabannya.     

Rachel menunjuk ke arah meja makan yang sudah tersedia banyak makanan yang tadi pagi Rachel masak seperti biasanya.     

"Makan aja semuanya, Kak. Tidak akan ada yang memakannya juga nanti," ucap dingin Rachel seraya berlalu pergi meninggalkan Delon dan Regan yang ternganga tak percaya. Lalu Delon dianggap apa? Angin atau hanya butiran debu saja? Pikir Regan yang menoleh ke arah bossnya.     

"Ada apa ini, Boss? Menyeramkan sekali."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.