HE ISN'T MYBROTHER

Kamu dan Nyamuk Sama



Kamu dan Nyamuk Sama

0"Ryan, kenapa kamu malah memutuskan pertunanganmu dengan Yona? Bagaimana hubungan bisnis yang kita sudah jalin dengan perusahaan Yona langsung hancur karenamu!" pekik Dinu bernada tinggi.     
0

"Jangan terlalu dipikirkan, Pa. Ini akan berlalu dengan cepat."     

Dinu menggeram kuat mendengarkan jawaban dari Ryan. Saat ini mereka sedang duduk berhadapan di kantor Dinu. Lelaki paruh baya itu masih melesatkan pandangan tajam ke arah anak tirinya yang kini sedang terduduk di sofa dengan tanpa beban sama sekali.     

"Aku bilang biarkan saja, Pa. Mereka hanya ingin menikmati penyuntik dana dari kita saja. Mereka tidak akan mampu berjalan tanpa perusahaan kita bukan?" imbuh Ryan kembali dengan begitu gampangnya. Seakan perusahan yang terjalin dan terputus bagai seutas benang yang bisa langsung diputus dengan mudah ketika mengatakan hal itu.     

Meskipun perusahaan Yona hanya membutuhkan penyuntikan dana dari perusahaan Dinu, tapi perusahaan itu juga menyumbang keuntungan besar bagi perusahaan lelaki paruh baya itu. Semua yang bekerja dan bekerjasama dengan perusahaan Dinu tidak ada yang tidak menguntungkan. Apalagi proses produksi dari perusahaan Yona sudah semakin meningkat sekarang. Ini sama saja membuang berlian demi seonggok batu tak berguna seperti Ryan.     

"Papa benar-benar tidak habis pikir denganmu. Kamu juga melakukan persahabatan bisnis dengan perusahaan Tio. Dan kamu juga tidak memberitahukan hal itu kepada Papa ... sebenarnya apa maumu?"     

Ryan mengusap dagu lancipnya dengan gerakkan penuh arti seakan Dinu seperti sedang menawarinya sebuh jabatan penting yang selalu ia impi dan harapkan sejak dulu. Tapi, karena kedatangan anak kandung Dinu, Delon. Ryan jadi sulit untuk membodohi Dinu dan mamanya lagi serta memanfaatkan uangnya.     

"Papa bukannya sudah tahu apa mauku? Itu sesuatu yang begitu mudah ..."     

"Aku ingin kursi Papa itu ... bukankah sejak dulu aku sudah mengatakan untuk bisa menjalankan perusahaan ini? Bukan cabang, Pa. Aku sudah begitu pantas untuk memimpin perusahaan utama ini," kata Ryan kembali dengan menyebar manik hitamnya ke seluruh ruang kantor Dinu yang begitu besar.     

Dinu menggeleng kepala tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ryan begitu tak bisa ia percaya dengan beberapa bukti yang sudah ia kantongi saat ini. Tapi, ia juga tidak bisa membuat Marina sedih, melihat seperti apa putra kandung dari istrinya itu. Marina adalah wanita yang begitu baik yang mencintai putra tunggalnya melebihi nyawa wanita paruh baya itu sendiri.     

Istrinya pasti akan melakukan apapun, jika menyangkut dengan Ryan. Maka dari itu Dinu tidak pernah membahas berbagai penggelapan yang dilakukan Ryan pada perushaannya selama ini. Jika, mengingat jasa yang sudah dilakukan Marina dalam merawat dirinya bertahun-tahun lalu untuk menyalamatkan nyawanya.     

"Kakakmu masih hidup, Ryan ... dan kau begitu lancang untuk mengambil kekuasaan ini? Kau sebaiknya belajarlah dulu dengan mengembangkan cabang yang sekarang kau pimpin ..."     

"Jika, cabang itu bisa berkembang ... kamu bisa menggantikan kakakmu, jika dia sudah merasa tak pantas duduk dan memimpin di kursi ini," ujar Dinu yang langsung membuat Ryan mengeraskan rahang dengan begitu kuat dengan mata yang memincing ke arah Dinu.     

"Tidak bisa. Aku yang sudah melakukan apapun untuk perusahaan ini ... bagaimana dia yang akan menjabat di sana? Itu harus menjadi milikku."     

"Melakukan apa maksudmu? Menghancurkan dari dalam?" Ryan menggegam buku tangannya dengan begitu kuat mendengar perkataan Dinu.     

***     

Rachel menelungkupkan tubuh di atas kasur besarnya dengan membaca pesan yang ia terima dari ponselnya. Tawa nyaring begitu terdengar dari mulut perempuan cantik itu. Sehingga membuat Delon yang sedang terduduk di atas kasur dengan memangku laptop bersama dengan Rachel menautkan kembali alisnya melihat pemandangan yang ia lihat tadi di hotel.     

"Sayang, aku mengambilkan ponselmu, bukan untuk membaca pesan dari lelaki itu. Bukankah kamu sudah menyetujuinya tadi?" kata Delon yang membuat Rachel yang sudah tak bisa menahan tawanya hingga kedua bola mata coklat itu membasah menatap ke arah lelaki yang kini menatapnya tajam.     

"Apa, Kak? Aku tidak membacanya, hanya melihat pesan yang dia kirim. Jadi, aku tidak sengaja membacanya ... nih, aku juga tidak membalasnya. Tapi, dia tahu kalo aku punya suami yang galak," sahut Rachel dengan menunjukkan bukti dirinya tidak membalas pesan dari teman sekelas Rachel yang selalu membuat perutnya terkaku.     

Delon menyorotkan pandangannya berpindah ke arah layar ponsel Rachel seraya mengulurkan tangan untuk menekan menu hapus pesan pada dalam layar Rachel.     

"Kalau seperti ini sudah aman. Aku bisa kembali tenang mengerjakan masa depan kita," ucap Delon dengan melengkungkan senyum ke arah Rachel. Sehingga membuat ekspresi perempuan itu langsung berubah. Menarik ponselnya dengan begitu cepat.     

"Iiihh... kenapa dihapus, Kak? Kamu ini rese banget. Udah-udah sana ... tidur di luar! Sepertinya kamu memang cocok tidur dengan nyamuk-nyamuk itu!" sungut Rachel mendorong-dorong kaki panjang Delon yang berada di samping tubuhnya.     

Delon terkekeh dengan perlakuan Rachel. Ia pun langsung menutup laptop dan langsung meletakkan. Lelaki itu memposisikan untuk tidur di sampining Rachel meliliti tubuh ramping perempuan itu dengan kaki panjangnya. Sehingga membuat pergerakkan yang dilakukan Rachel begitu sia-sia saja. Seperti ular yang sedang melilit mangsa buruannya.     

"Coba katakan lagi? Kamu memang tidak bisa diampuni. Apa aku harus membuatmu tidak bisa berjalan besok? Besok aku tidak akan bekerja hanya untuk membuatmu makan-minum di atas tempat tidur. Lalu, mendesah ... memproduksi anakku saja. Bagaimana?"     

Rachel membulatkan matanya lebar mendengar apa yang dikatakan Delon. "Kamu ingin membunuhku, Kak?"     

"Siapa yang ingin membunuhmu? Aku hanya ingin membuatmu hanya di ranjang untuk memproduksi anak kita lebih cepat, Sayang." Apa yang dikatakan Delon seakan ingin membuat tubuh Rachel akan benar-benar lumpuh. Jika, itu benar-benar terjadi.     

"Tidak, aku tidak mau! Kamu yang setiap malam seperti itu aku hampir lumpuh ... apalagi seharian aku hanya di kamar denganmu ..."     

"Kak, lepass! Aku tidak bisa bernapas!" teriak Rachel yang terjebak dengan wajah yang tenggelam di dalam kasur sedangkan Delon terdengar tertawa terbahak.     

Hahahaha.     

"Bukankah ini permainanmu waktu kecil dulu yang selalu membuatku harus mengalah kehilangan napas, dan sekarang giliranku yang tertawa, bukan?"     

Rachel memukul-mukul tempat tidur dengan tangannya untuk membuat suaminya berhenti mengerjainya.     

"Itu waktu kecil ... sekarang aku sudah menjadi istrimu. Apa kamu tega membuatku kehilangan napas?" Tentu jawabannya tidak. Delon paling lemah jika melihat ekpresi Rachel yang melemah seperti ini. Ia pun langsung menghentikan lilitan kaki panjangnya dan membiarkan tubuh Rachel terlentang di samping Delon.     

"Kamu selalu tahu apa yang membuatku kalah."     

Rachel memejamkan mata menormalkan napas, lalu tiba-tiba merasakan tubuhnya terasa berat dengan serat helai rambut yang begitu yang mengenai kulit leher Rachel. Aroma woody juga begittu semakin menyeruak di hidung perempuan itu.     

"Jadi, aku masih perlu tidur dengan nyamuk-nyamuk itu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.