HE ISN'T MYBROTHER

Menyakinkan sang Nyonya Muda



Menyakinkan sang Nyonya Muda

0"Kenapa saya di sini? Tentu jawabannya mengantarkan ini ...." Regan menunjukkan potongan kertas yang berukuran sedang di depan mata Rachel.     
0

Rachel menyipitkan matanya melihat potongan kertas itu sedikit memperlihatkan tulisan 'undian' kedua bola mata coklat Rachel langsung terbuka, mengambil cepat potongan kertas tersebut dari tangan Regan.     

Regan tersenyum bangga, kali ini kerja bagai kudanya hampir mendekati sempurna. Apalagi melihat ekspresi Bossnya yang lebih tenang tidak seperti raja hutan yang kelaparan, semakin mengukuhkan dugaan kesempurnaan hasil kinerja Regan.     

"Dapat dari mana? Malam-malam begini mana ada undian," celoteh Rachel yang langsung membuat Regan panas dingin seketika. Ia kira perempuan yang dulu kebanyakan meminta dan tau semua sempurna untuk dia, akan menerima saja penjelasannya. Kini lidah itu terasa seperti samurai yang berada di antara permukaan leher, siap menggores leher Regan kapan saja.     

"Bukan malam ini, Nyonya Muda yang terhormat. Itu ...." Regan sedikit berpikir saat mata tajam Delon melotottinya untuk segera menjawab.     

Glek     

Regan menelan salivanya dengan susah menatap kembali perempuan muda yang kini telah menjadi Nyonya Muda dari Bossnya yang membalik-balikan kupon undian itu seakan seperti mencari celah untuk mengomeli mereka berdua.     

"Kemarin malam. Saat Boss menghadiri rapat, seorang klien memberinya kupon undian itu. Boss memang sangat beruntung, Nyonya muda. Anda sekarang bisa tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan biaya kembali," jelas Regan yang langsung membuat Rachel mendongak, memutar ke arah Delon yang tadi masih melototi asisten pribadinya, tiba-tiba lelaki itu merubah ekspresinya sekacau mungkin saat mata istrinya menatap dirinya.     

"Tapi, katanya ... Kak Delon sudah membayar kamar ini," kata Rachel yang masih bersikekeh dengan uang yang telah Delon pakai dalam menyewa kamar itu.     

Regan mengangguk paham seprofesional mungkin di hadapan Rachel.     

"Itu hanya dua ratus ribu, Nyonya muda. Hanya untuk membayar makan siang nanti. Karena di undian itu tidak menjelaskan bahwa semua gratis."     

Rachel mulai menunjukkan ekspresi percaya akan penjelasan Regan. Ia kembali mendongak lalu memutar tubuhnya meninggalkan kedua lelaki tegap itu menatap tubuhnya dari belakang tak percaya.     

"Yasudah, masuk ya masuk. Aku juga mau tidur, mumpung gratis kan?"     

"Mana kuncinya?" sambung Rachel dengan menengadah buku tangannya di samping tubuh saat perempuan itu sudah berada di depan bibir pintu tanpa memutar kepala ke arah kedua lelaki itu, termasuk ke arah Delon.     

Delon dengan cepat meraba seluruh saku yang berada di pakaiannya. Tiba-tiba amnesia datang karena melihat istrinya sudah mulai percaya dan mau masuk ke dalam kamar. Beruntung langkah Delon sudah lebih dulu cepat untuk mengatasi Rachel yang mulai cerewet akan pengeluaran mereka.     

"Ini ... ini, Sayang," ucap Delon seraya menyerahkan kartu akses kamar itu dengan gugup. Regan yang melihat Bossnya seperti itu hanya bisa mengulum senyumnya.     

Seandainya ia bisa tertawa terbahak, mungkin Regan akan menertawakan sahabatnya itu saat ini juga yang menjadi lemah dengan seorang perempuan muda seperti Rachel. Tapi, berbeda, jika di luaran sana, bahkan tak seoarng pun bisa menyentuh Delon yang terkenal akan kekejaman lelaki itu.     

Rachel berhasil membuka kamar tersebut, dan melenggang masuk seperti tanpa rasa beban meninggalkan suami dan Regan yang menatap kepergian perempuan itu hingga tak terlihat lagi. Lebih tepatnya memastikan kembali apa perempuan itu tidak akan lagi keluar.     

"Sudah."     

"Lo cari kamar sendiri. Gue kirim bonus ke rekening lo sekarang. Kali ini gue selamat, tapi kalo mulut lo nggak bisa jaga rahasia ...." Delon menunjukkan kepalan buku tangannya dengan tambahan sorot mata yang mematikan itu. Siapa yang tidak takut, jika melihat sorot mata seorang Delon. Bahkan lelaki segagah Regan akan langsung lumpuh di tempat.     

Glek     

Regan kembali menelan salivanya dengan mata yang berat ia gerakkan. "Ba—baik, Boss ... tapi, itu, beruntung saya nggak benar-benar hancurkan kupon pemberian nona Sarah. Jika, ti—"     

"Diam! Mulutmu itu ...." Belum selesai Delon mengancam Regan suara dari dalam membuat mata Delon melebar.     

"Kenapa masih di luar! Cepat masuk!"     

Glek     

Kali ini Delon yang harus menelan salivanya sulit seraya menunjuk tegas ke arah wajah Regan. Dengan wajah yang menoleh ke arah pintu kamar yang masih terbuka lebar.     

"Iya, Sayang sebentar! Aku masih ada urusan pekerjaan dengan Regan!" teriak Delon yang membuat seseorang yang berada di dalam hanya membalas dengan berdehem.     

Delon memutar kembali wajahnya ke arah asisten pribadinya yang masih menatap dirinya dengan bola mata bergetar.     

"Berikan balasan atas kupon undian itu. Aku tidak mau berhutang budi kepada siapa pun, termasuk wanita itu. Kau paham?" Regan dengan cepat mengangguk untuk menyelesaikan segalanya. Semakin ia menjawab itu sama saja seperti membuka pintu neraka dunia saat ini juga untuk dirinya.     

"Baiklah, Boss. Apa ada lagi?" tanya Regan yang langsung dijawab Delon dengan gelengan tegas.     

"Tidurlah. Besok aku akan pergi ke kantor siang." Regan menundukkan tubuhnya untuk memberikan respon atas jawabannya.     

"Baik, saya permisi, Boss."     

Delon menghela napas panjang menormalkan segalanya untuk tidak membuat Rachel curiga dengan apa yang telah ia dan Regan bicarakan. Jika, perempuan itu tahu dari mana kupon undian itu berasal, ini akan menjadi lubang neraka juga bagi Delon. Apalagi sekarang hidupnya selalu tentang Rachel. Tiga hari tidur tanpa dipeluk Rachel, Delon juga begitu susah untuk hanya sekedar memejamkan mata saja.     

"Sayang apa kamu sudah tidur?" tanya Delon saat tangan besarnya mengunci pintu kamar mewah itu.     

Rachel sudah mengganti baju dengan baju tidurnya dan sekarang tubuh itu sudah berada di atas tempat tidur besar memejam tanpa memperhatikan lelaki itu mulai mendekatinya.     

Cup     

"Sedikit lagi," kata Rachel lirih dan tiba-tiba mata itu terbuka perlahan saat merasakan keningnya yang basah. Seakarang mata hitam itu begitu dekat dengan mata coklatnya hanya meninggalkan jarak satu inci saja. Hembusan napas hangat Delon juga bisa Rachel rasakan. Tangan besar Delon juga sudah berada di pipi putihnya yang terbebas dari riasan.     

"Bersih-bersih dulu sana, Kak," ucap Rachel yang langsung dibungkam dengan bibir tebal Regan, memainkan bibir tipis Rachel dengan begitu lembut seakan menyalurkan segala kerinduan tiga hari ini mereka harus terpaksa berpisah.     

Suara decapan permainan bibir mereka menguar ke dalam ruang kamar ini. Semakin lama Delon semakin membuat Rachel kualahan, gigitan dan hisapan lelaki itu lakukan hingga Rachel harus memukul dada bidang Delon untuk menghentikan permainan dari lelaki itu.     

"Haaah!"     

"Kamu hampir membuatku mati muda," sambung Rachel saat Delon akhirnya mau melepaskan permainan bibir sensualnya yang banyak digilai oleh banyak wanita. Tapi, hanya Rachel yang selalu kalah dengan permainan Delon. Lelaki itu mengulas senyum tampannya saat melihat bibir Rachel yang menjadi bertambah memerah dan sedikit menebalkan ukurannya.     

"Sakit?" tanya Delon seraya mengusap lembut salivanya yang masih membasahi bibir manis istrinya itu.     

"Memang kenapa? Bibirku bengkak lagi?"     

"Kaak Delonnnn!" teriak Rachel kesal yang baru merasakan nyut-nyutan di permukaan bibirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.