HE ISN'T MYBROTHER

Skandal Apa Maksudnya?



Skandal Apa Maksudnya?

0"Ma, ayo pulang. Aku tidak tahu tentang Lina ..."     
0

"Aku bersumpah, itu bukan salahku," kata Jeno yang mencoba menggegam tangan sang istri, tapi Martha menarik tangannya kasar.     

Jeno duduk menghadap sang istri yang mengarahkan pandangan tajam lurus ke depan seakan amarahnya belum juga padam hingga hari keempat ini. Jeno bingung harus melakukan apalagi untuk membuat Martha percaya padanya, jika dirinya dan Lina tidak ada hubungan apa pun kecuali hanya atasan dan bawahan.     

"Katakan kamu akan mengusir dan memecat terlebih dulu sekretarismu itu baru pulang aku denganmu ..."     

"Aku heran padamu. Kenapa kamu bisa nemuin aku di sini? Padahal aku tidak memberitahu siapa pun kecuali ...." Martha menghentikan kalimatnya saat mengingat sesuatu, seketika kedua matanya membulat sempurna     

"Astagaa, Renaaarr!" sambung Martha dengan berteriak sekuat mungkin hingga membuat Jeno harus menutup telinganya. Karena suara Martha itu sangat berbahaya, apalagi jika sudah berteriak begini, gendang telinga pasti akan langsung rusak.     

"Asistenmu itu memang tidak bisa dipercaya! Aku sumpahin dia jadi perjakaa tuaa!" pekik Martha yang langsung mengeluarkan sumpah serapahnya.     

Mengumpat habis Renar yang semula hanya ia suruh untuk mengantarkan dompetnya yang tertinggal di rumah. Padahal Martha sudah mengancam untuk jangan mengatakan apa pun kepada Jeno. Tapi, kenyataan darah di atas kertas memang lebih kental.     

Sedangkan di sisi lain. Di kantor Jeno seseorang lelaki dengan memakai kemeja kotak-kotak sedang memilah-milah dokumen yang akan segera dia urus sesuai dengan waktu penggunaannya. Tiba-tiba bersin melanda hidung lelaki berkemeja kotak-kotak tersebut hingga tiga kali berturut-turut tanpa jeda.     

"Hasyim!"     

"Hasyim!"     

"Hasyim!"     

"Kenapa, Pak Renar? Sakit?" tanya salah satu karyawan yang sedang membantu Renar di ruangannya.     

Renar menggeleng dengan mengusap hidung yang sudah tidak gatal lagi seperti tadi. "Entahlah, aku juga tidak paham. Bukankan berkas ini semuanya baru? Tidak ada debu, bukan?" tanya Renar yang diangguki karyawan tersebut sebagai jawabannya.     

"Pasti ada yang sedang mengumpati Pak Regan," katanya dengan nada serius.     

"Mengumpat diriku? Hahaha. Mana mungkin ... aku kan orangnya baik," sahut Renar yang kembali memilah-milah beberapa berkas dengan berkutat pada perkataan anak buahnya itu.     

"Tapi, itu benar, Pak. Konon katanya seperti itu. Jika, tidak ada angin tidak ada hujan bersin ... pasti seseorang ada yang membicarakan Bapak atau mengumpat," imbuhnya dengan ekpresi yang meyakinkan. Hingga membuat Renar membalas dengan tersenyum getir.     

"Haah! Kau ini apa-apaan, mana ada yang seperti itu! Ayo, cepat kerja lagi," kilah Renar yang mengalihkan pembicaraan mereka.     

'Memang siapa yang mengumpatku? Aku sepertinya tidak mempunyai musuh?' batin Renar seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.     

"Jangan salahkan Renar, Ma. Ayolah pulang, aku sudah seperti zombie hanya memakan mie rebus kesukaan kita, selama kamu di sini. Kalo masalahnya Lina, sebentar lagi akan kupecat, jika kamu menginginkan itu dan mau pulang ..."     

"Aku sudah kehilangan Rachel karena dibawa si brengsek itu ... sekarang kamu. Jangan menyiksaku seperti ini, apa kamu ingin melihat suamimu mati perlahan?" Martha hanya memutar bola mata coklatnya ke arah Jeno, berdecih lalu mendirikan tubuh. Meninggalkan Jeno terduduk di pinggiran ranjang menatap terpaku.     

"Mati urusan Tuhan. Kalo kamu mau juga nggak apa-apa, masih banyak lelaki yang mau denganku ... bahkan yang lebih muda. Wajahku juga tidak terlihat tua-tua banget ...." Martha sudah sampai di depan pintu kamarnya, sedikit memutar tubuh memicingkan mata ke arah Jeno yang menatap wanita paruh baya tersebut dengan sendu.     

"Itu semua salahmu sendiri!" Martha menunjuk tegas ke arah Jeno.     

"Ini semua tidak ada hubungannya dengan Delon, berhenti membenci mantu kita!" teriak Martha seakan tak peduli dengan rasa malunya kepada Jeno yang sudah tergadaikan karena pelakor di dalam rumah mereka. Harga diri jauh lebih penting, bagaimana bisa Martha menerima penyelusup ke adalam selimutnya tadi pagi.     

BRAK     

Pintu terbanting oleh Martha dengan begitu keras. Hingga mesin penditeksi kunci otomatis itu berbunyi beberapa kali.     

Martha yang sudah keluar dari kamar langsung memutar tubuh, melihat situasi benar-benar aman, dan Jeno belum menyusulinya. Dengan cepat jemari wanita paruh baya itu menari di atas layar ponselnya untuk memberikan pesan bahaya kepada mantu tercinta Martha.     

"Nah, terkirim. Kalo mereka bertemu, bisa-bisa menguncang dunia persilatan. Jika papa tahu kalo Rachel berada di sini bersama dengan Delon pasti Rachel akan dibawa paksa," gumam Martha dengan membenarkan kaca mata hitam besarnya yang hampir melorot.     

Tidak berapa lama suara pintu terbuka membuat Martha dengan cepat memasukkan ponselnya dan berdiri dengan selayaknya dirinya yang masih menolak kehadiran Jeno. Tanpa mau menengok kebelakang dan memlihat suaminya yang semakin berjalan cepat mengikis jarak di antara mereka.     

"Ma, aku mau bilang, bahwa aku tidak bisa memecat Lina di hari-hari dekat ini. Kontraknya akan berakhir satu bulan lagi. Kalo kita memecat dia, perusahaan akan rugi besar," jelas Jeno yang lanagsung membuat Martha ternganga memutar tubuh ke arah Jeno.     

"Bagiamna bisa? Itu pasti hanya alasanmu saja 'kan? Aku tahu kamu memang sudah bosan denganku. Kalo begitu kembalikan aku ke Belanda!"     

"Dasar lelaki tua jahaat! Dulu kau memintaku dengan begitu memelas, kini kau membuangku dengan begitu licik berdalih pada kontrak, dasar lelaki tidak ada yang bisa dipercaya!" celoteh Martha berlalu meninggalkan Jeno yang sedang berlari mengejar wanita paruh baya itu.     

"Marthaa! Mengertilah, aku tidak bisa memulangkanmu ke Belanda!"     

Di sisi lain Delon sudah membaca pesan apa yang telah dikirim mama Martha padanya. Beruntung mereka belum juga keluar dari kamar. Hanya Rachel yang sibuk membalas pesan para sahabat-saabatnya yang kini sedang belajar untuk mempersiapkan ujian mereka. Yang sudah dilalui Rachel beberapa hari yang lalu.     

"Sayang kita pulang nanti, ya? Mobil sedang berada di bengkel, kita tidak bisa pulang sekarang," kata bohong Delon yang langsung dijawab anggukan dan deheman dari Rachel di sela tawanya saat melihat isi ponsel perempuan itu.     

"Heemm."     

"Sayang kita makan di rumah ya? Nanti uang dua ratus ribunya biar Regan yang ambil." Lagi-lagi Rachel mengangguk dan berdehem membuat Delon semakin menamatkan pandangan pada istri cantiknya.     

Delon mengernyit melihat ekpresi Rachel kembali tersenyum lebar di wajah cantik itu. Delon sudah tidak tahan melihat senyum itu sudah terbagi dengan sesuatu yang tak berguna. Senyum itu seharusnya hanya milik Delon.     

Lelaki itu pun langsung merebut ponsel Rachel dan membaca apa yang membuat istrinya begitu mengacuhkan dirinya dan memilih membaca isi chat ponsel itu daripada menaruhnya.     

"Kakak!" Rachel menjerit dengan mata melebar menatap ponselnya sudah berpindah tangan.     

"Kak kembalikan, itu namanya tidak sopan!"     

Delon mendengus kesal melihat isi chat grup Rachel yang begitu penuh dengan cowok yang menyapa dan memberi gombalan ampuh hingga membuat istrinya tertawa terrbahak. Tapi, ada satu nama yang begitu intens menyapa dan memberi wanita itu berbagai pujian sehingga menarik kerutan tebal di kening Delon.     

"Kamu tertawa dengan nama laki-laki ini? Mahasiswa tingkat berapa? Jurusan apa dia? Cepat katakan, kamu ingin mencoba skandal-sakndal itu iya?"     

"Skandal apa?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.